Share

Chapter 5

Auteur: Irma W
last update Dernière mise à jour: 2023-05-26 21:05:49

“Apa orang itu yang menangkap paman Atmaja?” tanya Andy.

Atmaja kembali duduk di ruang tengah bersama yang lainnya. “Ya, dia orangnya.”

“Sepertinya orang itu sangat berkuasa,” timbruk Putri.

“Kau lihat wajahnya?” sambung Ambar. “Apa dia tampan?”

“Ish, ibu!” sembur Putri. “Apa urusannya?”

Ambar menoyor kepala Putri hingga membentur pundak Andy. “Kalau dia bisa berbaik hati membebaskan ayahmu, bisa jadi dia juga mudah kau rayu. Kau paham maksud ibu kan?”

“Ambar!” hardik Atmaja. “Kau mengajari anakmu untuk merayu? Dimana pikiranmu?”

“Memangnya kenapa?” Ambar mencebik. “Siapa tahi memang jodoh Putri kan?”

“Kita bahkan belum tahu bagaimana Tuan Gery bisa membebaskanku. Jangan berkhayal yang aneh-aneh.”

“Benar. Ibu itu aneh. Aku kan suka dengan Andy untuk apa harus mendekati pria bermuka kejam itu?” dengan manjanya, Putri merangkul lengan Andy. Andy hanya meringis kaku.

“Kau ini!” Ambar menoyor pelipis Putri lagi. “Andy itu kan kekasih Amora. Carilah yang lain!”

Dari balik tirai, Amora yang sedang berdiri sambil membawa nampan berisi gelas yang isinya hanya tinggal separuh, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Pembicaraan di dalam sana sama sekali tidak ada manfaatnya sama sekali.

Amora masih sempat berpikir. Di umurnya yang saat ini menginjak 25 tahun, harus dihadapkan dengan situasi yang benar-benar sulit. Masa dewasa yang seharusnya ia fokuskan bersama Andy, harus terganggu karena Amora harus disibukkan dengan sesuatu. Budak. Ya, menjadi budak.

Seperti masa penjajahan atau tidak, tapi pasti akan berat.

Begitu Amora masuk, semua pandangan mata refleks memutar ke arah Amora. Merasa risih, Amora mendengkus dan berjalan begitu saja menuju dapur. Saat Atmaja hendak berdiri, Andy sudah berdiri lebih dulu.

“Biar aku yang bicara, Paman.”

Atmaja duduk kembali sementara Andy menyusul Amora ke belakang.

“Kau baik-baik saja?” Andy merangkul bagian pinggang Amora dari belakang.

Amora berdehem pelan lalu berbalik. “Tentu saja aku baik-baik saja.”

Kali ini Andy mendaratkan satu tangan di pipi Amora. “Kau tidak mau cerita padaku apa yang terjadi?”

Amora justru melengos dan menyingkir. “Aku hanya sedang lelah. Apa kau bisa pulang dulu?”

Ini bukan terdengar seperti Amora yang biasanya. Semenjak musibah menimpa ayahnya, Amora memang lebih sering murung. Andy hanya merasa aneh. Ayah sudah dibebaskan, tapi kenapa Amora tetap bersedih? Andy ingin tahu, tapi untuk saat ini memang Amora tetap memilih bungkam.

“Baiklah ...” Andy mengusap pipi Amora lagi kemudian memberi kecupan di kening. “Telpon aku kalau sudah baikan.”

Bukan seperti ini yang Amora inginkan. Mengacuhkan Andy tentunya sangatlah tidak berhati. Namun, jika dipaksa tersenyum dengan cara bercengkrama dengannya, Amora juga tak bisa melakukannya.

“Maafkan aku,” lirih Amora saat Andy sudah beranjak pergi.

Dalam perjalanan pulang, Andy melihat dua orang yang bertamu ke rumah Amora. Mereka tak lain adalah Gery dan Dion. Mereka sedang berdiri di depan sebuah kafe. Nampaknya mereka baru saja turun dan mungkin hendak cari makan siang.

Sebelum mereka masuk, Andy buru-buru memarkirkan motornya. Melepas helmnya kemudian bergegas menghampiri mereka berdua.

