"Akhirnya... kamu sudah sadar, Jason!" ucap pria yang datang kepada pria yang terikat.
Pria yang bernama Jason menatap pria yang berdiri di hadapannya, "Tuan Bram. Tolong, lepaskan aku." "Lepaskan?" sahut Bram. "Aku sudah lama menanti-nanti momen ini," jawab Bram. "Apa maksudmu, Tuan?" tanya Jason kebingungan. "Kau telah gagal menjalankan misi," jawab Bram. "Kau menggagalkan misiku," lanjutnya. Jason menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak, Tuan, aku tidak pernah gagal menjalankan misi yang kau berikan padaku, Tuan.""Benarkah?" sahut Bram, "Tapi, kenapa aku belum mendapat barangnya?" lanjutnya. Jason terbelalak, ia merasa misi yang sudah ia jalankan selalu selesai tanpa halangan. "Tidak mungkin, aku sudah memastikannya kalau barangnya aman." "Tapi, kenapa barangnya tak sampai padaku melainkan sudah ada di tangan musuh," jawab Bram dengan geram. Jason mencoba mengingat-ingat, setelah ia menyelesaikan misinya, ia mempercayakan sisanya kepada salah satu anak buah tuannya. Lalu ia pergi bersama anggota lainnya untuk merayakan Keberhasilannya. Tak disangka ternyata salah satu anggotanya menghianatinya. Jason menebak-nebak dengan otak cerdasnya. Lalu ia berasumsi kalau salah satu anak buahnya ingin menjatuhkannya. Bram menghela nafasnya, lalu ia mengambil pistolnya dan mengarahkannya kepada Jason. "Rasanya aku ingin segera mengakhiri hidupmu." "Tuan Bram, jangan bunuh aku! Selama ini aku setia padamu. Kamu telah membuatku menjadi sosok seperti ini. Aku rela mengotori tanganku untuk menjalankan setiap misi yang kau berikan." jawab Jason. "Hahaha...” Bram tertawa. "Kamu lucu sekali, lagian kamu sudah rusak. Kamu sudah tak pantas untuk hidup. Kamu adalah manusia gagal." “DOR! DOR!!” “Argh!” Jason berteriak kesakitan, karena kedua kakinya ditembak. selama ini setia dan tak pernah menghianati Bram, Bram saja yang berlebihan. Jason sudah tak bisa lagi menahan amarahnya. "Brengsek! Lepaskan aku! Bajingan! Lepaskan ikatan ini, agar aku mudah membunuh kalian semua!" Jason yang meronta-ronta dan sudah tak bisa mengendalikan amarahnya. "Kalau boleh jujur, aku tak nyaman kamu berada di kelompokku. Keberadaanmu membuatku tak ada artinya di kelompokku." ucap Bram. Nafas Jason memburu, amarahnya membuat detak jantungnya meningkat secara drastis. Ia rasanya ingin sekali menggiling tubuh Bram lalu menggorengnya, dan dipamerkan di museum. Bram tersenyum menyeringai, "Pada akhirnya, kamu mati karena kamu sakit jiwa." "Lepaskan aku bajingan! Kubunuh kau!" teriak Jason melihat tuannya pergi meninggalkannya sendiri. Jason semakin menjadi, ia tak bisa mengendalikan emosinya. Ia menyebutkan nama 'Bram' sambil berteriak. Dalam keadaan terikat ia tak bisa melepaskan dirinya, ia bisa merasakan sakit karena luka tembakan pada kedua kakinya. --- Di luar gudang, Bram sudah keluar, lalu ia berjalan mendekati mobilnya. Semua anak buahnya telah berkumpul. Bram menyalakan rokoknya. "Bakar gudang ini," Bram memberi perintah kepada salah satu anak buahnya. Dan benar saja, gudang itu dibakar, api perlahan semakin besar membakar gudang itu. Bram dan anak buahnya pergi meninggalkannya begitu saja. "Sekarang penghalangku menjadi nomor satu sudah tak ada," batin Bram. Di dalam gudang itu, terlihat Jason