"Benar, dia penakut." jawab temannya.
Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya.
Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica.
Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya.
Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?"
"Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey.
"JLEB!"
"Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam.
Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik.
Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi Joey yang begitu mudahnya menusuk bola mata manusia. Di tengah kepanikan itu, Joey cepat-cepat menarik Angelica yang sudah terlepas dari dua preman itu.
Angelica masih terdiam, ia merasa takut, "Sekarang kamu pergi." ucap Joey.
Spontan Angelica berlari. Joey menoleh ke arah salah satu preman yang sedang membantu preman satunya lagi untuk bangun.
"Aku ingin sekali bermain dengan kalian. Selagi kita dalam jalan sepi dan sempit seperti ini, sungguh sangat menguntungkan untukku." ucap Joey.
Tiba-tiba ada pisau datang, dengan cepat Joey menangkap pisau yang di genggam preman satunya.
"KRAAK!" Joey melintir tangan preman satunya, tentu saja pasti sakit.
Joey berhasil merebut pisaunya, meski tangannya terluka bekas sayatan pisau saat merebutnya. Dengan rakusnya Joey menjilat darahnya yang keluar dari lukanya.
Lalu menatap ke arah dua preman itu dan yang satunya memegang salah satu matanya bekas tusukan Joey. Dan satunya lagi memegang tangannya setelah Joey melintirnya. Kedua preman itu terpaku melihat Joey dengan rakusnya menjilat darahnya sendiri.
"Aku sangat ingin mencoba darah kalian." ucap Joey sambil tersenyum polos.
—
Disisi Angelica yang sedang berlari, ia sudah takut setengah mati, ditambah melihat kesadisan Joey. Pikirannya terbayang-bayang darah preman tadi. Darah yang keluar dari luka bekas tusukan di mata preman itu. Benar-benar mengerikan. Meskipun wanita itu sudah pergi menjauh dari tempat itu, tapi ada rasa khawatir dalam dirinya.
Angelica Khawatir kepada Joey yang melawan dua preman tadi. Mungkin satu preman sudah tumbang, tapi satunya masih belum. Ingin sekali berhenti berlari, tapi karena panik, dan takut, Angelica tetap memilih untuk berlari.
Lalu ia melihat taksi lewat. Angelica segera menghadangnya. Taksi itu pun berhenti, Angelica cepat-cepat masuk, dan meminta kepada supir untuk jalan ke alamat rumahnya.
—
Disisi Joey, ia terkekeh melihat dua preman yang ia bunuh. Tubuh dua preman itu penuh dengan luka tusukan dan sayatan pisaunya, darah berceceran di tanah. Joey mencongkel Kedua bola mata dua preman itu. Ia menjilati sisa-sisa darah yang menempel pada tangan.
Joey pun pergi meninggalkan dua mayat preman itu begitu saja. Ia mana sudi mengurusi dan membersihkan sisa-sisa korbannya. Karena dipastikan besok ada petugas rumah sakit dan polisi datang dan membersihkan TKP.
Joey santai-santai saja, semua jejaknya sisanya bersih, polisi takkan menemukannya.
"Hanya karena seorang gadis, aku harus bermain-main ? Hahaha... Sungguh lucu." kata Joey tertawa
—
Keesokan Harinya.
Semua mahasiswa telah masuk ke kelas mereka masing-masing sesuai jadwal jam kuliah. Joey memilih duduk santai di pojok belakang lagi di ruangan kelasnya. Ternyata hari ini, Joey sekelas dengan tiga gadis mahadewi lagi.
Tapi ada yang aneh dengan Angelica, Sarah dan Nita menatap keanehan pada Angelica. Pasalnya Angelica selalu melirik ke belakangnya, Sarah dan Nita duduk samping Angelica. Melihat apa yang dilirik Angelica, Joey yang dilihat mereka.
Sarah dan Nita saling berpandangan. Mereka berdua tak menyangka kalau Joey yang dilirik oleh Angelica. Apakah Angelica menyukai di culun Joey? Itulah isi pikiran mereka berdua.
Sebenarnya yang dipikirkan Angelica adalah, bagaimana nasib dua preman tadi malam. Joey telihat santai tanpa dosa menyimak dosen menjelaskan pelajaran. Sebenarnya tadi malam, bisa-bisanya diganggu dua preman, ia baru saja pulang dari rumah saudaranya.
Saat di tengah jalan, mobilnya tiba-tiba mogok. Angelica meninggalkan mobilnya di bengkel terdekat, dan meninggalkan nomor telepon. Karena tak ada taksi yang lewat. Angelica memilih jalan kaki sambil melihat-lihat ada taksi lewat atau terparkir.
Beruntung kedua orang tuanya selalu pergi bisnis di luar kota. Di rumahnya hanya diisi oleh pelayan-pelayan rumah tangga saja dan satpam. Angelica memilih masuk ke minimarket untuk membeli minuman dingin.
Pasca keluar dari minimarket membeli minuman dinginnya, tiba-tiba ada dua preman muncul, dan menyeret maksa Angelica untuk ikut. Dam hingga akhirnya Joey tiba-tiba, dan pasti sudah taukan endingnya bagaimana?
Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg
kecepatan untuk mengikuti tuan nya. Joey terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meski jarak sudah dekat, ia tidak ingin membuang-buang waktu nya. Ia mengabaikan rasa lelah agar ia bisa menemukan keberadaan istri lnya. Beberapa lama kemudian, ia telah sampai di lokasi. Dan benar saja, ia telah dibawa ke tempat yang tidak jauh dari pedesaan, banyak sekali pohon, tepat nya bekas pabrik kecil yang sudah lama ditutup. Joey melihat ada dua laki-laki berbadan besar berjaga di depan pintu di sebuah bangunan yang sangat kotor, tepat nya sebuah gudang. Joey segera turun dari mobil nya setelah ia mengambil peralatan nya. Tanpa bersembunyi-sembunyi, Joey berjalan ke arah dua laki-laki itu. Tentu saja kedua laki-laki itu menatap ke arah nya, mereka berdua tidak diam saja. Mereka tidak akan membiarkan orang asing masuk tanpa persetujuan tuan mereka. Joey berjalan mendekati dua laki-laki itu dan perlahan kedua pupil warna matanya menjadi coklat gelap.BKini mereka saling berd
"Ada apa?" ucap Joey datar. Dari raut wajah keempat perempuan itu seakan panik. Terutama Salsa, ia yang terlihat sangat panik sekaligus ketakutan. Joey dan Tomy menduga ada yang tidak beres selama mereka pergi. "Kamu tenang dulu." ucap Angelica. "Kenapa?" sahut Joey datar. Angelica menghela nafas nya. Lalu ia berkata. "Anatasya hilang." Joey melangkah mendekat, dan menatap dingin ke arah Angelica. "Kamu bercanda?" "Kamu tenang dulu. Baru saja kak Roni, kak Dika, kak Ragil, kak David bahkan kak Shinta dan kak Selly juga mencari nya." ucap Angelica. Tomy yang berdiri, ia hanya diam, ia juga heran kenapa Angelica tidak memberitahu nya. Begitu juga dengan Nada dan Nadien yang juga ada di dalam ruangan itu. Angelica memejamkan kedua mata nya. Ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Sebisa mungkin Joey untuk tetap tidak panik. Ka pun bersuara. "Jadi, kapan hilang nya?" Salsa yang tadinya duduk dan mendengarkan, perlahan ia berdiri dari duduk nya. Ia berjalan mendekati Joey. "Sebenarnya
"Cih, sejak lahir aku juga tidak memiliki keluarga." batin Joey. Joey menghela nafas nya. Ya, karena di kehidupan sebelumnya, ia memang tidak memiliki keluarga. Ia tumbuh besar di panti asuhan, namun ia teringat dulu kalau diri nya ingin sekali memiliki keluarga. Dan sekarang pemilik tubuh nya masih memiliki sisa keluarga. Kini semua keadaan tidak begitu tegang seperti sebelumnya. Setelah berfikir, Joey menurunkan ego nya. Kini semua orang duduk di ruang tamu. Joey duduk di sofa dan berhadapan dengan Nada dan Nadien, hanya meja kaca yang membatasi mereka. Sedangkan Jerry, ia diikat lagi dan mulut nya ditutupi lakban oleh Tomy di lantai dekat ketiga orang itu. Dan Tomy yang menjaganya karena awalnya Jerry berontak, dan berteriak kepada Nada dan menyumpahi nya. Seakan ia tak ingin Nadien mendengar nya. Disitulah Joey dan Tomy sudah curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Awal nya Nadien menolak, ia tak ingin Jerry diperlakukan seperti itu. Dan hanya Nada tidak membantah atas apa yang
Jerry memandang benci ke arah Joey. "Apa maksudmu, kau telah berani memperlakukanku seperti ini!" "Aku hanya memberimu sedikit pelajaran padamu, agar tidak mencari masalah padaku. Apa kamu kira aku tidak tau kalau kamu telah menyuruh seseorang untuk mencuri data-data perusahaanku?" ucap Joey tersenyum. Jerry terdiam membeku mendengar. Ia benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki yang berdiri di hadapan bisa mengetahui nya. Joey kembali bersuara. "Tapi sungguh menyedihkan sekali dirimu, orang yang kau suruh belum mendapat bayaran. Apa kamu sudah tidak punya uang?" Jerry melotot ke arah Joey, ia benar-benar malu dikatakan seperti itu. Apalagi ada Nada dan Nadien di dekat nya dan mereka mendengar nya. Sebenarnya perusahaan nya masih berdiri, namun ia lakukan itu karena keserakahan nya. Nada dan Nadien yang sedang merangkul Jerry di sisi kanan dan kiri nya. Menatap Jerry secara bersamaan setelah mendengar kata-kata Joey. Joey tersenyum menyeringai melihat nya. "Setelah apa yang tel
Sementara itu, terlihat empat orang gadis berpakaian SMA, baru saja keluar dari kantor polisi. Mereka berempat baru saja melaporkan kejadian yang menimpa mereka. Setelah nya, mereka segera kembali masuk ke dalam mobil. Bela mengambil alih untuk mengemudikan mobil nya, awal nya Nadien dan kedua teman nya lagi menolak. Namun tetap saja Bela ingin mengemudikan mobil nya, ketiga teman nya pun pasrah akan kemauan nya Bela. "Kalau kamu gak sanggup, bilang aku. Biar aku yang mengemudikan mobilmu." ucap Nadien. Ia khawatir kepada Bela. Mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun pasti rasa nya tidak biasa, apalagi di bagian hidung nya. Pasti akan mengganggu konsentrasi nya saat mengemudikan mobil nya. "Kamu tenang saja, luka segini, tidak ada apa-apa. Aku masih bisa." jawab Bela sambil tersenyum. Bela terlihat tersenyum puas, karena ia tak sabar melihat laki-laki berkacamata yang sudah berani memukul nya akan ditangkap. Ditambah laki-laki berkacamata itu, juga memegang senjata pistol. Ia sud