Share

BAB 3. Kucing Kecil

Author: depdep
last update Last Updated: 2025-10-03 07:01:33

Menggeleng, Alisia memberi isyarat kalau dirinya akan patuh dan tidak berteriak lagi. Lelaki menakutkan itu menepati ucapannya sehingga melepaskan bekapan tangannya.

Alisia masih menggigil karena lelaki itu belum beranjak dari atas tubuhnya dan kini malah menatapnya lekat. Selama beberapa saat Alisia masih ditindih, hingga belum ada tanda-tanda dirinya akan dilepaskan.

Karena itu Alisia mencoba memberanikan diri dengan berkata. "Permisi, s-saya... hmm... itu.... b-bisakah anda menjauh dari saya dulu? Posisi kita sekarang rasanya agak..."

Bisa dibilang terlalu intim untuk dua manusia beda jenis kelamin, berada diatas ranjang yang sama. Tapi cukup memalukan mengingat bagaimana posisi mereka.

Dan menyebalkan karena mereka jelas orang asing bagi satu sama lain. Seharusnya mereka tidak seperti ini.

Bagi Alisia yang sepanjang hidupnya terkurung di rumah keluarga Patel, apa yang terjadi sekarang jelas momen yang membuatnya ketakutan.

"Kenapa?"

"A-apanya yang kenapa?" tanya Alisia heran. "Tentu saja karena anda terlalu besar dan berat sehingga saya—"

"Kenapa berjalan sendirian seperti pagi tadi?"

"Hah...?"

Ternyata itu lah yang ingin ditanyakan lelaki ini. Alisia malah memikirkan hal lain.

"Melihatmu tidur nyenyak, aku rasa kamu sudah jalan kaki begitu jauh sehingga kelelahan."

Alisia malah berpikir kalau dirinya jatuh pingsan karena terkejut. Tapi ternyata dia malah tertidur karena kelelahan setelah jalan berjam-jam lamanya.

Dan bisa-bisanya dia tidak waspada sehingga bisa tidur dengan nyenyak di samping lelaki yang entah punya niat apa terhadapnya.

"A-aku memang kelelahan. Tapi apa kita bisa bicara dengan posisi yang lebih baik? D-dengan duduk misalnya. K-karena ini rasanya—"

"Apa kamu punya gangguan bicara?"

Alisia menggeleng. "Saya bisa bicara dengan baik. Hanya sedikit—"

"Takut padaku?"

Itu memang benar. Dirinya takut. Tapi Alisia lebih senang dengan ide untuk membantah agar tidak membuat lelaki ini tersinggung.

"B-bukan begitu. Saya kurang nyaman kalau kita terus bicara seperti ini. Maksud saya, akan lebih baik kalau kita sama-sama duduk."

Barulah Alisia bisa bernafas lega saat lelaki itu menjauh darinya. Tangannya menyentuh dada dan bisa merasakan detak jantungnya yang menggila.

Hari pertama melarikan diri dari keluarga Patel, dirinya berakhir di ranjang lelaki menakutkan.

Rambut lelaki itu sepanjang milik Alisia. Di pelipis kanannya ada bekas luka memanjang. Lelaki itu berkumis dan juga memiliki janggut.

Tapi Alisia pikir lelaki itu belum tua. Perawakannya seperti menunjukkan usia tiga puluh tahunan.

Bergegas Alisia menyusul untuk duduk. Tanpa ragu dia pun mengomentari penampilan lelaki itu. "Anda tidak mau berpakaian? Maksud saya, tidak mau mengenakan atasan dulu?"

Bekas luka bukan hanya terlihat ada di wajah lelaki itu. Tapi lebih banyak di badannya.

"Bicara lah dengan santai. Aku bukan atasanmu."

Bagaimana Alisia bisa berbicara santai sementara mereka tidak saling mengenal? Dia masih tau caranya bersikap sopan.

"O-oke. Apa sejak tadi pagi kita tidur disini berdua?"

Lelaki itu menatapnya datar. "Ini kamarku kalau kamu tidak tau."

"Tentu saja aku tau kalau ini kamarmu karena kamar ini jelas bukan milikku. Tapi kenapa aku bisa disini?"