berteriak kepanasan. Ia tak bisa melarikan diri, ikatan rantai yang mengikatnya sangatlah kencang dan tak bisa ia lepas. Rasanya ingin mati dalam seketika dari pada tersiksa dibakar api. "Andai saja, aku bisa hidup kembali, aku akan menghancurkan kalian semua." Itulah kata-kata teriak terakhir dari seorang Jason yang sudah kehilangan kesadarannya. Dalam kondisi sekarang, sudah dipastikan ia akan mati. --- 20 Tahun Kemudian. Di sore hari, dalam sebuah bangunan yang terbengkalai. Terlihat sekelompok laki-laki muda sedang membully seseorang, mereka menghajarnya dan menendangnya. Terlihat satu laki-laki yang diam duduk memperhatikan semua teman-temannya sedang membully, ia tersenyum puas. Dia bernama Rifky, ia salah satu ketua geng di kampusnya, tak ada yang berani melawannya. Karena ia adalah anak orang kaya, bahkan ada gosip mengatakan, kalau Rifky adalah cucu dari ketua kelompok mafia yang sangat ditakuti. Dan sekarang kelompok mafia itu dipimpin oleh ayahnya, karena kakeknya telah pensiun. berdiri, lalu berjalan mendekati teman-teman, "Cukup semua," Semua teman-temannya pun berhenti."Ayo kita tinggalkan dia, yang terpenting dia sudah kita peringati untuk tidak macam-macam dengan apa yang seharusnya milikku," ucap Rifky. Rifky dan semua anak buahnya pergi meninggalkan laki-laki yang ia bully di tempat. Laki-laki yang ia dan teman-temannya bully terlihat sudah tak sadarkan diri. Dia bernama Joey, ia memang anak cerdas di kampusnya. Namun ia culun, ia sering di bully oleh teman kampusnya. Bahkan yang sering membully nya Rifky dan gengnya. Joey tak sadarkan diri, hingga waktu sudah malam dia belum membuka matanya. Tiba-tiba terlihat bayangan hitam muncul bergerak mendekati Joey.Bayangan hitam itu terlihat masuk ke dalam tubuh Joey. Beberapa saat kemudian, perlahan jari tangan laki-laki itu bergerak. Kedua matanya pun terbuka, "Argh! Tubuhku, sakit sekali." Dia perlahan bangun, karena masih terasa sakit pada tubuhnya, ia mencoba mengambil posisi untuk duduk.Dia melihat-lihat sekelilingnya, "Bukankah seharusnya aku sudah mati?" Dia mencoba mengingat-ingat terakhir yang dia alami. Ia dikhianati dan ia mati terbakar oleh tuannya dan anggota lainnya. Tiba-tiba, kepalanya terasa sakit yang amat luar biasa. Kedua tangannya memegang kepalanya, dan menarik-menarik rambutnya. "Sakit, sakit sekali!" Di tengah rasa sakit yang ia rasakan di kepalanya, dan dalam kepalanya juga muncul ingatan-ingatan yang harus ia lihat.Joey, laki-laki remaja, ia mahasiswa di salah satu kampus ternama di kotanya. Joey bisa kuliah di kampus tersebut karena ia mendapat beasiswa atas prestasinya. Joey adalah anak yang tak memiliki orang tua, tepatnya, sang pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya. Ibunya memilih pergi bersama pria lain yang kaya dari pada harus hidup sederhana. Saat itu Joey masih berusia 10 tahun, Joey hidup berdua bersama ayahnya. Hingga sudah menginjak 15 tahun, ayahnya meninggal karena sakit parah. Setelah ayahnya meninggal, Joey berjuang sendiri untuk hidupnya. Joey rela sepulang sekolah, ia pergi kerja sampingan di Cafe pada saat itu. Hingga ia lulus SMA, ia mencoba mendaftar salah satu kampus ternama nomor satu di kotanya. Tentu saja, ia di terima dan mendapat beasiswa. Dan sekarang ia sudah tidak bekerja menjadi pelayan Cafe. Sekarang ia kerja menjadi OB di salah satu perusahaan. Joey hidup sederhana di kos-kosanya. Meski sederhana, tapi ia selalu bersyukur. Ia terkenal rama
