Share

Uang Tunai 50 Miliar

Author: Mr. K
last update Last Updated: 2023-10-06 16:20:51

Henry dan kedua anak lelakinya berjalan menuju halaman depan.

“Apa maksudnya ini? Bukankah tadi kau bilang kau sudah menyingkirkannya, Joseph? Ataukah itu hanya bualanmu?” tanya Henry.

Joseph bingung harus menjawabnya seperti apa. Jujur saja, dia pun terkejut dengan kedatangan Morgan ini.

“Aku sudah memerintahkan anak-anak buahku untuk menghabisinya, Pa. Mestinya mereka membuang mayatnya ke hutan atau ke—”

“Faktanya dia ke sini! Si sampah itu ke sini!” Henry memotong penjelasan Joseph.

Jelas sekali, suasana hati Henry sedang sangat buruk, dan Joseph hanya membuatnya lebih parah.

Robert, yang lebih cerdik dari adiknya, memilih untuk tak mengatakan apa pun dulu.

Dia sibuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi saat anak-anak buahnya Joseph itu menghajar Morgan.

Sementara itu di luar, di halaman depan rumah Keluarga Wistara, Morgan berdiri layaknya tokoh utama di sebuah film laga.

Di sekitarnya pria-pria bepakaian serbahitam terbaring dan meringis kesakitan.

Mereka adalah para pengawal tambahan yang ditugaskan untuk melindungi kawasan ini, menjadi pelapis para satpam yang berjaga di gerbang depan.

Di sampingnya, sebuah tas jinjing besar berwarna hitam yang menggelembung.

Saat pintu rumah terbuka dan tiga orang pria muncul, Morgan mengarahkan pandangannya ke sana. Dilihatnya ketiga orang itu tercengang.

“Apa-apaan ini?! Kau… berani-beraninya kau mengacau di rumahku, Bajingan!” hardik Henry.

Setelah bertahun-tahun, Morgan kembali berhadapan dengan ayah mertuanya yang arogan ini.

Tapi jika dulu dia hanya akan menunduk dan diam saja dihardik seperti itu, kali ini tidak.

“Di mana Agnes? Aku datang untuk membawanya. Kita telah sepakat, kan, Joseph?” ujar Morgan.

Henry mengerutkan kening dan menatap Joseph.

Joseph memang tak mengatakan apa pun soal kesepakatannya dengan Morgan di rumah sakit tadi, sebab baginya kesepakatan konyol itu hanya omong-kosong.

Lagi pula, si pengambil keputusan di Keluarga Wistara bukanlah dia, melainkan Henry.

“Aku tak tahu omong-kosong apa yang kau maksud. Aku tak ingat pernah bersepakat dengan sampah sepertimu,” ucap Henry kemudian, menatap Morgan kembali.

“Yang kulihat sekarang, kau menghajar orang-orangku, di rumahku. Ini pelanggaran privasi! Jangan harap kau bisa pergi begitu saja!” sambungnya.

Morgan memicingkan mata. Dia sudah bisa menebak kalau jadinya akan seperti ini.

Dia pun menatap Joseph dengan dingin. Kakak iparnya itu langsung tercekat, seolah-olah dia melihat hantu.

“Baiklah. Seharusnya aku tahu kalau satu-satunya orang yang bisa dipegang omongannya di keluarga ini adalah kau, Ayah Mertua,” ucap Morgan, sinis.

“Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan? Aku akan memberikan kepada kalian apa yang sedang kalian butuhkan. Sebagai gantinya, biarkan aku membawa Agnes. Aku akan mengobatinya dan merawatnya,” sambungnya.

Mendengar itu, Henry langsung tertawa terbahak-bahak.

“Kau tahu apa yang saat ini kami butuhkan, hah? Suntikan dana untuk perusahaan. Dan kau tahu besarannya berapa? 50 miliar! Memangnya kau pikir kau punya uang sebanyak itu? Orang miskin sepertimu… bahkan 5 juta saja saat ini belum tentu kau punya!” cecarnya.

Menanggapinya, Morgan hanya tersenyum kecut.

Dia tahu saat ini Keluarga Wistara sedang membutuhkan 50 miliar. Kris telah memberitahunya hal ini dalam perjalanan ke Rumah Sakit P.