"Lalu kamu seharusnya ada dimana?"

Lelaki itu balik bertanya sehingga Alisia bingung bagaimana menjawabnya. "Apa maksudmu?"

"Kalau bukan disini, kamu seharusnya ada dimana? Tergeletak begitu saja di jalanan hingga tidak ada yang menjamin kalau kamu masih akan tetap utuh?"

Seketika Alisia merinding mendengar kata utuh. Ibunya sendiri pernah berkata kalau kehidupan diluar begitu sulit. Tapi karena ibunya mampu bertahan, makanya Alisia berani untuk mencoba.

Tapi ucapan lelaki itu membuatnya berpikir, bagaimana kalau seandainya Alisia bertemu orang jahat. Kalau bukan dinodai, mungkin dirinya akan dibunuh.

"Bukan begitu maksudku. Aku cuma ingin tau kenapa aku bisa berakhir di dalam kamarmu."

"Kamu tidur di pelukanku dan aku tidak tega meninggalkan seorang perempuan di jalanan begitu saja."

Lelaki yang masih memiliki hati nurani ternyata. Alisia beruntung karena bertemu orang sebaik ini.

"Tapi kenapa tidak menempatkan aku di kamar tamu saja? Kenapa di kamarmu hingga kita harus berbagi ranjang?"

"Apa kamu tidak bisa berterima kasih saja? Karena aku merasa cukup dengan itu."

Alisia menggeleng. Dia lupa melakukan itu sehingga baru sadar setelah menerima sindiran. "Aku pasti sangat merepotkan kamu. Maaf karena itu dan terima kasih atas bantuannya."

"Tidak merepotkan. Aku bahkan heran kenapa menggendong kamu rasanya seperti sedang membawa sekarung kapas."

"Aku tidak seringan itu," protes Alisia cepat. "Aku cuma bertubuh kecil dan kurus." Karena itu terasa ringan saat digendong oleh lelaki bertubuh besar ini.

"Ya, aku bisa melihat sendiri betapa kurus dan kecilnya kamu. Terlihat persis seperti orang yang hanya makan sekali dalam tiga hari."

Alisia tetap makan tiga kali dalam sehari. Hanya saja dalam porsi kecil sambil dilanda rasa takut. Alisia tidak ingin diracuni seperti yang terjadi pada ibunya.

"Para gadis biasanya memang bertubuh kecil dan kurus. Karena penampilan yang begitu disukai lelaki."

"Siapa bilang?" Lelaki itu bertanya dengan suara terdengar mengejek. "Aku rasa lelaki umumnya suka perempuan yang memiliki pantat dan dada besar."

Apa lelaki ini baru saja mencela badannya karena Alisia tidak memiliki dada dan pantat yang besar?

Meski benar, Alisia mencoba bersabar. Dalam hatinya dia berdoa agar lelaki ini kelak mendapatkan istri yang tidak memiliki dua hal tadi.

"Apa yang tadi aku temui di jalan itu, ehm... yang berambut panjang itu adalah kamu?"

"Sekarang kamu melihat rambutku panjang atau tidak?"

Itu artinya benar. Bahwa lelaki ini lah yang Alisia temui saat di jalan tadi.

"Siapa tau aku bertemu seorang perempuan. Karena itu aku bertanya."

"Kamu tidak bisa mengingat wajah orang dengan baik ya?"

"Bukan begitu," bantah Alisia. "Tadi itu karena sorotan dari lampu mobil, makanya penglihatanku kurang jelas."

Lelaki itu mengangguk-angguk. "Alasanmu bisa diterima untuk sekarang."

"Tapi kenapa kamu bisa keluar dari mobil? Bisa saja aku adalah orang jahat."

Meski tubuhnya kecil, Alisia menutupi kepalanya dengan jaket. Seharusnya lelaki ini tidak tau kalau dirinya hanyalah gadis yang tidak berdaya.

"Aku kebetulan lewat disana dan bertemu kucing kecil yang terlihat kelelahan. Bahkan dari caranya berjalan saja sudah menunjukkan kalau dia akan tumbang."