Joey perlahan berjalan mendekat pelan-pelan, lalu ia melihat sebuah sepeda motor di depan rumah kosong. Joey menangkap pembicaraan 2 laki-laki dengan indra pendengarannya, "Dompet yang kita dapat, ternyata lumayan juga." "Ya, ini jauh lebih memuaskan dari hasil korban kita Kemarin-kemarin," ucap temannya. Joey yang mendengar pembicaraan mereka, lalu ia berpikir dengan otak cerdasnya. Lalu ia menyimpulkan kedua laki-laki itu adalah maling, Joey tersenyum menyeringai. Ia mengambil 2 batu sebesar kepalan tangannya. Lalu ia lempar sekuat tenaganya. “BUGH! BUGH!” Kedua batu yang ia lempar mengenai kepala 2 maling itu hingga jatuh ke tanah. Joey mendekati 2 maling itu, Joey mengambil semua uang-uang di dalam dompet hasil curian kedua maling itu. Lalu salah satu maling membuka matanya. Dengan cepat Joey menginjak-injak wajah maling itu hingga tak sadarkan diri. Setelah selesai mengambil semuanya, Joey pergi berjalan mendekati sepeda motor yang terparkir di depan rumah
“Hahaha... kayanya otongmu kalau dipotong lalu digoreng sepertinya enak. Tapi otong gorengnya yang makan sama kamu saja, kan ini otongmu sendiri. Pasti enak, kamu pasti jadi master chef." Rangga masih tak percaya, apa yang dikatakan oleh Joey. Sungguh gila. Joey melepas kedua tangannya, Rangga mengatur nafasnya. Mulutnya tak nyaman sekali, karena masih ada sisa butiran-butiran pasir di dalam rongga mulutnya. Joey menatap dingin ke arah Rangga, Rangga yang ditatap Joey sedikit gemetaran. Ia tak menyangka seorang Joey bisa menyiksa untuk membalas dendam. Joey terkekeh, "Hahaha... baru saja ditatap seperti itu sudah gemetaran." Rangga terdiam, ia tak berani menjawab. "Kejadian ini jangan sampai diketahui oleh siapa pun, termasuk teman-teman gengmu dan terutama Rifky. Kamu mengerti ?" kata Joey dengan santainya dan bertanya. Namun Rangga terdiam. Joey menghela nafasnya, "Kalau kamu diam, berarti kau mengejekku. Tapi terserah kalau kamu cerita, silahkan. Pasti tidak
Jam Kampus telah selesai. Rifky dan gengnya telah keluar dari kelasnya. Rangga sudah muncul di hadapan Rifky dan lainnya. Rifky tak mempedulikan itu, hanya saja anak buah gengnya saja yang mempertanyakan Rangga. beberapa saat menghilang, Rangga hanya menjawab ada urusan. Rangga berasalan seperti itu, karena tak ingin membuatnya malu. Jika ia cerita pasti teman-teman gengnya menertawainya secara Rangga bisa kalah dikerjai oleh Joey yang terkenal culun di kampusnya. Hendrik hanya diam, tapi ia punya rencana, setelah pulang, ia akan menetap di kampus bersama Rangga. Dan mencari keberadaan Joey. Masalah Joey tidak kelihatan semenjak pagi, "Apa, kamu yakin si culun itu tadi ada di kampus?" tanya Hendrik. "Aku sangat yakin," jawab Rangga serius. Anehnya Joey tak kelihatan setelah menyiksa Rangga tadi di toilet. Rifky dan teman-teman gengnya pulang duluan. Hendrik dan Rangga tidak ikut dengan alasan ingin bertemu seorang gadis. Hari telah sudah sore,
