Share

Bab 4 : Penyesalan dan Perkataan Yuda

Mendengar seseorang memanggilnya Dharma pun sontak membalikan tubuhnya. Begitu pun dengan Lia yang saat ini sedang bersamanya.

Dharma membelakan matanya melihat wanita yang tiga hari lalu ditalaknya itu tengah berjalan ke arahnya dengan kilat amarah yang jelas tampak di kedua iris hitamnya. Dalam hati ia bertanya-tanya, mengapa dia ada di sini?

"Jadi selama ini dugaan aku benar kalau kamu ada main belakang sama dia!" ucap Rika seraya menunjuk wajah Lia yang berdiri tepat di belakang tubuh tegap Dharma.

"Kamu jahat, Mas! Kamu maki-maki aku sampai berani ngusir aku karena aku ada main sama mas Yuda, tapi ternyata ..." Rika tidak melanjutkan perkataannya, lalu ia terkekeh kecil.

"Ternyata kamu sama aja kayak aku, Mas. Munafik!" lanjut Rika disertai seringaian yang mampu membuat wajah Dharma terlihat merah padam.

"Sejak kapan, Mas?! Atau jangan-jangan udah lama ya, pas satu tahun yang lalu aku enggak sengaja mergokin kalian berdua di rumah makan?" tanya Rika. 

Dharma tampak mengepalkan tangannya. Ia marah dengan perkataan yang barusan terlontar dari mulut Rika. Bisa-bisanya wanita itu menuduhnya berselingkuh. 

Rika banyak berubah, bukan seperti wanita yang dikenali Dharma selama ini. Atau jangan-jangan ini adalah rupa asli Rika Kartika Atmadjaya?

"Kenapa diam, Mas? Jawab pertanyaanku!" bentak Rika.

"Tutup mulutmu, Rika! Dan berhenti bicara omong kosong! Tolong jangan samakan aku denganmu, karena aku bukan seorang pengkhianat!" balas Dharma. 

"Oh, begitu. Lalu mengapa sekarang dia ada bersamamu, Mas?! Padahal baru tiga hari loh, Mas talak aku, dan sekarang Mas pergi jalan-jalan bersama wanita lain!" cecar Rika.

Melihat semua mata kini tertuju ke arahnya dan juga kedua pasangan yang baru saja memutus hubungan tiga hari yang lalu, jujur saja membuat Lia risih dan malu, karena ia tahu dengan isi kepala mereka yang saat ini sedang menggunjingnya di dalam hati. 

Setelah sejak tadi bungkam, Lia pun akhirnya angkat bicara agar orang-orang tidak salah paham lagi kepadanya. 

"Maaf sebelumnya, Mbak Rika. Maksud perkataan Mbak Rika apa, ya? Saya dan mas Dharma enggak memiliki hubungan apa pun. Sepertinya Mbak Rika salah paham," ucap Lia. 

Rika sontak mendelik. Astaga, apakah Lia sedang berpura-pura polos? Sejak dulu ia tidak menyukai wanita itu, karena sangat terlihat jelas jika Lia tertarik pada Dharma. 

"Enggak usah sok polos, deh. Saya tahu perangai kamu seperti apa!" hardik Rika. 

"Cukup, Rika! Makin ke sini omongan kamu makin ngelantur!" seru Dharma yang sudah muak dengan segala perkataan yang terlontar dari mulut mantan istrinya itu.

Rika terkekeh mendengar penuturan Dharma. Dalam hati ia meringis. Miris sekali hidupnya. Ternyata selama ini firasatnya benar. Dharma ada main mata dengan Lia, tetapi selama ini ia selalu menyangkalnya dan berusaha percaya kepada Dharma yang sering mengatakan cinta mati kepadanya. Dharma juga sering mengatakan jika dia dan Lia hanya berhubungan sebatas rekan kerja dan teman saja, hingga membuatnya percaya. 

Jika begitu kenyataannya, haruskah ia menyesal telah mengkhianati Dharma meskipun itu hanya ketidak sengajaannya dengan Yuda?

"Teruslah berkilah, Mas. Aku enggak percaya kamu enggak ada hubungan apa-apa sama wanita penggoda itu!" tutur Rika seraya menatap sinis ke arah Lia. 

"Sudah aku bilang, cukup Rika! Jangan kamu menghina dan menuduh Lia yang tidak-tidak lagi. Lia bukan wanita yang seperti kamu tuduhkan. Dia berbeda, bukan wanita pengkhianat sepertimu!" hardik Dharma yang kini kesabarannya kian menipis karena sejak tadi Rika terus memancing emosinya. 