Alisia mengangguk-angguk karena mulai paham dengan apa yang terjadi pagi tadi. Lelaki ini tidak sengaja turun dari mobil untuk menyelamatkan seekor kucing dan mengejutkannya.

"Ternyata begitu." Alisia bisa sepenuhnya lega. Lelaki ini ternyata benar-benar orang yang baik. "Tadinya aku cukup terkejut karena aku pikir kamu turun dari mobil untuk menyakitiku—"

"Kamu lah kucing kecil yang ku maksud."

"Oh, ternyata aku kucing yang kamu maksud. Eh... apa maksudnya aku adalah kucing?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelukan Hangat Musuh Keluarga   BAB 46. Tugas Berat

    Dulu saat kematian ibunya, semua orang bersikeras kalau Natasya, ibu kandung Reed meninggal dunia karena sakit. Wanita itu terpaksa meninggalkan suami yang sangat mencintainya, anak sulung yang menjadikannya sebagai pengajar kebaikan, serta si kembar yang masih belum paham bagaimana caranya kehidupan.Tapi saat itu hanya Reed lah yang kesulitan untuk mempercayai semua yang mereka katakan mengenai penyakit yang diderita sang ibu. Lelaki itu memiliki keyakinannya sendiri bahwa sang ibu meninggal bukan karena penyakit.Reed percaya kalau ada campur tangan Patel dalam kematian ibunya, seiring dengan penemuan beberapa orang mata-mata Patel dalam lingkungan keluarganya beberapa minggu sebelum kemalangan itu terjadi. Sehingga beberapa hari setelah pemakaman Natasya, Reed pun memutuskan untuk meninggalkan rumah.Dua tahun lamanya lelaki itu menghilang dari keluarganya. Tapi bukan berarti Kensington tidak mengetahui dimana keberadaannya.Para tetua Kensington tau kalau Reed berada didalam kelu

  • Pelukan Hangat Musuh Keluarga   BAB 45. Tempat yang Layak

    Rambut yang diikat tinggi itu kini berayun kiri dan kanan saat Nathalie berjalan cepat. Perempuan berusia enam belas tahun itu tampak bersemangat sore ini.Tangan Nathalie terangkat dan melambai, sebelum berlari kecil agar mengurangi jarak diantara mereka. Alisia baru saja keluar dari kamarnya dan menutup pintu."Hai, Nath." Alisia lah yang menyapa lebih dulu setelah Nathalie berdiri dihadapannya. "Apa yang menarik sore ini sampai-sampai kamu terlihat begitu senang?"Pulang sekolah, Nathalie sempat tidur sebentar. Setelah bangun, dia mandi lalu segera menuju rumah sang kakak. Tujuannya jelas untuk bertemu Alisia dan ingin menikmati sore hari bersama.Sementara Alisia, tadinya berpindah ke kamar setelah mendengar cerita Emma. Baru beberapa menit merebahkan badannya diatas kasur, Emma memberitahu tentang kedatangan Nathalie.Karena itu Alisia segera keluar kamar setelah menghabiskan beberapa menit di kamar mandi. Tepat keluar kamar, Nathalie langsung tertangkap di matanya dengan raut wa

  • Pelukan Hangat Musuh Keluarga   BAB 44. Melenyapkan Hingga ke Akarnya

    "Apa kamu dalam kondisi tidak sehat sekarang?"Damian tidak tau apakah dirinya terlihat lemah atau pucat sehingga pertanyaan seperti itu keluar dari bibir Reed. Padahal Damian merasa segar hari ini karena suasana hati Reed pun tampak cukup baik.Sejak pagi tadi hingga sekarang sudah hampir waktunya jam pulang kerja, Damian tidak menghadapi Reed yang emosi. Entah apa yang terjadi sebelumnya di rumah sehingga Reed menjalani sepanjang hari tanpa kemarahan."Saya sehat dan tentunya baik-baik saja, Tuan. Anda tidak perlu khawatir. Dan terima kasih atas perhatiannya."Reed bertanya bukan karena khawatir pada lelaki dewasa yang satu ini. Dan dirinya pun tidak sedang memberikan perhatian dalam bentuk apapun pada Damian.Tapi karena berkas di tangannya membuat Reed berasumsi bahwa Damian mungkin sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya makan siang yang tidak lancar sudah mempengaruhi kinerja sekretarisnya itu."Yang dibutuhkan dalam berkas ini hanya tanda tangan ayahku."Reed mengangkat tinggi