Dan dia telah menyiapkan uang itu.

“Cuma 50 miliar? Oke, akan kuberi kalian 50 miliar. Tapi kalian harus berjanji, di detik kalian mendapatkan uang itu, di detik itu pula aku bisa membawa Agnes. Oke?”

Kali ini apa yang dikatakan Morgan membuat Henry terdiam. Dia mendelik. Menurutnya Morgan hanya membual dan lama-lama dia muak juga dengan bualan menantunya ini.

“Berhenti bermain-main denganku, Morgan! Kau mungkin bisa menghajar para pengawalku, tapi jangan lupa, setelah apa yang kau lakukan ini aku bisa kembali menjebloskanmu ke penjara. Jangan remehkan pengaruh Keluarga Wistara di kota ini!” ancam Henry.

“Betul kata Papa. Kalau kau pikir kau begitu hebat karena bisa melumpuhkan orang-orang ini, kau salah. Dunia ini tak semudah yang kau bayangkan, Morgan. Dan kau harus ingat, kau ini hanya mantan narapidana. Jangankan punya uang 50 miliar, kau bisa mendapatkan pekerjaan setelah ini saja itu sudah keajaiban. Sadari posisimu, Sialan!” timpal Robert.

Morgan terkekeh. Dua orang ini, mereka bertingkah seolah-olah mereka tahu betul Morgan saat ini seperti apa.

“Katakanlah aku bisa memberi kalian uang 50 miliar yang kalian butuhkan itu. Bagaimana dengan tawaranku tadi? Kalian berjanji akan membiarkanku membawa Agnes?” tanya Morgan.

Wajah Henry langsung memerah. Dia pun mendengus seperti banteng.

“Oke! Kalau kau memang punya uang sebanyak itu, tunjukkan padaku! Baru setelah itu kita bicara soal tawaran dan kesepakatan!” kata Henry.

Morgan tersenyum miring. Dia lalu mengambil tas jinjing di dekatnya itu.

Dengan tegap dan penuh percaya diri, Morgan melangkah ke depan membawa tas jinjingnya itu.

Setelah jarak antara dia dan ayah mertuanya hanya tiga meter, dia lemparkan tas tersebut.

“Uang yang kalian butuhkan ada situ. Hitung saja kalau kalian mau,” ucapnya.

Hening sejenak, Robert kemudian tertawa.

“Heh, kau pikir kami percaya tas yang kau lempar ini berisi 50 miliar rupiah? Kau pikir berapa banyak lembaran uang yang dibutuhkan untuk mencapai 50 miliar? Kau bisa menghitung tidak, hah?” cibir Robert.

“Orang ini sudah gila. Baru juga keluar dari penjara, dia bertingkah seolah-olah dia punya uang tunai sebanyak itu. Aku berani bertaruh, paling juga tas jinjing ini isinya baju-baju kotor dan sampah-sampah. Cocok buat sampah seperti dia!” timpal Joseph.

Henry mendengus. Apa yang dikatakan dua anaknya itu ada benarnya. Mana mungkin mantan narapidana yang baru saja bebas seperti Morgan punya uang sebanyak itu.

Lagipula, kalaupun isinya benar lembaran uang kertas, memangnya jumlahnya mencapai 50 miliar?

Butuh lima puluh ribu lembar seratus ribuan mencapai 50 miliar rupiah!

Lembaran sebanyak itu tak mungkin cukup dimasukkan ke tas jinjing di hadapannya!

‘Dasar pembual!’ pikirnya.

Ketika dia menatap Morgan lagi, sorot matanya memancarkan kemarahan.

“Berhenti membuang-buang waktuku! Kau masih punya kesempatan untuk angkat kaki sekarang juga. Kalau tidak, akan kutelepon polisi dan kulaporkan kau atas tuduhan memasuki ruang pribadiku tanpa izin!” hardik Henry.

Tetapi Morgan, di hadapannya, malah menghela napas seolah menyepelekan mereka.

“Kalau kalian tak mau membuka tas jinjing ini, biar aku yang buka,” ujarnya.

Langsung saja dia mendekati tas jinjing tersebut dan berjongkok.

Uang ini telah dia siapkan secara teliti oleh pihak bank sebelum dia meluncur ke tempat ini.