Dharma melirik ke arah seorang pria yang berdiri di belakang wanita yang sebentar lagi akan menjadi jandanya. Ia tersenyum miring, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir, kenapa Rika berapi-api kepadanya dan Lia di saat dirinya sendiri datang bersama pria yang menjadi selingkuhannya selama ini. 

"Ayo kita pergi dari sini, Lia. Meladeni orang yang tak punya perasaan memang sangat menyebalkan," ajak Dharma. 

Lia mengangguk. Dalam hati ia senang sekali karena Dharma lebih membelanya. 

"Rasain kamu, Rika. Laki-laki yang selama ini setengah mati mencintaimu kini berbalik membencimu. Dan sebentar lagi posisimu akan digantikan olehku," batin Lia.

Namun saat Dharma dan Lia akan masuk ke dalam mobil, Rika kembali berteriak hingga orang-orang di sekitar mereka kembali mengarahkan atensi mereka ke arah sumber keributan itu. 

"Rik, udah ya. Katanya kamu mau beli soto." Yuda berusaha membujuk Rika agar tidak lagi memancing keributan.

"Tuh, dengarkan apa kata selingkuhanmu. Berhenti mengusik hidup saya! Lebih baik fokus saja dengan hidup kamu dan anak kalian yang sebentar lagi akan lahir ke dunia," celetuk Dharma yang ternyata belum masuk ke dalam mobilnya. 

Laki-laki itu kini tengah menatap Rika dan Yuda dengan tatapan meremehkan. Setelah itu Dharma pun masuk ke dalam mobil, meninggalkan Rika yang masih terpaku menatap kepergiannya. 

"Rika," panggil Yuda. 

Tubuh Rika hampir saja merosot ke tanah jika Yuda tidak bergegas menahannya. Rika tidak kuat menopang tubuhnya untuk saat ini, karena merasa lemas. Perkataan dan juga perlakuan Dharma padanya semakin memperparah luka di hatinya. 

"Ini minum dulu." Yuda menyerahkan sebotol air mineral yang barusan dibelinya dari pedangan asongan. 

Wajah Rika tampak pucat sekali dan keringat dingin kini membasahi kening dan sebagian besar area permukaan wajah cantiknya. Melihat itu Yuda pun berusaha mengusap peluh itu dengan sapu tangan yang selalu ia bawa ke mana-mana. 

Jujur, mendengar perpisahan Rika dengan Dharma memang membuat ia senang karena dengan begitu ia dapat mempunyai kesempatan untuk memilikinya. Namun di sisi lain, melihat kondisi Rika sekarang ini membuat Yuda juga ikut merasakan sedih. Jika begini, Yuda rela tidak memiliki Rika, asalkan Rika hidup bahagia.

"Maafkan aku Rika," batin Yuda.

***

Dua bulan kemudian,

Suara jeritan kesakitan terdengar menggema di dalam sebuah ruangan bersalin. Saat ini Rika tengah berjuang untuk melahirkan bayinya yang ia kandung selama sembilan bulan lamanya. 

"Tarik napas, Bu. Buang perlahan. Lalu dorong," ucap dokter obygin yang menangani persalinan Rika.

Rika pun mengikuti instruksi dokter tersebut. 

Setelah satu jam lamanya berjuang melahirkan buah hatinya, akhirnya bayi perempuan pun lahir ke dunia dengan selamat dan normal. 

"Alhamdulillah, bayinya perempuan, Bu. Cantik sekali persis seperti ibunya," ucap dokter obygin itu.

Rika tersenyum haru melihat putri kecilnya tengah dibersihkan oleh perawat. Ia sangat senang sekali dan rasa senangnya ini sangat sulit didefinisikan. Akhirnya bayi yang selama ini ditunggu-tunggu kehadirannya selama empat tahun lamanya hadir juga dalam kehidupannya. 

Namun perlahan senyum Rika luntur ketika mengingat kembali kenangannya bersama Dharma. Dulu Dharma sangat mendambakan seorang anak di dalam pernikahan mereka. Bahkan Dharma dan dirinya sampai rela menjalani pengobatan tradisional agar buah hati segera hadir dalam kehidupan mereka. Dan setelah bertahun-tahun menanti, perjuangan dirinya dan Dharma terkabul di tahun ke-tiga pernikahan mereka. Ia dinyatakan positif mengandung. Namun setelah hadirnya buah hatinya ini, bukannya membuat kehidupan mereka bahagia, justru sebaliknya. Pernikahan mereka hancur, bahkan kehadiran putri kecilnya ini tidak membuat Dharma senang.