  • Pelukan Hangat Musuh Keluarga   BAB 43. Rumah Penampungan

    "Tuan Ken lah yang menyelamatkan kami saat itu."Satu pertanyaan langsung muncul di kepala Alisia. Kenapa Emma bisa bertemu dengan Ken? Apa Ken sempat memiliki nasib yang buruk sehingga menjadi salah satu korban dari perdagangan orang?"Kenapa Ken bisa ada disana?"Dan pertanyaan itu pun terjawab dengan cerita yang cukup panjang dari Emma.Ken merupakan calon penerus utama dalam keluarganya, sama seperti posisi Alexander dalam keluarga Patel. Kelak setelah ayahnya tak lagi kuat untuk memimpin keluarga atau meninggal dunia, seluruh anggota keluarga dengan nama belakang yang sama akan berada dibawah kepemimpinan Ken.Untuk menjadi calon penerus utama dari keluarga sebesar ini, jelas bukan hal mudah. Karena semua yang ada dalam diri Ken akan dinilai sebagai kegunaan atau tidak. Kemampuannya akan terus dilatih dan juga dikembangkan.Sejak dulu Ken sering mendapat beberapa tugas sebagai uji kelayakannya menjadi calon penerus keluarga. Hal yang sudah berlangsung sejak lelaki itu masih kecil

  • Pelukan Hangat Musuh Keluarga   BAB 42. Pertemuan Pertama Dengan Tuan Ken

    Satu per satu pelayan yang memiliki waktu luang, dia ajak untuk berbicara. Alisia bertanya mengenai pengalaman mereka saat hidup di luar sana, sebelum akhirnya mereka bisa bekerja di rumah Ken.Kebanyakan atas mereka memang terlahir dari keluarga miskin. Sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan hidup serba kekurangan. Jadi dimana pun berada, mereka mampu menyesuaikan diri dengan baik asalkan tidak dalam kondisi yang membahayakan nyawa.Sementara sisanya datang dari keluarga yang mengalami kebangkrutan pada usaha dan bisnis. Perubahan hidup secara tiba-tiba tentu membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri.Diluar sana, mereka terpaksa berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya untuk bisa bekerja sebagai pelayan. Ada pula yang sempat dipaksa untuk menjual diri ditempat pelacuran. Kehidupan yang begitu sulit sebelum berakhir di rumah ini.Dan benar seperti yang dikatakan Ken. Nyatanya Alisia terlalu naif karena hanya dengan mengandalkan satu informasi yang dia temukan di internet, lalu me

  • Pelukan Hangat Musuh Keluarga   BAB 41. Mata-mata

    Sekarang adalah waktu terlama bagi Tio meninggalkan pekerjaannya. Karena sejak kemaren siang hingga pagi ini, dia harus menemani dan melayani Aurelie yang sedang dihantui oleh kecemasan.Kaburnya Alisia Patel membuat Aurelie ketakutan. Penolakannya sebagai pengganti Alisia untuk menikah dengan Reed Kensington membuat seisi rumah keluarga Patel terasa ramai, sibuk dan sebenarnya cukup menghibur bagi Tio.Bagaimana tidak menyenangkan disaat melihat Aurelie tak henti-hentinya berusaha untuk membuat masalah? Sepertinya Aurelie berpikir kalau dengan teriakan dan tangisannya, Alisia akan kembali ke rumah Patel.Ethan dan Alexander sudah cukup dipusingkan dengan tingkah Aurelie. Bahkan Adrian yang semula ingin melindungi adiknya, sekarang lebih suka menghindar. Lelaki itu tidak bisa melawan kehendak dari ayah dan kakak laki-lakinya.Sementara Barbara yang biasanya tenang saat menghadapi masalah, kini menjadi kelimpungan dengan rengekan dari putri kesayangannya.Kalau Al

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status