Saking tak biasanya penarikan tunai dalam jumlah sebanyak itu, pihak bank tadi sampai memperlakukannya seakan-akan dia nasabah terpenting yang mereka miliki.

“Ayo cepat buka! Cepat tunjukkan kepada kami kalau isi tas ini memang uang!” ucap Robert.

“Kalau sampai isinya memang uang, dan jumlahnya benar 50 miliar, kau boleh menamparku seratus kali!” ujar Joseph.

Morgan yang akan menarik retsleting tas jinjing itu mengambil jeda, menatap Joseph dengan mata memicing.

“Aku pegang kata-katamu, Joseph. Kali ini tak akan kubiarkan kau mengelak,” katanya.

Barulah setelah itu dia membuka retsleting tas jinjingnya, dan seketika itu juga lembaran-lembaran uang berhamburan keluar.

Joseph sampai mundur dua langkah saking terkejutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Datuk Abd Azis
lanjutkan karya mu pak/bu saya suka karya ini
goodnovel comment avatar
Sul Lasmi
bagus alur ceritanya,jangan mililai orang dari luarnya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tak Belajar dari Kesalahan

    Kulit muka Orkan seketika pucat. Dia seperti orang yang baru saja melihat hantu.Dan, sebelum sempat dia melepaskan tembakan lagi, Morgan sudah menerjang ke arahnya, melesakkan tinju yang menghantam pipi kirinya.“Ugh!”Sang jenderal itu terlempar dan berguling-guling di lantai. Keempat jenderal lain terkesiap. Muka mereka sama pucatnya dengan Orkan.“K-kau… s-siapa kau, Bangsat?!!” tanya Bamby dengan nada tinggi.Morgan memutar lehernya dengan pelan, menatap Bamby dengan tatapan yang menikam.“J-jangan berani-berani mendekat! Jangan mendekat atau kutembak!!” gertak Bamby sambil menodongkan pistolnya.Ketiga jenderal lain pun menodonkan pistol mereka ke arah Morgan.Morgan menatap mereka satu per satu, lalu terkekeh.“Sungguh menggelikan. Seperti inikah jenderal-jenderal tertinggi di negeri ini? Kalian membikin malu institusi militer di negeri ini!” kata Tony.“Anjing! Berani-beraninya kau menghina kami! Mulutmu itu harus dijahit!” bentak Gary.“Kau telah mengambil langkah yang salah

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tawaran untuk Membelot

    Orkan sesaat terdiam. Dia tak mengenal orang ini, tapi apa yang barusan diucapkannya seolah-olah menunjukkan kalau orang ini tahu siapa dia.“Siapa kau? Siapa yang membawamu ke sini?” tanya Orkan tegas.Morgan tersenyum mencemooh. “Siapa yang membawaku ke sini? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sendiri. Memangnya kau melihat ada orang lain yang bersamaku saat ini?” ledeknya.Orkan mendengus. Dia tidak tahu siapa orang ini sebenarnya, tapi dia pastikan dia akan memberinya pelajaran.“Siapa itu, Orkan? Informanmu?” tanya Bamby.“Bukan. Aku tak tahu orang ini siapa,” jawab Orkan.“Hah? Maksudmu?”Orkan hendak keluar dan mengatasi pria tak dikenal yang mengaku-ngaku Dewa Perang ini sendirian, tapi dia kalah cepat.Si pria tak dikenal, yang tak lain adalah Morgan, mendoorng pintu dan memaksa masuk. Kini Bamby dan yang lainnya pun bisa melihatnya.“Halo, para Jenderal. Sedang apa kalian berkumpul di sini? Membahas rencana kudeta?” seloroh Morgan.Saat itu juga, raut muka keempat jend