"Aku jatuh kemarin." jawab Rangga. "Jatuh? Jatuh dimana?" sahut Richard mengejek. "Hmm, aku jatuh dari tangga kemarin." Rangga mengelak. Rifky hanya tersenyum mengejek, "Kamu jatuh dari tangga? Rangga jatuh tangga?" Hendrik yang di samping Rangga hanya bisa diam, meski ia juga bingung kenapa tangan Rangga bisa seperti itu. Walau sudah bertanya, pasti Rangga menjawabnya "Joey". Benarkah Joey? Laki-laki culun yang selalu ia bully. Tapi seharian kemarin ia tak melihat Joey. Namun yang membuat Hendrik curiga adalah kejiwaannya Rangga, entah ia waras atau tidak. Rangga sendiri meminta dirinya untuk merahasiakan apa yang dialaminya. Karena Rangga akan merasa malu karena kalah dari Joey. Namun Hendrik masih tak percaya jika tidak melihat dengan kedua matanya sendiri. ---- Sudah waktunya jam kuliah siang dimulai, semua mahasiswa dan mahasiswi masuk ke kelas sesuai jam kelas mereka masing-masing. Joey yang sudah berada di kelas dan duduk santai sendirian paling pojok belakang ruangan. K
Semua mahasiswa dan mahasiswi saling berbisik tentang perlakuan Joey yang langka, sungguh tak bisa dipercaya. Angelica yang dari tadi memperhatikan sikap Joey yang sangat berani, tidak seperti biasanya. Setahunya, meskipun culun, Joey selalu baik kepada siapa pun. Inilah yang Angelica suka. Tapi sekarang, sosok Joey yang sangat berbeda. Di mana Joey yang ia kenal sebagai laki-laki culun itu. "Semuanya harap diam!" suara lantang dari bapak dosen, semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan kembali diam. Setelah semuanya diam, bapak dosen kembali melalukan aktivitas mengajar. --- Malam Harinya. Terlihat seorang laki-laki tengah duduk sendirian di ruang tengah sambil menonton TV, ia tinggal sendiri di kontrakannya. Saat fokus menonton TV, tiba-tiba mulutnya dibekap sebuah kain. Tentu saja laki-laki itu panik, beberapa saat kemudian, kesadarannya memudar dan akhirnya pingsan. “SYUR!” Siraman air mengguyur dirinya. Tentu saja laki-laki berumur 2
Bapak dosennya tak menjawab. Sedikit gerak di wajahnya, ia akan merasakan sakit yang amat luar biasa. Mulut bapak dosen sekarang sudah terlepas dari lakban. Tapi, mulutnya menjadi melebar seperti senyuman, jelas ulah Joey. "Hahaha... mulut bapak mirip sekali dengan Joker, musuhnya batman. Dalam bahagia atau sedih, bapak akan selalu tersenyum," kata Joey. Bisa bayangkan sendiri, pipi kanan kirinya bapak dosen disayat. Seperti kata Joey barusan, seperti Joker. Darah segar tak berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pipi sang dosen. Bahkan setiap tetes anyir itu berceceran di lantai, dan berakhir membuat pakaian sang dosen bersimbah darah. Bapak dosennya hanya diam, dalam pikiran ingin sekali membalas perbuatan Joey. Joey yang melihat tatapan benci dari bapak dosennya, ia tertawa, "Hahaha... marah ya, wajah tampanmu jadi lebih jelek dari joker." Joey berhenti tertawa, ia menghela nafasnya. Lalu ia berdiri dari jongkoknya, "Aku jadi bosan. Apa kuakhiri sa
Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah. Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga. Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh. "Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran. Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku." Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi. "Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey. “BUGH!” Joey memukul ker