Ucapan Abista itu langsung menimbulkan niat membunuh dalam hati Ayu. Dia mengepalkan tangannya dengan erat hingga kuku-kukunya hampir menembus kulitnya. Dia berusaha mengendalikan ekspresinya dengan sekuat tenaga, lalu mengubah amarahnya menjadi kesedihan sebelum dirinya kehilangan kendali.âKak Abista ....â Ayu berkata dengan suara tercekat, âA ... aku mengerti. Aku tahu bahwa Kak Syakia sebenarnya sangat baik. Dia nggak sejahat yang kakak-kakak lainnya katakan. Makanya, aku nggak berhenti menasihati mereka dari dulu.ââHanya saja, latar belakangku malah terungkap. Aku juga punya harga diri, Kak. Aku selalu mengingat statusku. Jadi, aku benar-benar nggak melakukan semua itu dengan sengaja. Kak Abista, apa yang harus aku lakukan baru kamu bersedia percaya padaku?ââSejak bawahanmu menyentuh jasad ibu kami, nggak ada lagi yang perlu dibicarakan di antara aku dan kamu. Kamu mungkin mau bilang orang-orang itu yang bertindak sendiri. Tapi, semua itu nggak ada bedanya lagi bagiku.âAbista m
âKlontang!âTerdengar suara gerbang dibuka. Abista sendiri yang membuka pintunya. Dalam beberapa waktu terakhir, dia sudah mengusir semua bawahan di area tempat tinggalnya. Dia hanya menyisakan seorang pembantu kepercayaannya yang tidak akan mengkhianatinya untuk mengurus kebutuhannya sehari-hari.âKapan Kama pulang? Apa yang terjadi padanya dan Kahar?â tanya Abista. Tatapannya saat memandang Ayu sudah tidak lagi dipenuhi kelembutan seperti dulu. Sekarang, yang tersisa hanyalah kedinginan dan ketidakacuhan.Ayu menggigit bibirnya, lalu berlagak sedih sambil berujar, âKak Abista, kamu begitu benci sama Ayu sekarang? Tapi, Ayu sudah menyadari kesalahan ....ââJangan ngomong hal-hal itu lagi denganku,â sela Abista dengan kening berkerut. Kemudian, dia berkata dengan nada yang terdengar tidak sabar, âBukannya kamu bilang sudah terjadi sesuatu pada Kama dan Kahar? Kalau kamu bukan mau ngomong soal itu, pergi saja. Aku bisa tanya sama orang lain.âSesuai berbicara, Abista hendak langsung men
Setelah melihat ekspresi khawatir Ayu dan mendengar ucapannya yang penuh perhatian yang tulus, Ranjana langsung tersenyum lembut.âAyu nggak usah takut. Trik-trik kecil Syakia itu nggak akan berpengaruh padaku.ââBaguslah kalau begitu. Aku yang terlalu khawatir. Kak Ranjana jelas-jelas begitu pintar, mana mungkin Kakak bisa kenapa-napa.âAyu paling memahami betapa pentingnya harga diri Ranjana yang menyedihkan itu. Jadi, setelah menunjukkan kekhawatirannya yang âtulusâ, dia segera memuji Ranjana.Ranjana tersenyum makin lebar. âTenang saja. Kamu nggak usah khawatir soal masalah sepele ini. Tapi, aku serius tentang masalah Paviliun Sumbana. Dulu, aku nggak tahu Syakia begitu serakah. Merebut semua mahar Ibu saja nggak cukup, dia juga mau rebut Paviliun Awana dan Menara Phoenix milikmu.ââSekarang, dia bahkan tidak melepaskan perkebunan Kak Kama dan Kak Kahar. Dia seharusnya juga akan mengincar perkebunanku dan Kak Abista. Jadi, daripada perkebunan itu jatuh ke tangannya, lebih baik aku
âAwalnya, kalau Kak Kahar juga tinggal di rumah dengan patuh sepertiku, dia juga seharusnya nggak akan dihukum. Sayangnya, dia malah bertindak begitu gegabah. Dia sudah makin mirip sama Kak Kama. Begitu diprovokasi, dia langsung mau kasih pelajaran ke orang itu.ââDia nggak tahu bahwa bertindak begitu justru akan masuk ke jebakan Syakia. Makanya, Ayah baru mengurungnya di kamar.âSetelah mendengar penjelasan Ranjana, Ayu baru akhirnya mengerti.âJadi, Ayah marah bukan karena hal yang kalian perbuat, melainkan karena Kak Kahar tahu jelas bahwa ini adalah provokasi Kak Syakia, tapi dia malah masuk jebakan dan hampir mati?ââHampir mati?â Ranjana mengangkat alisnya. Dia masih tidak tahu mengenai hal ini.Ayu buru-buru menceritakan semuanya kepada Ranjana. Setelah mendengarnya, dia sontak paham.âJebakan Syakia ini benar-benar bagus.â Ranjana berkata dengan tenang, âDari awal, yang diincarnya adalah Paviliun Latana milik Kak Kahar.âAyu berpura-pura terkejut. âTapi, apa dia nggak takut Kak
âAyah!â Kahar sangat terkejut dan kecewa setelah mendengar ucapan Damar. âSekarang ... kamu jadi sama dengan Kak Kama dan mau bantu Syakia?ââCoba lihat jelas dulu di mana kamu berada sekarang, lalu pikirkan lagi kata-katamu itu!â Damar benar-benar sangat kecewa pada putranya itu. âKalau aku benar-benar mau bantu Syakia, buat apa aku bawa kamu kembali? Lebih baik aku biarkan kamu mati di tangannya.ââTapi, apa maksud Ayah sebenarnya? Kamu larang aku keluar biar aku nggak bisa cari si gadis busuk itu. Bukannya itu karena kamu mau halangi aku untuk dapatkan kembali perkebunanku?âDi dalam nada Kahar yang marah, terkandung sedikit rasa tidak adil. âItu perkebunan yang diberikan Kakek Buyut untukku! Atas dasar apa kamu kasih perkebunanku ke Syakia!ââKarena kamu terlalu senggang dan selalu buat onar! Lihat saja apa yang sudah kamu dan Ranjana lakukan belakangan ini! Kalian masih belum cukup mempermalukan Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan? Jangan kira aku nggak tahu bahwa kamu dan Ranjana