“Tunggu!” cegah Andy tepat beberapa langkah sebelum Gery dan Dion masuk.

Mereka berdua menoleh bersamaan. Gery yang tidak kenal, tentunya memberi lirikan angkuhnya. “Siapa kau?”

Pandangan Andy juga terlihat acuh dan tak bersahabat. Sebelum Andy menjawab, di sampingnya Dion lebih dulu menyikut lengan Gery. “Dia yang tadi ada di rumah Amora juga.”

Gery mulai menatap Andy mulai dari atas hingga ke ujung bawah. “Ada perlu apa? Dasar sangat tidak sopan!” sembur Gery.

Dion sedikit mendorong tubuh Gery saat ada pengunjung yang hendak masuk ke kafe.

“Apa yang sudah kalian lakukan pada Amora?” tanya Andy tanpa basa-basi.

Gery mengerutkan kening dan sedikit mendengkus. “Apa maksudmu?”

“Maaf, Tuan. Bicaralah yang sopan,” kata Dion.

“Katakan saja, apa yang sudah kalian lakukan pada Amora?” sekali lagi Andy bertanya. Andy sangat yakin, diamnya Amora pasti ada hubungannya dengan dua orang ini.

“Memangnya Amora kenapa? Dan lagi, kau itu siapa? Kenapa ikut campur?” seloroh Gery dengan gayanya yang angkuh.

“Aku kekasihnya,” jawab Andy. “Aku mohon, berhentilah mengganggu Amora.”

“Oh, jadi kau kekasih Amora.” Gery manggut-manggut sambil mengusap dagu. “Tahu apa kau sampai berani mencegahku mengganggu Amora? Memang siapa yang mengganggu Amora? Justru Amoralah yang sudah mengusik kehidupanku.”

“Kurang ajar!” sembur Andy. Hampir saja Andy menampar Gery, tapi dihalau oleh Dion.

“Berani sekali kau!” geram Gery. “Kalau kau tidak tahu apa-apa, mending diam! Ini urusanku dengan Amora. Kau pikir Atmaja bebas karena siapa?”

Gery mendecih lalu berbalik masuk ke dalam kafe. Saat Andy hendak maju untuk mengejar, lagi-lagi Dion menghalangi.

“Sebaiknya kau pergi. Kalau kau kekasihnya, harusnya kau tahu.”

Andy melongo dan membiarkan Dion menyusul Gery masuk ke dalam.

“Sebenarnya ada apa? Apa yang sudah mereka lakukan pada Amora?” gumam Andy.

Tetap berdiri disini, sepertinya akan percuma. Andy tidak akan mendapat jawaban.

“Sepertinya akan lebih menarik,” kata Gery sambil menarik kursi lalu duduk. “Aku jadi lebih bersemangat.”

“Apa rencanamu?” Dion ikut duduk. “Jangan aneh-aneh. Pikirkan dulu matang-matang.”

Gery tertawa renyah. “Santai saja. Aku hanya akan membuat Amora dan ayahnya merasakan sakit yang aku rasakan karena telah kehilangan.”

“Aku mau tanya,” kata Dion tiba-tiba. “Kau jangan marah, aku hanya sekedar penasaran.”

“Bukankah kalian sudah putus?” tanya Dion.

“Siapa?”

“Kau dan mendiang Tania.”

Gery lantas tersenyum datar. “Memang.”

“Lalu kenapa kau sangat bersemangat sekali membalaskan dendam. Bukankah yang namanya kecelakaan memang kapan saja bisa terjadi?” tanya Dion lagi.

Dari pandangan Dion, mungkin sebentar lagi Gery akan marah. Namun, rasa heran lebih kuat untuk mendorong Dion menanyakan hal tersebut.

“Kita memang sudah putus. Tapi aku masih mencintainya. Dan saat ada harapan kembali, aku tidak menyangka kalau dia mengalami kecelakaan,” ujar Gery. “Biar bagaimanapun, Atmaja dan Amora tetap bersalah.”

Kemauan Gery sudah membulat. Ajang balas dendam tidak bisa lagi terelakkan. Seperti apa awalnya, semua akan dimulai di hari esok. Sekedar menjadikannya budak, atau bahkan ada sesuatu yang lebih kejam.

