Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah.
Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga.
Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh.
"Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran.
Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku."
Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi.
"Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey.
“BUGH!” Joey memukul keras tekuk leher Rangga.
Rangga pun kembali jatuh tak dadarkan dirinya. Joey berdiri, ia pergi meninggalkan dua manusia itu begitu saja. Tapi baru beberapa langkah, ia membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali ke arah Rangga dan Hendrik yang masih tak sadarkan diri.
Joey mengambil semua uang di dalam dompet mereka berdua. Selesai sudah, ia pun segera pergi.
---
Jam kuliah sudah selesai. Joey memilih untuk pulang ke kosnya, tidak berangkat kerja, “Buat apa berangkat, lagiani aku sudah tak masuk tanpa keterangan selama 2 hari. Lebih baik sekalian keluar saja, lagian masih banyak pekerjaan lainnya.”
Lagian ia juga punya uang banyak hasil yang ia dapat dari pencopet, Rangga, dan Hendrik.
"Sepertinya aku harus cari pekerjaan baru saja, yang tak menyita waktuku."
---
Di tempat lain.
Rifky dan Teman-teman gengnya berkumpul di markas mereka, tepatnya di rumah pribadinya Rifky, rumah pemberian kakeknya. Saat ini, entah percaya atau tidak. Rifky dan gengnya menatap heran saat melihat kondisi Rangga dan Hendrik yang terluka.
Mereka masih tak percaya cerita Rangga dan Hendrik. Benarkah Joey yang terkenal culun membuat Rangga dan Hendrik terluka?
"Apa kau yakin Joey si culun itu membuat kalian seperti ini?" tanya Sandi yang masih tak percaya.
"Ini memang sulit dipercaya, tapi setelah apa yang dia lakukan padaku dan Rangga. Aku bisa melihat perubahan pada si culun itu," kata Hendrik.
"Bahkan uangku dan uang Hendrik sepertinya dirampas sama culun itu." Rangga menambahi.
Sandi dan Richard tertawa.
"Hahaha... benarkah? Seorang laki-laki culun berani melakukan itu?" ucap Sandi sambil tertawa.
"Hahaha... aku ragu dengan cerita kalian berdua," kata Richard kepada Rangga dan Hendrik, ia juga sambil tertawa.
Rangga dan Hendrik, memilih untuk diam percuma untuk bercerita. Jelas tak ada yang percaya. Bahkan kini mereka berdua ditertawakan oleh teman-teman. Tapi tidak untuk Rifky. Ia terdiam. Ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.
Rifky pun bersuara "Semuanya, dengarkan aku."
Sandi, Richard, Rangga, dan Hendrik pun menatap sang Rifky, ketua geng mereka.
"Untuk kedepannya, kita biarkan culun itu terlebih dahulu. Kita awasi dia, jika dia benar berubah, laporkan kepadaku. Setelah itu kita membuat rencana untuk membuatnya menyadari posisinya." kata Rifky.
"Apa tidak kita bawa dia, dan siksa seperti sebelumnya?" tanya Sandi.
"Untuk itu nanti dulu, kita harus mengawasinya. Jika dia benar-benar apa yang diceritakan Rangga dan Hendrik. Kita buat rencana. Tapi jika dia masih culun seperti biasanya, lakukan hal yang seperti yang biasa lakukan kepadanya." kata Rifky.
Keempat temannya mengangguk-angguk kepalanya. Namun untuk Rangga dan Hendrik, dalam hati mereka berdua masih ragu mengikuti rencana Rifky. Pasalnya, mereka berdua dengan mudah dikalahkan. Hendrik yang mantan anggota taekwondo. Bersabuk hitam bisa dikalahkan oleh anak culun yang bermodal tanah dan batu.
---
Hari sudah malam.
Terlihat Joey tengah berjalan kaki. Ia baru saja mendapat pekerjaan baru menjadi pelayan caffe. Ia besok sudah bisa memulai berangkat kerja setelah selesai jam kuliah. Soal tempat kerjanya yang lama sebagai OB, ia benar-benar dipecat setelah dapat telepon.
Tidak membuatnya sedih melainkan Joey hanya mengiyakan saja. Hari semakin malam. Joey melihat minimarket yang buka 24 jam. Ia berniat untuk membeli minuman.
Beberapa saat kemudian, Joey telah keluar dari minimarket dengan menenteng kantong plastik yang berisi tah dalam botol yang dingin. Baru saat akan pergi menjauh dari minimarket, indra pendengarannya menangkap teriakan seorang gadis meminta tolong.
Karena penasaran, Joey mendekati suara teriakan tersebut. Ternyata ada gang kecil dan di dalam gang itu, Joey melihat seorang gadis yang sedang diganggu oleh dua preman.
Gadis itu ditarik paksa oleh dua preman itu. Joey terkekeh melihatnya. " Dua laki-laki mesum."
Lalu mata Joey menyipit dan mempertajamkan penglihatannya melihat gadis itu. Seketika otaknya teringat. Ya, gadis itu teman kampusnya, salah satu the most wanted.
Lalu indra pendengarannya menangkap dan mendengar suara memanggil namanya. "Joey, tolong !!"
Joey menatap datar ke arah gadis dan dua preman itu. Salah satu dari preman itu menyadari keberadaan Joey.
"Ngapain kamu, pergi kamu, dasar culun. Mau sok jadi pahlawan ? Yang ada kamu kita buat babak belur."
Joey masih diam, dan tetap menatap datar ke arah mereka semua. Angelica yang kedua tangannya ditarik-tarik hanya bisa menangis.
"Joey, aku mohon tolong aku."
Joey masih saja diam, tak bergerak. Ia hanya menatap datar saja ke arah Angelica.
Lalu salah satu preman bersuara. "Lihat anak culun, mana berani mau nolongin nih cewek."
"Benar, dia penakut." jawab temannya. Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica. Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya. Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?" "Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey. "JLEB!" "Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam. Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik. Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi J
Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa. Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya. — Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market. Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu. Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar
Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.
Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan
Entah apa yang dirasakan istrinya itu, Wanita itu merasa tak asing dengan wajah Joey, dan merasa ada hubungan. Tapi apa hubungan itu? Sekilas wanita itu teringat masa lalunya, tapi ia harus menepisnya. Karena tak ingin suaminya kecewa padanya, karena telah berjanji untuk melupakan masa lalunya. Sedangkan di sisi Joey, ia dari tadi merasa tak asing dengan wanita tadi. Namun ia risih saat dirinya ditatap secara intens olehnya. "Cih, diliat-liat seperti itu, rasanya aku ingin melempar air cucian piring ke wajahnya." batin Joey. — Hari telah malam. Acara ulang tahun dari anak gadis orang kaya telah selesai. Semua pengunjung telah pulang. Semua karyawan membereskan sisa-sisa dari acara. Setelah selesai, jam juga telah menunjukan jam 11 malam. Semua karyawan telah siap untuk pulang. Mereka akan mendapat bonus saat gajian, semua kembali pulang dengan kendaraan mereka masing-masing. Joey memilih berjalan kaki, ia kini sudah duduk di kursi halte. Ia seda