Bagaimanapun juga, Ayu sudah mengincar 4 perkebunan kakak-kakaknya itu dari dulu. Hanya saja, dia masih belum bisa bertindak karena beberapa hal yang terjadi sebelumnya. Tak disangka, Syakia masih belum puas setelah merebut Paviliun Awana dan Menara Phoenix darinya, juga mengincar perkebunan Kahar dan yang lain seperti dirinya. Ayu tidak akan membiarkan wanita jalang itu berhasil!Setelah berpikir begitu, Ayu malah tiba-tiba menyadari ekspresi ayahnya yang terlihat agak aneh.âAyah kenapa?â Ayu menatap Damar dan bertanya dengan bingung, âKenapa ekspresi Ayah begitu buruk?âDamar awalnya tidak menjawab. Setelah sesaat, dia baru berkata pada Kahar dengan pelan, âPaviliun Latana milikmu dan Paviliun Cimbara milik Kama sudah didapatkan Syakia.ââApa?ââApa?âKahar langsung berdiri. Namun, karena gerakannya terlalu cepat, tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih pun terhuyung-huyung dan hampir jatuh ke lantai.Ayu langsung membelalak. Dia tidak menyangka Kahar tidak mengecewakannya, tetapi aya
âSahana, boleh nggak aku ....ââNggak boleh.ââBruk!âSyakia langsung menghantam Kama dengan tongkat kayunya untuk membuatnya pingsan. Untuk berjaga-jaga, dia juga menutupi mata kedua orang itu dan mengikat mereka. Setelahnya, dia baru menyeret mereka dari ruang giok.âHala,â panggil Syakia.Hala segera muncul di luar kamar Syakia, lalu mendorong pintu dan masuk.âBawa mereka pergi dan taruh saja mereka di rumah gubuk Kama.ââBaik.âSiang itu, Damar pun menerima kabarnya dan memberi perintah, âBawa kedua pembangkang itu kemari!â...Ketika Kama dan Kahar tersadar kembali, mereka sudah kembali ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan.âAyah ....âKahar yang baru membuka mata dan melihat Damar langsung gembira. Namun, dia malah tiba-tiba ditampar dengan kuat.âDasar bajingan nggak berguna! Kalau kamu masih berani timbulkan masalah untukku, keluar dari rumah ini bersama Kama, si anak pembangkang itu!âKali ini, Damar benar-benar marah. Jadi, dia sama sekali tidak mengendalikan kekuatannya.
Syakia tersenyum. âAku nggak ngerti maksud ucapan Tuan Joko.âJoko tertegun sejenak, lalu segera mengerti maksud Syakia. âMaaf, aku yang salah bicara. Yang mau ditanyakan Adipati adalah, apa yang harus dilakukannya agar Putri Suci memaafkan mereka?âSyakia tahu apa tujuan kedatangan Joko. Jadi, Kama dan Kahar pasti ada di tangan Syakia. Namun, ada beberapa hal yang tidak boleh dikatakan dengan terlalu terang-terangan tanpa bukti.âPerkebunan Keluarga Kuncoro sangat bagus, seperti Paviliun Awana.â Syakia menatap Joko dan bertanya, âDengar-dengar, Tuan Joko juga pernah pergi ke sana. Tuan seharusnya juga berpikiran sama, âkan?âJoko terdiam sejenak, lalu mengangguk dan menjawab sambil tersenyum, âMemang sangat bagus.âSetelah menyampaikan kabar ini kepada Damar, Damar tentu saja langsung mengerti. Dia mencibir, âDulu, aku benar-benar nggak tahu putri pembangkang itu punya ambisi sebesar ini.âJoko menyesap tehnya, lalu melirik Damar. âDengar-dengar, kalian pernah rebut Paviliun Awana dan
âNggak mungkin! Selama kita masih di ibu kota, nggak peduli betapa jauhnya itu, Ayah nggak mungkin nggak temukan tempat ini! Kak Kama, jangan bohongi aku lagi. Aku tahu kamu mau bantu Syakia dapatkan Paviliun Latana dariku, âkan? Tapi, itu perkebunanku dan diberikan Kakek Buyut kepadaku! Kenapa aku harus memberikannya pada Syakia!ââKarena kita juga pernah merebut perkebunannya!â bentak Kama dengan suara yang lebih kuat dari suara Kahar. Kama memegang kepalanya dan lanjut berkata dengan penuh penderitaan, âKamu sudah lupa? Dulu, kita yang duluan rebut Paviliun Awana dan Menara Phoenix dari Syakia karena Ayu bilang dia menginginkannya.âKahar menunjukkan ekspresi kaku tanpa mengatakan apa-apa.Pada akhirnya, Kama berkata dengan tidak berdaya, âSebagai kakak keduamu, kamu sudah harus bersyukur karena aku nggak permasalahkan apa yang kamu dan Ranjana lakukan terhadapku. Sekarang, ini juga terakhir kalinya aku menasihatimu. Nggak peduli apa yang kamu pikirkan, pokoknya aku sudah buat kepu