Home / Romansa / Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa / Menyamar Sebagai Pelayan Lugu

Share

Menyamar Sebagai Pelayan Lugu

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-09-28 22:23:37

Anak laki-laki berusia empat tahun berlari dengan seragam sekolah yang sedikit kusut. Rambut hitam tebalnya acak-acakan, wajahnya berseri-seri. 

Moza langsung berjongkok, membuka lengan, dan menyambut pelukan hangat Kayden. Anak itu melompat ke pelukannya, mencium pipi Moza dengan senyum polos. 

“Mama, hari ini aku dapat bintang lima dari Bu Guru karena rajin!”

Moza tertawa kecil, hatinya meleleh. Meski tubuh Kayden sudah mulai besar, Moza menggendongnya dan membawa bocah lelaki itu ke kamar. 

“Wah, hebat sekali anak Mama. Sekarang, ganti baju dulu.”

Di kamar, Moza membantu Kayden melepas seragamnya, lalu menggantinya dengan kaos bergambar dinosaurus. Ia duduk di tepi tempat tidur, menarik Kayden ke pangkuannya.

Kayden memang memiliki wajah yang sangat tampan. Alisnya tebal, matanya tajam, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis seperti lukisan alami. Setiap kali Moza menatapnya, ada sesuatu yang menusuk hatinya, campuran antara rasa syukur dan luka yang tak pernah sembuh.

‘Kamu lahir dari malam yang menghancurkan hidup Mama. Tapi, kamu juga adalah cahaya yang membuat Mama bertahan sampai sekarang,’ batin Moza pedih.

“Mama, minggu depan ada pentas seni di sekolah,” kata Kayden tiba-tiba, matanya berbinar. “Aku main drama dan terpilih menjadi George Washington. Apa Papa bisa datang?”

Dada Moza terasa sesak. Ia menarik napas dalam-dalam sembari memeluk Kayden erat. 

“Papa belum bisa pulang, Sayang. Dia masih harus bekerja, tapi dia pasti bangga padamu.”

Kayden mengangguk pelan, meski matanya masih menyimpan pertanyaan yang belum bisa dijawab.

“Yuk, makan siang dulu. Mama sudah memasak ayam goreng kesukaanmu.”

Dengan sabar, Moza mendudukkan putra kecilnya, lalu menemaninya makan siang. Namun, ponsel Moza yang tergeletak di meja tiba-tiba bergetar. Nama yang muncul membuat jantungnya berdebar kencang.

Reva, sahabatnya sejak kecil. Satu-satunya orang yang tahu semua kebenaran tentang malam itu. Hanya Reva yang peduli padanya dan bersedia menolongnya meninggalkan ibu kota. 

Tanpa pikir panjang, Moza menerima panggilan itu. Ia tahu sahabatnya yang berprofesi sebagai wartawan, akan memberikan informasi yang dia perlukan.

“Hallo, Reva.”

“Moza, aku punya kabar yang sudah kamu tunggu-tunggu. Akhirnya, kamu punya kesempatan untuk masuk ke keluarga Limantara.”

Moza terhenyak. Selama empat tahun ini, ia sudah menunggu momen yang tepat untuk membalas dendam pada lelaki yang menghancurkan hidupnya. Dengan bantuan Reva, ia tahu bahwa resort yang ia tempati malam itu adalah milik keluarga Limantara, keluarga paling kaya di ibu kota.

Selama itu pula, Moza sudah mencari informasi tentang anggota keluarga Limantara. Keluarga itu memiliki lima orang putra laki-laki, dan sebagai pemilik mereka bebas keluar masuk kapan saja.

Oleh karenanya, Moza yakin bahwa salah satu dari mereka adalah pria bejat yang sudah mengambil kesuciannya. Terlebih, setelah peristiwa itu, ia menemukan jam tangan merk Audemars Piguet di atas nakas, jam tangan eksklusif yang hanya bisa dimiliki oleh para milyader. 

Moza menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca. “Bagaimana caranya, aku bisa masuk ke sana?"