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Berkumpulnya Lima Jenderal

    “Kau Sang Dewa Perang?” tanya Bernard, menatap Morgan tak percaya.Lagi-lagi Morgan hanya mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Bernard pun jadi kesal.“Yudha, apa maksudnya ini? Kalau ini guyonan, sungguh ini guyonan yang buruk. Kau pikir aku percaya si anak muda yang songong ini adalah Sang Dewa Perang?” tanya Bernard sambil menatap Yudha.“Ini bukan guyonan, Bernard. Morgan memang Sang Dewa Perang,” jawab Yudha.“Apa? Jadi ini serius?”“Ya, tentu saja. Kau pikir aku akan begitu saja mengabdikan diriku pada sosok lain di militer selain Sang Dewa Perang?”Bernard menatap Yudha dengan alis hampir menyatu di tengah.Yang dikatakan Yudha itu masuk akal. Untuk apa juga dia begitu hormat dan percaya kepada seorang anak muda jika bukan karena si anak muda ini sesungguhnya sosok yang spesial.Tapi, benarkah Morgan rupanya sespesial itu?Bernard kembali menatap Morgan, memandangi wajahnya, mengamati gerak-geriknya.Dia memang belum pernah bertemu dengan Sang Dewa Perang. Selama ini dia me

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Morgan adalah Sang Dewa Perang

    Morgan membawa Bernard ke markas militer Kota HK. Di sana, sudah menunggu Kris dan Yudha.Bernard sebenarnya bertanya-tanya untuk apa Morgan membawanya ke sana, tapi dia tek mengutarakannya.Ini kali pertamanya dia memasuki markas militer Kota HK yang berada dalam tanggung jawabnya Yudha. Dia sepenuhnya waspada, berjaga-jaga kalau-kalau Morgan tiba-tiba menjerumuskannya ke dalam bahaya.“Tenang saja, Jenderal. Kau sekarang bagian dari kami. Di sini kau aman,” kata Morgan sambil tersenyum miring, seakan mendengar apa yang digumamkan Bernard di dalam kepalanya.Bernard hanya membalas dengan lirikan kesal. Dia arahkan lagi matanya ke luar jendela, mengamati apa-apa yang ada di markas militer tersebut.Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan ke ruangan tempat Morgan biasa bertemu dengan Kris dan Yudha untuk menyusun strategi.“Dari gerak-gerikmu, sepertinya kau sudah terbiasa ke sini. Tadi saja di depan tentara-tentara itu membiarkanmu masuk begitu saja tanpa kau perlu menunjukkan muka.

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Bernard Membelot

    “Kenapa? Apa kata-kataku kurang jelas?” tanya Morgan sambil duduk lagi di kursi, menyilangkan kaki dan tersenyum mengejek.Bernard menatapnya dengan benci. Orang ini benar-benar meremehkannya. Ini bukan lagi penghinaan baginya, melainkan lebih dari itu.“Kau ingin aku berada di pihakmu dan melawan para jenderal yang merupakan orang-orang penting di militer saat ini? Apa kau gila?” protes Bernard.Morgan mengangkat bahu, berkata, “Kenapa memangnya? Kau takut? Kau tak punya nyali untuk menentang mereka? Begitu, Jenderal?”Morgan lagi-lagi mengakhiri kata-katanya dengan senyum mengejek. Tak ayal itu membuat Bernard mendengus seperti banteng.“Lagi pula, Jenderal, bukankah aku yang memenangkan taruhan? Dan bukankah tadi kau bilang kalau ucapanmu bisa dipegang karena itu bagian dari prinsipmu?” sindir Morgan.Bernard kembali mendengus. Kebencian di matanya itu menyala-nyala. Tangan kanannya yang baru saja disembuhkan Morgan itu kini terkepal.Morgan menyadari betul apa yang dirasakan Berna

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Menaklukkan Bernard

    Morgan melangkah tenang sementara Bernard mundur dengan mata membulat. "Kenapa, Jenderal? Kau seperti sedang melihat hantu saja," sindir Morgan. "Kau! Apa yang kau lakukan pada Matthew?!" Bernard menyalak sambil terus mundur menjinjing kopernya. Mengabaikan pertanyaan Bernard, Morgan melirik koper hitam itu. "Sepertinya itu koper istimewa sampai-sampai kau membawanya di saat-saat seperti ini, Jenderal. Aku penasaran apa isinya," ucap Morgan. "Sialan! Jangan main-main kau denganku, ya!!" teriak Bernard, menjatuhkan koper hitamnya lalu mengambil pistol, mengarahkannya pada Morgan. Bernard melakukannya dengan cepat, tetapi Morgan sudah mengantisipasinya. Dengan gerakan yang tak kalah cepat, Morgan memegangi tangan Bernard yang besar lalu memelintirnya. "Arrgghhh!!"Pistol di tangan Bernard itu terjatuh. Morgan menendangnya. Pistol itu bergeser jauh ke belakang Bernard. "Kau tak tahu siapa orang yang kau hadapi, Keparat! Kau tak tahu neraka seperti apa yang akan menantimu kalau k

