Share

Bab 118

Author: Lilia
Luis berdeham, lalu menatap Aska dengan ekspresi datar. "Apa kamu punya nasihat khusus untuk kami?"

Aska tertawa dengan canggung. "Nggak, nggak sama sekali."

"Atau mungkin makanannya nggak sesuai selera?"

"Enak, sangat enak."

Kalau sangat enak, kenapa matamu terus tertuju pada Anggi? Lihat saja makananmu itu!

"Baguslah. Kalau begitu, jangan sungkan." Dalam hati, Luis telah memutuskan untuk tidak mengajak Aska makan di kediamannya lagi.

Aska hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, tanpa berkata apa-apa. Tadi, dia hanya mengamati wajah Anggi. Melihat dari bintang nasib saja membuatnya masih agak ragu. Namun, setelah melihat wajah aslinya, efeknya benar-benar mengejutkan.

Kalau hanya dari bentuk wajah, dia mungkin hanya terlihat seperti wanita cantik biasa. Namun, tanpa riasan pun, wajahnya tampak anggun dan berkelas. Pakaiannya sederhana tetapi sangat rapi, setiap gerak-geriknya membawa aura seorang permaisuri.

Bagus! Sekarang dia bisa menjalin hubungan baik dengan Luis tanpa kekhawatir
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Has
next thor.. ..nunggu lama juga anggi jatuh cintanya ma pangeran selatan.. jgn jd salah paham yaa critanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 119

    Pada malam pertama pernikahan, Luis sempat melihat sebagian tubuh Anggi yang putih mulus. Gambaran itu terus menghantui pikirannya, begitu kuat hingga sulit dikendalikan.Dia menghela napas pelan, mentertawakan dirinya sendiri. Belakangan ini, kenapa dia makin mirip lelaki hidung belang? Bahkan, tubuh bagian bawahnya pun tak mampu dia kendalikan.Setelah mandi, Anggi mengenakan baju tidur yang bersih dan mendekati ranjang. Dia melihat Luis memejamkan mata rapat-rapat seperti sedang tidur.Dia melangkah perlahan, meniup lilin di atas meja, lalu baru naik ke ranjang dengan hati-hati, takut membangunkan Luis.Namun, dia tidak tahu Luis sedang kepanasan, mana mungkin bisa tertidur? Kalau diamati dengan saksama, daun telinganya pun memerah.Luis menahan diri dengan susah payah. Setelah napas Anggi mulai teratur, dia akhirnya membuka mata perlahan. Dia menoleh menatap wajah istrinya yang samar dalam cahaya temaram, sambil mengingat ucapan Aska siang tadi.Apakah benar takdirnya berubah karen

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 120

    Begitu masuk ke aula utama, Anggi langsung melihat Wulan berlutut di depan Ambar, menangis tersedu-sedu.Mina berseru lantang, "Yang Mulia Putri Selatan tiba!"Begitu mendengar panggilan resmi itu, wajah Ambar dan Ayunda seketika memucat. Ambar pun mendengus dingin, menatap Anggi dengan wajah datar, "Sekarang nenekmu juga harus memberi salam padamu?"Ayunda awalnya sudah berdiri untuk menyambut. Namun, setelah mendengar ucapan Ambar, dia duduk kembali dan berujar, "Hari ini Wulan hanya pulang untuk jamuan keluarga. Ini bukan acara resmi." Tatapannya melirik sinis ke arah Mina.Pelayan dari Kediaman Pangeran Selatan ini benar-benar angkuh. Berani sekali bersikap angkuh di Kediaman Jenderal Musafir!Anggi memandang seluruh ruangan dengan tatapan dingin, lalu berjalan menuju kursi utama di samping Ambar dan langsung duduk. "Etika Keluarga Suharjo sudah sangat kupahami. Nggak usah beri hormat kok.""Kamu ...." Wajah Ambar sontak memucat. Kursi utama di sebelah kiri itu biasanya hanya didud

