Langkah Argio terhenti ketika melewati kamar Naya. Ia merasa penasaran dan mendekat ke pintu kamar tersebut. Dengan perlahan, tangannya meraih pegangan pintu dan memutar handelnya. Pintu terbuka perlahan, dan Argio melihat Naya berbaring tenang di kasur dengan selembar handuk kecil di keningnya.Melihat keadaan Naya yang baik-baik saja Argio kembali menutup pintu kamar itu, sebelum pintu kamar tertutup rapat. Suara barang jatuh membuat pergerakan Argio terhenti. Ia kembali membuka pintu kamar itu lebar dan melihat Naya tiba-tiba bangkit dari kasur lalu berlari ke arah kamar mandi. Handuk kecil yang menempel di kening Naya terjatuh ke lantai.Huek!Wanita itu kembali memuntahkan lendir bening dari dalam mulutnya. Rasanya cairan dalam tubuhnya terkuras habis karena muntah terus-menerus sedangkan yang dikeluarkan hanya lendir bening.Naya tersentak ketika merasakan sentuhan hangat ditengkuknya. Meskipun begitu ia tampak tak memperdulikannya. Sekitar beberapa menit, rasa mual itu sedikit
Suara dentingan sendok dan garpu mengudara dan mengisi keheningan di ruang makan tersebut. Saat semua orang begitu menikmati hidangan yang disantap, berbeda dengan Argio yang diam tanpa ingin menyentuh makanannya. Pikiran pria itu sibuk memikirkan nasib Naya. Setelah mendapatkan kabar dari Merry, ia menjadi tak tenang."Bagaimana pekerjaanmu di perusahaan sekarang?" Pertanyaan yang dilontarkan Arga membuat Argio langsung menatap sang ayah yang duduk berhadapan dengannya. "Semuanya berjalan dengan baik, Yah." Caesa diam menyimak obrolan antara ayah dan anak itu sambil menikmati makanannya."Kamu selesaikan semua urusan pekerjaan di perusahaan, karna dua minggu lagi, kalian berdua akan bertunangan. Ayah tidak ingin saat acara pertunangan berlangsung, kamu sibuk mengurus pekerjaan," ucap Arga menatap Argio dan Chelsea bergantian.Chelsea tersenyum lebar mendengar ucapan calon ayah mertuanya. Ia menoleh menatap Argio di samping."Urusan pekerjaan bisa aku limpahkan pada Aldo, Yah.""Mal
Suasana dalam ruangan itu mendadak mencekam bagi Naya. Ia tidak berani menatap sepasang mata tajam yang terus menyorot ke arahnya. Kedua tangan Naya masih meremas sprei seolah menyalurkan rasa gugup bercampur takut. "Sepertinya kamu sangat senang mencari masalah." Setelah beberapa saat dilanda keheningan Argio membuka suara. Dengan sedikit keberanian Naya melirik Argio yang berdiri di samping brankar. "Sudah tahu alergi, tapi tetap saja dimakan! Apa kamu tahu itu sangat membahayakan kandunganmu?" Naya semakin menunduk mendengar ucapan Argio yang menyalahkan dirinya atas kondisi buruk yang ia alami sekarang. Ucapan pria itu memang benar. Tapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mencoba makanan yang ia inginkan. Seolah ia memiliki keinginan kuat untuk sekadar mencicipinya. "A-aku hanya ingin mencicipi_" "Sama saja! Kamu bukan hanya lemah tapi juga bodoh!" sembur Argio, membuat dada Naya terasa perih."Gara-gara kamu dilarikan ke rumah sakit, aku harus kembali lagi ke Jakarta!"