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Memburu Bernard

    Sebuah drone terbang di langit malam Kota HK, di atas sebuah hotel 12 lantai.Sesekali lampu kecil di bawahnya berkedip-kedip. Dalam setiap kali lampu itu berkedip, sebuah gambar terambil dan terkirim ke pusat pengendali.Drone itu dikendalikan oleh sebuah unit pasukan yang beroperasi tak jauh dari hotel. Mereka adalah tentara-tentara yang dikirim oleh Kris untuk sebuah misi khusu yang sangat rahasia.Setelah foto-foto itu sampai di pusat pengendali, segera mereka diolah dan dikirim ke Morgan.Morgan menerimanya lewat ponselnya. Dengan cara itulah dia memantau gerak-gerik Bernard.Selain gerak-gerik Bernard, Morgan juga memantau apa-apa yang dikatakan Bernard.Drone itu telah menembakkan sesuatu sejak sekitar satu jam yang lalu ke kamar hotel yang ditempati Bernard itu.Sesuatu itu bukan peluru, melainkan alat perekam kecil yang menempel di kusen jendela kamar.Teknologi canggih memungkinkan peluru itu berubah warna sesuai tempat dia menempel, sehingga mustahil bagi Bernard untuk meny

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kehilangan Besar

    “Siapa ini? Apa yang terjadi pada Matthew?”Bernard menanyakannya dengan nada tinggi. Matanya membulat.[Kau tahu siapa aku, Bernard. Dan sekali lagi kuingatkan: bersiap-siaplah. Selanjutnya kaulah orang yang akan kuburu dan kuhukum.]Tuuut…. tuuut… tuuut…Panggilan diakhiri begitu saja oleh si penelepon.Bernard tahu, orang yang bicara padanya barusan itu adalah Morgan.Pertanyaannya kemudian: apa yang terjadi pada Matthew?Fakta bahwa Morgan meneleponnya dengan menggunakan nomor Matthew menunjukkan kalau saat ini Morgan berada di dekat Matthew, atau dia baru saja mengambil ponselnya Matthew.Matthew tak mungkin meminjamkan ponselnya pada Morgan. Itu artinya, situasi Matthew sedang tidak baik-baik saja. Bernard khawatir Morgan telah menghabisinya.Disamping hubungan pertemanan yang cukup dekat akibat menjalin kerja sama bertahun-tahun dengan Matthew, Bernard melihat Matthew sebagai sosok krusial yang perannya sangat signifikan dalam rencana kudeta mereka.Tanpa Matthew, kudeta itu ta

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Akhir Tragis Matthew

    “Kau! Bagaimana bisa?”Matthew terbelalak. Dagunya seperti akan jatuh.Dia yakin betul kelima peluru tadi bersarang di tubuh Morgan. Lantas, bagaimana bisa Morgan masih bisa berdiri?Bahkan tanpa kelima peluru itu saja, Morgan mestinya sudah lumpuh gara-gara racun yang menyebar di tubuhnya.Dan pertanyaannya itu terjawab saat Matthew menemukan sesuatu yang janggal di tubuh Morgan.Kelima peluru itu memang bersarang di tubuh Morgan, tapi entah kenapa, kini mereka berlima keluar, seperti ada sesuatu yang mendorongnya dari dalam.Peluru-peluru itu pun jatuh ke lantai. Tubuh Morgan sendiri, tepatnya titik-titik di mana peluru itu tadi bersarang, dengan cepat pulih. Tak ada lagi luka atau apa pun.‘Apa maksudnya ini? Apa dia monster?’ pikir Matthew, masih terbelalak.Saat dia menatap wajah Morgan lagi, didapatinya Morgan menyeringai dan menerjangnya.Gerakan Morgan terlalu cepat untuk dia antisipasi. Belum juga dia mengangkat tangannya, Morgan sudah menonjoknya, tepat di muka.Brughhh!Mat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status