“Biarkan aku bermain-main dulu. Aku bukan orang jahat. Kau tahu itu kan?” Gery tersenyum getir.

Memang, Gery bukanlah orang yang akan berulah jika tidak ada yang memulai lebih dulu. Jika semua karena rasa cinta pada Tania, pantaskah balas dendam itu ada?

“Sudahlah, jangan terlalu tegang begitu.” Gery menendang kaki Dion di bawah kolong meja. “Ini karena aku terlalu mencintai Tania.”

“Aku bisa apa?” Dion menghela napas. “Lakukan saja sesukamu.”

Gery tertawa. Sebuah tawa yang terasa berat. Apa artinya ini, yang Gery tahu saat ini hanyalah ingin menyiksa orang yang sudah membuatnya kehilangan.

***

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pelayan Dadakan Tuan Kejam   chapter 88 (Tamat)

    Setelah kejadian sudah berlalu, kini Gery dan Amora memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Mereka berdua berlibur ke bali dengan tujuan menenangkan pikiran dan memadu kasih. Keduanya sadar betul, kalau dalam rumah tangga terkadang memang selalu memiliki masalah. Entah itu masalah yang ringan maupun berat sekalipun. Dan kini semua sudah usai. Nomor satu adalah saling percaya. "Kau suka?" tanya Gery pada Amora yang sedang begitu lahap memakan makanan laut. Dengan mulut penuh, Amora mengangguk. "Ini sangat enak." Gery tertawa kecil. Di sebuah restoran yang tidak jauh dari pantai, memang sangat cocok untuk menenangkan pikiran. Deburan ombak dan angin sepoi-sepoi yang terdengar, membuat suasana di sore hari begitu romantis. Selesai menyantap makanan, keduanya memutuskan untuk menuju bibir pantai. Berjalan menyusuri pasir yang basah, keduanya kini saling merangkul menunggu sang surya membenamkan diri untuk istirahat. "Aku senang karena semua sudah isai," kata Amora. Dua tanganny

  • Pelayan Dadakan Tuan Kejam   chapter 87

    Amora ingin marah dan pergi saja saat melihat adegan di dalam ponsel. Dadanya terasa terbakar dan ingin menangis. Namun, saat menoleh kearah Lina, Amora terpaksa tetap diam karena Lina menggenggam erat tangannya. Lina ingin Amora ada di sini sampai urusannya selesai.“Kau pikir dengan foto itu bisa membuktikan kalau Gery melakukan hal tak senonoh padamu?” cibir Lina. “Bagaimana mungkin ada orang yang mengambil gambar sedekat itu sementara kau dan Gery di sana? Ya, terkecuali kau sudah merencanakan dan menyuruh orang.”“Kau!” Belva melotot ke arah Belva.Menyadari Belva ketakutan, semakin membuat Lina ingin menyudutkannya. Wajah Belva yang mendadak gugup, juga membuat Wenda dan Abraham semakin yakin kalau Gery memang dijebak. Amora yang awalnya ingin sekali pergi, kini mulai penasaran dan ingin tahu kebenarannya.“Aku benar kan?” Lina tersenyum sambil mendengkus lirih.“Apanya yang benar!” salak Belva. “Apa kalian sedang mencoba mengeroyokku?” Belva bergantian menatap mereka semua

  • Pelayan Dadakan Tuan Kejam   chapter 86

    Amora hampir saja menjerit saat menyadari ada Gery di dalam mobil. Lina yang sudah mengira ini akan terjadi, segera menutup mulut Amora dengan telapak tangannya.“Tenang Amora,” pinta Lina.“Aku tidak bisa ikut,” kata Amora.Amora sudah hampir berbalik, tapi dengan cepat Lina menghalangi. “Kumohon Amora. Ikutlah dengan kami, kau harus tahu kebenarannya.”“Kau baik-baik saja Amora?” panggil Andy yang merasa curiga dengan keadaan di dalam mobil itu.Masih beruntung kaca mobil tidak terlalu terang di bagian luar, jadi posisi Gery di dalam mobil tidak terlalu terlihat jika kurang jeli.“Kumohon Amora.” Gery memohon sebelum Andy berjalan mendekat karena penasaran.“Aku baik-baik saja.” Amora menatap Andy. “Aku pergi dulu.”Andy yang memang merasa aneh, pada akhirnya berhenti dan membiarkan Amora masuk ke dalam mobil.Amora sudah duduk di jok belakang, sementara Gery menyetir. Beberapa kali Lina melirik kaca spion untuk melihat Amora yang duduk sambil bersandar dan membuang pandang