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 121

    Anggi baru menyadari sesuatu. Setelah diamati dengan cermat, wajah Wulan ternyata babak belur. Penampilannya sungguh menyedihkan."Wulan, lebih baik jelaskan, kapan kamu memberiku bahan obat dan memintaku meracik salep untuk Nenek." Anggi menatap Wulan.Wulan menunduk, kedua tangan menutupi wajahnya, gemetaran tanpa bisa berkata-kata. Dia hanya bisa terisak-isak, bersembunyi di dekat kaki Ambar.Ambar merasa aneh, jadi menunduk dan bertanya kepada Wulan, "Kamu kenapa nggak bicara?""Nenek ...." Suara Wulan terdengar serak, seakan-akan dia sudah menangis berhari-hari.Anggi tak bisa menahan diri untuk berpikir kembali. Hari kedua setelah Wulan dan Parlin menikah, Sura melaporkan bahwa malam itu terdengar teriakan kesakitan dari kamar pengantin. Namun, tak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam.Melihat Wulan yang penuh luka, Anggi seperti sudah bisa menebak. Hanya saja, luka-luka ini tidak ada artinya dibandingkan penderitaan yang dia alami di kehidupan sebelumnya.Seluruh aula dipenuh

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 122

    Ambar yang belakangan ini menderita sakit kepala dan tidak bisa beristirahat dengan baik, merasa sangat terganggu mendengar tangisan Wulan.Dia mengentakkan tongkatnya ke lantai beberapa kali. "Kenapa nangis terus sih? Aku hanya minta kamu buatkan dupa penenang, tapi kamu terus saja berkelit. Kepalaku sakit sekali." Dia memijat pelipisnya.Wulan terus menangis. Ayunda pun kebingungan, terutama saat melihat tubuh Wulan yang penuh luka. Dia bisa membayangkan betapa kerasnya penderitaan yang harus dialami putrinya.Matanya mulai memerah. Dia memandang Anggi dengan penuh kebencian. "Kita ini satu keluarga. Kamu sudah menerima tugas ini, kenapa nggak melakukannya dengan baik? Kenapa kamu nggak tahu bagaimana cara berbakti pada nenekmu?"Anggi menjawab dengan dingin, "Bukannya sudah kujelaskan tadi? Aku nggak pernah mengambil tugas ini."Memang sebelumnya dupa penenang itu selalu dibuat oleh Anggi, tetapi Wulan merebut jasanya begitu saja.Sambil menghela napas, Anggi bangkit. "Nggak ada yan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 123

    Ini adalah pertama kalinya Dimas angkat bicara.Anggi tersenyum dan berkata, "Tuan Dimas, kamu ini Kepala Pengadilan Agung. Kenapa nggak coba diselidiki? Siapa tahu ada hal-hal besar yang selama ini Wulan sembunyikan dari kalian semua, yang bisa membuat kalian syok?"Sambil memandang langit biru di luar halaman, Anggi menggeleng dengan bosan. Kemudian, dia berjalan keluar bersama Mina. "Benar-benar membosankan, lain kali jangan ganggu aku lagi."Bibir Ambar bergetar, tetapi akhirnya terkatup rapat. Ayunda memeluk Wulan erat-erat, menatap punggung Anggi dengan kemarahan yang tak bisa diungkapkan.Sedangkan Dimas, dia hanya memperhatikan Anggi sejak tadi. Memikirkan betapa kejamnya sikap Anggi hari ini, perasaannya menjadi rumit.Dia memang tidak pernah menyukai Anggi. Namun, biasanya setiap kali bertemu, Anggi selalu memanggilnya kakak dengan hormat. Sejak Anggi menikah dengan Pangeran Selatan, mereka baru bertemu dua kali dan sikap Anggi selalu begitu dingin!Sekarang, Anggi bahkan mem