“Keluarga Limantara sedang mencari pelayan baru, lebih tepatnya perawat untuk kakek mereka, Tuan Markus Limantara,” jawab Reva.

“Kualifikasinya sangat cocok denganmu. Pendidikan minimal SMA, pandai memasak, mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, dan nggak terikat pernikahan,” jelas Reva panjang lebar.

“Gaji yang mereka tawarkan cukup besar, tapi anehnya para pelayan yang pernah menempati posisi ini nggak bisa bertahan lebih dari tiga bulan.”

Moza langsung bangkit dari kursi. “Aku mau. Aku akan melamar sebagai pelayan di keluarga Limantara.”

“Tunggu dulu,” potong Reva. “Kamu harus lolos seleksi oleh kepala pelayan, dan setelah itu melakukan wawancara dengan salah satu dari lima Tuan Muda Limantara. Apa kamu yakin bisa menghadapi mereka?”

Moza menelan ludah, tetapi matanya bersinar tajam. Berbekal informasi yang sudah ia kumpulkan bertahun-tahun, ia sudah menghafal setiap nama, profesi, hobi, serta wajah dari kelima putra Limantara itu.

Putra sulung keluarga itu bernama Dastan Limantara, CEO Elan Medical Tech, perusahaan farmasi terbesar di kota Jadara. Terkenal angkuh, perfeksionis, jarang tersenyum. Sudah bercerai, punya seorang putri bernama Abigail, usia empat tahun, hampir sebaya dengan Kayden.

Yang kedua adalah Rezon Limantara, dokter bedah kepala di Prima Medika. Cerdas, tenang, tetapi punya aura yang membuat orang merinding. Dikenal sebagai dokter yang tidak pernah gagal operasi, tetapi juga tidak pernah dekat dengan wanita.

Putra ketiga dan keempat adalah pria kembar yang bernama Elbara dan Elzen Limantara.

Elbara, pengacara jenius yang belum pernah kalah di pengadilan. Dingin, logis, dan bisa menghancurkan lawan hanya dengan kalimat. Kembarannya adalah Elzen, pilot dari maskapai ternama, tampan, punya banyak kekasih, suka pesta, tetapi entah kenapa selalu lolos dari skandal.

Sementara, putra bungsu keluarga itu adalah Kageo Limantara, tuan muda kelima yang paling misterius. Dia lumpuh dan jarang sekali keluar dari mansion. Rumor yang beredar mengatakan bahwa Kageo mengidap suatu penyakit langka yang membuat kondisi tubuhnya lemah. 

Meski begitu, Kageo punya akun media sosial yang sangat populer. Setiap unggahannya memperdengarkan alunan biola, piano, dan saksofon yang begitu merdu, sehingga ia memiliki banyak penggemar.

“Kalau kamu diterima, kamu akan bekerja di hadapan kelima pria ini setiap hari. Menjadi bagian dari dunia mereka,” imbuh Reva. Ia khawatir Moza tidak akan kuat menghadapi tekanan di rumah keluarga kaya.

“Memang itu yang aku inginkan. Sesulit apa pun, aku harus lolos seleksi. Ini demi Kay," pungkas Moza mantap.

Ada jeda di seberang sana, sebelum Reva melontarkan sebuah pertanyaan yang menusuk.

“Bagaimana kalau kamu bertemu Yohan? Dia sekarang sudah menikahi Alexa, kakak tirimu.”

Moza membalas dengan senyuman dingin, tak terlihat rasa cemburu sedikit pun di sorot matanya. 

“Aku nggak peduli dengan mereka. Justru, aku akan menggunakan kesempatan ini untuk melakukan dua hal sekaligus. Menemukan siapa ayah Kayden, sekaligus mengumpulkan bukti bahwa Yohan terlibat dalam peristiwa itu.”

Mendengar rencana Moza, suara Reva di seberang sana berubah serius. “Hati-hati, Moza. Kelima pria Limantara bukan orang biasa. Mereka punya mata di mana-mana. Kalau kamu ketahuan mencari tahu terlalu dalam….”