Napas Naya tersengal bersamaan dengan kedua matanya yang terbuka lebar ketika merasakan sentuhan yang menjalar dibagian tubuhnya. Sementara sang pelaku langsung menjauhkan dirinya setelah menghirup aroma manis dari tubuh Naya. Wajah Argio terlihat tenang seolah tidak terjadi apa-apa."Apa yang Tuan lakukan?" Naya bertanya dengan suara sedikit tersendat. Ia merasa curiga dengan pria itu."Aku tidak melakukan apapun. Hanya memeriksa apa di tempatmu masih ada selimut. Lagipula aku tidak semudah itu tergoda padamu. Jangan berpikir aku akan macam-macam," balas Argio tampak tersinggung ketika Naya menatap dirinya seperti pria mesum.Naya diam, tak berminat membalas ucapan Argio. Padahal ia belum bertanya apa-apa tapi pria itu langsung menyemburkan kemarahan padanya. "Aku terbiasa tidur dengan selimut," ucap Argio meluruskan. Ia tidak ingin wanita itu besar kepala setelah tahu ia menyentuhnya. Sedangkan Naya menatap ke arah pendingin ruangan. Di ruangan ini memang lumayan dingin dan ia me
Naya yang baru saja bangun tidur, keluar dari kamarnya ketika mendengar suara bising dari lantai bawah. Suara tawa dan obrolan beberapa orang membuat Naya begitu penasaran. Ia mendekat pada balkon dalam mansion itu. Kening Naya mengernyit melihat dua wanita dengan satu pria asing tengah berkumpul di meja makan di lantai bawah. "Apa mereka keluarga Argio?" gumam Naya penuh tanya. Mata Naya masih setia mengamati orang-orang asing di lantai bawah tersebut. "Nona?" Naya terperanjat kaget hingga jantungnya berpacu lebih cepat ketika seseorang menyentuh bahu lalu memanggilnya. Ia berbalik badan dan mendapati Merry. "Bi? Ada apa?" tanya Naya sambil menormalkan detak jantungnya. "Nona, diminta Tuan Argio untuk turun ke bawah, sarapan bersama." "Maksudnya makan bersama mereka?" tanyanya lagi sambil menatap kembali pada orang-orang di lantai bawah. Merry mengangguk."Iya, itu keluarga Tuan Argio, jadi Anda tidak perlu takut," jawab Merry seolah menjawab rasa penasaran Naya dengan oran
Semilir angin sore menerpa lembut permukaan wajah Naya yang saat ini tengah duduk di sebuah kursi panjang yang berada di taman belakang mansion. Rambut panjang wanita itu berayun-ayun begitu indah mengikuti hembusan angin.Manik coklatnya menatap lurus ke arah bunga-bunga yang bermekaran dengan indahnya. Semenjak tinggal di mansion Naya lebih suka menghabiskan waktunya di taman. "Nona ingin makan sesuatu? Dari tadi siang Nona belum makan apapun."Naya yang tampak melamun dengan sorot mata yang menampilkan kekosongan kini mendongak menatap Merry di hadapannya. Ia menggeleng lemah menolak tawaran pelayan yang selalu menemaninya. Semenjak mendengar Argio akan bertunangan membuat perasaan Naya memburuk. Entahlah, ia tidak memiliki perasaan apapun pada pria itu, namun hatinya sakit dengan kabar yang ia dengar. Naya menghela napas panjang."Menurut Bibi apa aku terlihat sangat menyedihkan? Setelah semuanya terjadi aku merasa sudah tidak memiliki tujuan hidup lagi."Semenjak kejadian naas y
"Kamu sedang hamil dan seharusnya tidak mengonsumsi buah nanas yang membahayakan kandungan!" bentak Argio menatap penuh kemarahan."Apa kamu sengaja melakukan ini semua?" tudingnya. Naya dengan cepat menggelengkan kepalanya, membantah tuduhan pria itu padanya. "Merry!" Teriakan Argio menggelegar memanggil pelayan yang ia tugaskan menjaga Naya. Suara keras Argio membuat Caesa dan Chelsea yang ada di lantai bawah tampak terkejut. Kedua wanita itu saling pandang dan setelahnya bangkit dari sofa lalu menyusul ke lantai atas. Mereka penasaran apa yang terjadi sampai Argio berteriak cukup keras. "Ada apa Tuan memanggil saya?" Merry berjalan tergopoh-gopoh ketika Argio memanggilnya. Pelayan itu melirik Naya yang tampak cemas bercampur takut di hadapan Argio. Tidak lama Caesa dan Chelsea memasuki kamar tersebut. "Ada apa Argio? Kenapa teriak-teriak?" tanya Caesa menghampiri putranya dengan raut wajah penasaran. Argio tak menghiraukan ucapan sang bunda, tatapan matanya lurus ke arah Merry
Argio bersandar pada body mobil sambil menyesap rokok yang terapit diantara jari tengah dan telunjuknya. Asap rokok yang berembus membuat Naya menutup hidungnya. Ia mendongak menatap Argio yang berdiri di samping. Pria itu menatap lurus ke arah jalanan yang dilewati para pengendara. Tiba-tiba saja Argio menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang minim oleh rumah penduduk ataupun bangunan-bangunan seperti ruko. Pria itu melirik Naya di sampingnya. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Argio menyadari tatapan Naya. "Kapan kita pulang? Kenapa kita ke tempat seperti ini?" Naya menatap sekitar yang tampak sepi, hanya ada beberapa pengendara yang lewat dan satu lampu jalan yang menerangi tempat mereka berdua berdiri sekarang. "Tunggu sebentar. Lebih baik makan belanjaan yang kamu beli tadi," titah Argio memerintah. Naya menatap ke dalam mobil yang terdapat satu kantong besar belanjaan berisi makanan ringan dan snack. Bukan Naya yang membeli belanjaan sebanyak itu melainkan Argio. Pr