"Ibu enggak apa-apa?" tanya dokter obygin itu karena melihat wajah Rika yang semakin pucat.

Rika tersadar dari lamunannya, lalu ia tersenyum ke arah dokter tersebut. "Saya baik-baik saja, Dok."

Namun dokter obygin bernama Andin ini tampak ragu dengan jawaban Rika, pasalnya kondisi pasiennya ini terlihat sangat lemas. 

"Dok, saya ingin melihat putri saya ...," lirih Rika. 

"Sebentar ya, Bu. Bayinya masih dibersihkan," balas dokter Andin.

Sedetik kemudian ringisan Rika mampu membuat semua mata kini tertuju pada wanita itu. Dokter Andin yang melihat itu tentu saja panik, lantaran ia melihat napas Rika tersengal-sengal. Wajahnya juga semakin pucat pasi dan di seluruh permukaan wajahnya kini dihiasi oleh keringat dingin. 

"Dokter, bu Rika mengalami pendarahan!" seru seorang perawat. 

Sontak orang-orang yang berada di dalam ruangan itu menjadi panik dan beralih menangani Rika yang kondisinya semakin drop. Bahkan sampai tidak sadarkan diri. 

***

Di sisi lain, Yuda tengah berusaha membujuk Dharma untuk menemui Rika yang saat ini tengah berjuang melahirkan buah hatinya di rumah sakit. Menurut Yuda kehadiran Dharma sangat berarti sekali untuk Rika. Maka dari itu ia sampai rela pergi ke kediaman Dharma dan memohon-mohon kepada pria itu agar menemani Rika. 

"Saya mohon, Mas. Tolong ikut saya ke rumah sakit, sebentar saja," pinta Yuda. 

"Sekali saya bilang tidak, ya, tidak!" tegas Dharma.

"Tapi Mas, saat ini Rika membutuhkan kehadiran, Mas. Rika tengah berjuang melahirkan bayinya," timpal Yuda yang masih bersikukuh membujuk Dharma ke rumah sakit.

"Kenapa harus saya? Kenapa bukan kamu saja yang menemani Rika melahirkan, bukannya malah ke sini meminta saya menemui Rika," ucap Dharma.

"Tapi Rika ingin Mas Dharma, menemaninya melahirkan buah hatinya. Apa Mas tega membiarkan Rika berjuang sendirian. Lagi pula status anak itu masih belum jelas, apakah anak saya atau justru anak, Mas," ujar Yuda.

Dharma terkekeh geli mendengar penuturan Yuda. Menurutnya lucu sekali. Kenapa mereka terus mendesaknya di saat merekalah yang telah berbuat dosa.

"Apa katamu barusan, saya tega? Apa kamu tidak salah? Jika saya tega terus kamu dan Rika gimana?" cecar Dharma yang sontak membuat Yuda terdiam. 

Skakmat.

"Saya sudah muak dengan para pengkhianat seperti kalian. Dan untuk masalah anak, saya yakin seratus persen jika anak itu bukanlah darah daging saya, melainkan milik kamu. Jadi saya mohon sebesar-besarnya sama kamu, tolong berhenti mengusik saya, karena sampai kapan pun saya tidak akan mengubah keputusan saya. Dan tanpa mengurangi rasa hormat tolong tinggalkan rumah saya secepatnya," lanjut Dharma.

Yuda sudah akan membuka mulutnya, namun urung karena Dena melarangnya. Lewat tatapannya, adik perempuannya itu memintanya untuk tidak lagi memohon-mohon kepada Dharma yang sudah jelas menolaknya secara mentah-mentah.

"Udah, Mas. Lebih baik kita kembali ke rumah sakit aja. Saat ini mbak Rika membutuhkan kita," ucap Dena.

"Tuh, dengarkan apa kata adik kamu. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini dan temani Rika," celetuk Dharma.

Yuda menghela napasnya, lalu ia mengangguk pasrah. Benar kata Dena, jika Dharma tidak mau, lebih baik ia yang menemani Rika. 

Sebelum pergi dari kediaman mewah milik Dharma, Yuda sempat menoleh ke arah laki-laki angkuh itu. Ia sangat kecewa dengan sikap keras kepala Dharma. Menurutnya tidak ada salahnya ikut dengannya ke rumah sakit. Padahal masih ada kemungkinan jika bayi itu adalah anak kandung Dharma. 

"Saya harap suatu saat nanti Anda tidak menyesal telah mengabaikan Rika dan bayinya. Terlebih jika bayi itu memang darah daging Anda. Ingat, karma itu nyata!" teriak Yuda. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status