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 124

    "Ayah."Setelah kereta itu pergi, Pratama akhirnya tersadar karena panggilan seseorang. Dia menoleh, lalu melihat Dimas berdiri gagah di depan gerbang. Dia mengernyit dan bertanya, "Lanlan sudah kembali ke rumah?"Dimas mengangguk pelan. "Sudah." Ekspresinya terlihat rumit, membuat Pratama merasa ada yang janggal.Dia menaiki tangga, bertanya dengan santai, "Pangeran Pradipta ikut datang?"Dimas menjawab, "Nggak."Pratama langsung berhenti melangkah, menoleh ke arah Dimas. "Kamu sengaja cuti dan menunggu di rumah hari ini, tapi dia malah nggak muncul sama sekali?"Pangeran Pradipta benar-benar seperti hama. Tidak pernah ikut sidang istana, hanya makan, tidur, dan bermalas-malasan. Kenapa dia tidak datang?"Benar, dan ...." Dimas tampak ragu, lalu akhirnya melanjutkan saat melihat tatapan ayahnya, "Ayah sebaiknya lihat sendiri saja ke dalam."Sampai harus dilihat sendiri? Firasat Pratama semakin buruk.Saat sampai di aula utama, dia melihat Wulan terduduk di lantai, menangis tersedu-sed

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 125

    "Selama ini dia hanya berpura-pura. Sekarang melihat aku menikah dengan anggota keluarga kekaisaran yang nggak berguna, dia sengaja menekan dan merendahkanku.""Benar-benar gila."Wulan semakin bersemangat. "Aku jelas-jelas sudah memberitahunya kalau sakit kepala Nenek kambuh dan butuh dupa penenang. Semua bahan obatnya sudah kuserahkan padanya. Lalu hasilnya?""Dupa penenang nggak ada, bahan obat pun hilang. Akibatnya, hari ini Nenek memarahiku habis-habisan.""Di Kediaman Pangeran Pradipta, aku dihina karena omong kosongnya. Sekarang kembali ke rumah malah dianggap nggak berbakti. Ayah, anakmu ini benar-benar nggak sanggup hidup seperti ini lagi!""Keterlaluan!" Wajah Pratama memerah karena marah. Dia berdiri sambil menunjuk Ayunda. "Bawa dia pergi bersihkan diri!"Ayunda menyeka air matanya. "Suamiku ....""Sana, sana!" Pratama sudah kehilangan kesabaran. Bagaimanapun, Parlin adalah seorang pangeran. Apa yang bisa dia lakukan?Kedua putrinya menikah dengan anggota keluarga kekaisara

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 126

    "Bukan begitu, apa-apaan ini?" Pratama terlihat penuh amarah. Bagaimanapun, dia berasal dari keluarga jenderal dengan segudang prestasi di medan perang. Dia tidak mungkin bisa menerima penghinaan semacam ini dari Parlin, si pangeran pemalas itu.Parlin berkata, "Jenderal Pratama mungkin sudah terlalu lama menikah dan lupa ini namanya kain perawan. Pada malam pernikahan, ternyata Wulan bukan lagi seorang gadis perawan. Kalau kalian nggak bisa memberi penjelasan, aku nggak punya pilihan selain melapor ke Kaisar!"Pratama dan Dimas benar-benar syok. Seketika, mereka merasa wajah mereka seperti disiram air panas. Suasana di ruangan langsung membeku.Parlin duduk di kursi utama dengan santai. "Awalnya aku nggak percaya, tapi Wulan si jalang pasti sudah tidur dengan Satya! Aku ini masih menghormati Jenderal Pratama, jadi belum kubunuh dia!""Kamu ... ini ...." Pratama tergagap. Dia memang orang militer, tetapi hal semacam ini benar-benar membuatnya tak tahu harus bicara apa. "Pangeran, kamu

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 178

    "Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 177

    "Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 176

    "Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 175

    Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 174

    Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 173

    "Aku hampir nggak bisa bernapas," ucap Anggi dengan lirih.Luis terkekeh-kekeh, lalu menempelkan dahinya ke dahi gadis itu. Sambil bertatapan, dia berkata, "Nggak akan, aku akan hati-hati supaya nggak membahayakan Gigi." Siapa yang akan mati hanya karena berciuman?"Aku sudah mencicipinya, rasanya manis, manis sekali. Suapi aku dengan cara seperti ini lagi, oke?" pinta Luis dengan penuh harap.Luis ingin perlahan-lahan menggantikan posisi Satya di hati Anggi. Mungkin obsesinya dalam hidup ini bukanlah tahta, tetapi cinta tulus dari gadis di depannya.Anggi tidak menjawab. Namun, ketika Luis membawakan ceri baru, gadis itu membuka mulutnya dan menatapnya dengan sorot menggoda, menunggu Luis mengambil buah itu lagi.Luis melepas topengnya sambil tersenyum. Masih ada beberapa bekas luka di wajah pria yang berada tepat di depan Anggi. Namun, mata, hidung mancung, dan kontur wajahnya sangat sempurna.Anggi tahu, wajah pria ini akhirnya akan pulih 80% hingga 90% dari keadaan semula.Wajah Lu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 172