  • Pelayan Dadakan Tuan Kejam   chapter 85

    Keesokan harinya, Gery sudah bangun lebih awal. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dan menjemput sang istri pulang. Melihat wajah Gery yang sumringah saat di ruang makan, tentu membuat Abraham dan Wenda terheran-heran.“Kau sepertinya sedang bahagia, Ger?” tanya Wenda.Belum sempat Gery menjawab, Belva datang. Dia menyapa kedua mertuanya dan juga Gery. Wenda dan Abraham tersenyum tipis, sementara Gery acuh.“Aku mendadak kenyang,” kata Gery tiba-tiba. Gery hanya meneguk air putih lalu berdiri.Belva sudah mulai merasa tidak nyaman melihat sikap Gery pagi ini. Ditambah tentang ancaman Lina tadi malam. Ini pasti ada sesuatu yang sudah Gery tahu.“Sarapan dulu, Ger,” pinta Wenda.Gery berhenti melangkah lalu menoleh. “Aku tidak suka berdekatan dengan seorang pembohong!” tegas Gery. “Dan untuk ayah, Ibu, jangan percaya dengan omongan wanita itu. Dia hanya menjebakku.”Degh! Kini Belva yakin kalau Gery sudah tahu tentang kejadian malam itu yang sebenarnya memang tidak terjad

  • Pelayan Dadakan Tuan Kejam   chapter 84

    Lina sudah sampai di dalam kamar Gery. Ia masih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Amora sampai jatuh sakit dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.“Kau bertengkar dengan Amora?” tanya Lina.Gery melempar kemeja ke sembarang tempat lalu beralih memakai kaos oblong. “Tidak bertengkar, tapi ... ah, entahlah!” Gery nampak frustasi.Lina berdecak lalu mendorong Gery supaya segera duduk. “Tenangkan dirimu dulu. Bicaralah dengan tenang, mungkin aku bisa membantu.”Gery meraup wajah sambil mendesah. “Ini semua salahku. Mungkin ini karma karena aku dulu sudah membuat Amora menderita.”Lina tiba-tiba mendecih dan membuang muka. “Bukan dulu, tapi sekarang pun kau masih membuatnya menderita.”“Hey!” teriak Gery tiba-tiba. Lina sampai membelalak. “Kau datang mau memberiku solusi atau mau menyalahkanku.”“Ya, ya, maaf. Aku hanya kesal padamu,” sahut Lina.“Aku harus bagaimana sekarang?” Gery menengadah lalu tertunduk pasrah. “Aku tidak mau kehilangan Amora. Dan jug

  • Pelayan Dadakan Tuan Kejam   chapter 83

    Dokter mengatakan kalau keadaan Amora sudah baik-baik saja. Janin dalam kandungannya pun juga baik-baik saja. Menurut pemeriksaan dokter, Amora mengalami syok hingga perutnya terasa kram.Usai mendengar penjelasan dokter, Gery merasakan sekujur tubuhnya seolah sudah dihantam badai. Rasa bersalah muncul dan membuat dirinya seolah merasa tiada artinya.Hanya karena merasa takut kehilangan, Gery sampai membuang rasa percaya pada sang istri. Ini sangat salah. Sungguh salah.“Apa yang kau pikirkan sampai berbuat buruk pada Amora?” tanya Abraham.Di ruangan di mana Amora tengah berbaring, Gery tengah diinterogasi oleh ayah dan ibunya.“Aku hanya takut kehilangan dia, Ayah.” Jawab Gery seadanya. “Aku sangat takut sampai tidak tahu harus berbuat apa.”“Apa dengan begitu kau bisa tidur dengan Belva seenaknya?” salak Wenda. “Kau bilang mencintai Amora, tapi kau main di belakang bersama Belva. Astaga, Gery! Ibu tidak habis pikir kenapa kau bisa melakukan hal keji seperti itu.”Beberapa ka

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status