“Aku tahu risikonya,” potong Moza. “Tapi, aku nggak akan membiarkan penjahat itu bebas tanpa hukuman. Aku akan masuk ke istana mereka sebagai pelayan yang lugu, lalu mencari titik lemah mereka satu per satu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa   Kau adalah Gairahku

    Dalam kondisi penuh ketidakpastian, Moza akhirnya berhasil menyelesaikan slide presentasinya. Saat dia hendak keluar untuk menyiapkan makan siang Abigail, derap langkah kaki pria terdengar di koridor.Jantungnya berdebar kencang. Itu pasti Kageo. Hanya dia satu-satunya Tuan Muda yang masih berada di mansion pada jam segini. Setelah pernyataan cinta tadi pagi, Moza sama sekali belum siap untuk bertemu dengannya. Dia memutuskan untuk tidak keluar, berharap Kageo akan lewat.Namun, rasa penasarannya menggelegak. Mau ke mana dia? Apa ini jadwal terapinya, atau Kageo sengaja pergi karena patah hati? Moza pun menempelkan telinganya di daun pintu, mencoba menyaring suara. Terdengar samar, langkah kaki itu terus berjalan menjauhi kamar Abigail, dan kemudian menuruni tangga.Dengan berjingkat, Moza membuka pintu dan menyelinap keluar. Dia bergegas menuju balkon di lantai dua yang menghadap halaman depan. Dari atas, Moza melihat Kageo masuk ke mobil dan melaju pergi bersama sopir pribadinya

  • Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa   Kejutan yang Menanti

    Sesudah terbebas dari kamar Kageo, Moza bergegas turun ke bawah. Ia berusaha keras untuk terlihat biasa saja, seolah tidak ada pengakuan cinta, tawaran pernikahan, atau penolakan menegangkan yang baru saja terjadi. Jantungnya masih berdebar, tetapi ia mengendalikan langkahnya agar tetap tenang.Ketika ia sampai di meja makan, ternyata Abigail sudah selesai sarapan. Gadis kecil itu sedang mengenakan tas sekolah dan bersiap berangkat."Tante, kenapa lama sekali di atas?" tanya Abigail penasaran.Moza terpaksa berbohong. Tidak mungkin ia berkata jujur, bahwa ia baru saja ditahan oleh Kageo dan menolak lamaran pernikahan."Tante masih harus membersihkan kamar Papa, Nona Kecil. Ada sedikit pekerjaan tambahan." Abigail mengangguk, menerima penjelasan itu."Tante, nanti sepulang sekolah temani aku menggambar wajah Paman Elzen dan Paman Elbara. Kita harus membuat yang paling bagus untuk hadiah ulang tahun.""Tentu, Nona Kecil," jawab Moza seraya tersenyum hangat. "Tante akan siapkan semua ba

  • Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa   Maukah Kau Menjadi Nyonya Limantara?

    "Kita mau ke mana, Tuan Muda?" protes Moza, mencoba menahan langkahnya. "Saya belum selesai membersihkan kamar Tuan Muda Dastan. Masih ada tugas lain—""Justru, aku akan membebaskanmu dari semua tugas yang tidak kau sukai,” potong Kageo, tanpa menoleh. Cengkeramannya di pergelangan tangan Moza tidak juga mengendur.“Kita ke kamarku."Kageo menarik Moza agar bergerak, mengarah ke kamarnya sendiri yang terletak di ujung lorong. Wajahnya terlihat jauh lebih bertekad dari biasanya, kontras dengan sifatnya yang pendiam.Dengan cepat, Kageo mendorong pintu kamarnya hingga terbuka dan menguncinya dari dalam.Klik.Suara itu menggema di keheningan ruangan, yang terasa lebih misterius daripada kamar Dastan.Moza terkejut dan merasa was-was. Ia menatap Kageo dengan mata melebar."Ada apa sebenarnya, Tuan Muda?" tanya Moza dengan suata bergetar.Dengan tenang, Kageo menggiring Moza untuk duduk di sofa sudut. Setelah Moza duduk, ia sendiri mengambil tempat di sebelahnya.Kageo mencondongkan tubuh

  • Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa   Rintangan Tak Terduga

    Meski Moza menyapa dengan lembut, Dastan tidak menoleh sekali pun. Pria itu tetap menghadap ke cermin, berkonsentrasi untuk merapikan celana panjangnya lalu menyisir rambutnya yang masih lembap. Diam-diam, Moza merasa kesal. Dastan Limantara memang mudah berubah sikap, arah pikirannya sangat sulit untuk ditebak.Semalam, ia begitu hangat dan penuh gairah, tetapi pagi ini kembali menjadi sosok yang dingin dan acuh tak acuh.Mungkinkah ini semua adalah ujian? Sebuah cara bagi Dastan untuk mengukur sejauh mana inisiatifnya dalam melayani.Tak mau tinggal diam, Moza berjalan mendekat. Matanya cepat memindai seisi kamar.Pandangannya lantas tertuju pada kemeja dan jas cokelat yang masih tersampir di sandaran sofa. Tampaknya Dastan memang belum sempat mengenakannya.Tanpa ragu, Moza segera mengambil kemeja itu dan berdiri di depan Dastan yang masih bertelanjang dada."Biar saya bantu memakai kemeja, Tuan Muda," ucap Moza.Dastan tidak menyahut, tetapi matanya menyipit seperti menunggu tind

  • Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa   Menguji Kepatuhanmu

    Mendengar tantangan yang dilemparkan Dastan, Moza merasakan getaran halus yang menjalar di punggungnya. Namun, sorot matanya justru memancarkan tekad baja.Ia tahu betul bahwa satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan menyerah. Hanya dengan tunduk pada pimpinan keluarga Limantara, dia bisa mempertahankan kendali atas nasibnya dan Kayden."Saya siap, Tuan Muda. Saya akan membuktikan bahwa saya milik Anda."Suara Moza terdengar lugas, bertentangan dengan irama jantungnya yang memacu cepat di tulang rusuk.Dastan terdiam sejenak, matanya yang tajam menyelidiki. Ia memindai setiap kerutan di wajah Moza, mencari celah kepalsuan atau penyesalan dalam kepasrahan wanita itu.Namun, Moza tidak goyah. Dia telah membangun tembok di sekeliling hatinya. Keputusan telah dibuat, dan ia akan memainkan peran ini sampai tuntas.Akhirnya, bibir Dastan melengkung sangat tipis, menunjukkan gurat kepuasan yang berbahaya. Aura kemenangan memancar kuat dari matanya.“Jika kau sungguh-sungguh dengan ucapa

  • Pelayan Lima Tuan Muda Perkasa   Apa Kau Siap Menjadi Milikku?

    Setelah mengetuk dua kali, Moza menunggu dengan jantung berdebar. Setiap sel sarafnya terasa tegang, menunggu detik-detik pintu akan terbuka.Namun, tidak ada yang terjadi. Entah Dastan sengaja membuatnya menunggu, atau masih berada di kamar mandi.Keberanian Moza mulai menguap, digantikan oleh rasa panik. Jika tidak ada jawaban, ia terpaksa pergi sebelum Abigail terbangun, atau Kageo keluar dari kamar dan mendapati dirinya berdiri di depan kamar Dastan.Tak mau menyerah terlalu cepat, Moza mencoba peruntungannya. Ia mengangkat tangan dan mengetuk sekali lagi, sedikit lebih keras. Ia menunggu sambil menghitung mundur dalam hati. Tepat ketika Moza hampir menyerah, ada suara gerakan dari dalam.Pintu kamar Dastan terbuka. Pria itu berdiri di ambang pintu, mengenakan piyama kimono berwarna hitam yang diikat longgar. Belahan piyama yang terbuka, menampakkan sebagian besar dada Dastan yang bidang dan keras. Rambutnya yang biasanya rapi, tampak sedikit berantakan.Moza menahan napas sejena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status