    Anggi membuka mulutnya, tetapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Setelah beberapa saat, dia berujar, "Aku mana berani mengontrol Pangeran?""Harus berani. Kalau nggak, hari-hari mendatang akan sangat membosankan," bujuk Luis.Anggi menatap pria itu. Apa dia serius? Bagaimana Luis bisa sebaik itu, begitu memanjakannya?Bak sedang sakit, jantung Anggi berdetak kencang. Begitu kencang hingga rasanya seperti hendak melompat keluar dari dadanya."Ya?" desak Luis.Anggi menjawab dengan wajah tersipu, "Aku hanya ingin melayani Pangeran dengan baik. Aku nggak berani melewati batas.""Baiklah, baiklah," kata Luis. Dia merasa mungkin sebaiknya dia tidak mendesak. Akan lebih baik jika Gigi melakukannya secara alami.Pada akhir bulan Maret, Luis pulang dari pengadilan dengan membawa hadiah.Melihat sekeranjang ceri merah yang tumbuh dua-tiga butir dalam satu tangkai, Anggi berucap kaget, "Nggak terasa, ceri-ceri ini sudah masak.""Ya, ceri merah ini segar, lembut, enak, dan manis. Kupikir

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 171

    "Baik. Biar aku antar, Pangeran," ujar Jelita sambil mengantar Parlin ke pintu.Jelita berdiri di dekat pagar. Setelah melihat Parlin sudah pergi jauh, dia baru menghela napas lega. Begitu berbalik, dia melihat Sunaryo berdiri di dalam kamar."Kapan Putra Bangsawan datang?" tanya Jelita sambil berjalan mendekat. Matanya bersinar lembut. Dia ingin menyerbu ke pelukan Sunaryo, tetapi akhirnya menahan diri.Sunaryo menarik Jelita ke dalam dekapannya dan berkata, "Waktu kamu mengantar dia dengan penuh cinta.""Siapa yang penuh cinta?" bantah Jelita."Aku sampai cemburu," ujar Sunaryo."Omong kosong, aku hanya berpura-pura," kata Jelita.Sunaryo bertanya sambil melingkarkan lengannya di pinggang gadis cantik itu, "Apa Jelita juga berpura-pura di depanku sekarang?" Air mata Jelita berjatuhan di pipinya saat dia menjawab, "Aku sudah berkorban banyak demi Putra Bangsawan, tetapi Putra Bangsawan masih nggak memercayaiku.""Aduh, jangan menangis, jangan menangis. Aku percaya padamu," bujuk Suna

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 170

    Fani terbelalak tidak percaya. Sejurus kemudian, dia menopang dirinya dan bersujud pada gadis di atas ranjang. Mulutnya mengeluarkan suara tidak jelas, bersumpah setia pada tuan barunya.Gadis itu tersenyum ramah dan berkata, "Jangan bicara lagi, aku nggak mengerti satu kata pun. Aku akan minta Riki membuatkanmu obat. Minumlah nanti, lalu oleskan ini di lidahmu."Si gadis memberikan sebotol obat pada Fani dan menambahkan, "Kamu harus sembuh."Fani bersujud lagi. Ya, dia harus sembuh! Dengan tuan sebaik ini, dia pasti segera sembuh dan melayaninya dengan baik.Saat botol obat itu sampai di tangannya, Fani mendapatinya sangat familier. Bukannya ini salep yang dijual di Balai Pengobatan Afiat?Tangan Fani yang memegang botol obat itu bergetar. Dia merasa sedih dan diperlakukan dengan tidak adil.Ketika mendengar perintah Pratama untuk memotong lidah Fani dan menjualnya, dia langsung pingsan, bahkan sebelum sempat memohon ampun. Dia terbangun di Balai Lelang, dengan rasa sakit yang menyiks

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status