Mata Rahmadi melotot sempurna, tangannya melayang ke pipi wanita yang baru saja mengakui sesuatu yang membuat semuanya terkejut tidak percaya. Tangis wanita itu pecah seketika.
"Bang!" bentak Rima, "Kamu kenapa kasar dengan wanita!" sambung Rima dengan suara tinggi.
Rima, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh abang sepupunya. Memang dialah yang menelepon --Diana--wanita yang diketahuinya sedang dekat dengan Rahmadi, Rima tidak menyangka akan terjadi hal yang buruk. Sementara itu, James terlihat tersenyum penuh kemenangan.
"Dia berdusta, Rim!" bela Rahmadi.
"Belum menikah aja dah menghamili wanita lain! Gimana nanti?" ledek James, dan hampir saja adu jotos terjadi.
Bu Rina menepuk pundak anaknya dan berbisik, "jodoh enggak akan ke mana!"
James merasa di atas awan, ketika ada kejadian ini. Dia yakin, Rima akan memilihnya.. Sebab, James merasa tidak ada alasan Rima menolak lamaran darinya.
Diana bergelayut manja di tangan Rahmadi, membuat paman dan bibi Rima murka. Amukan tidak dapat dihindari, lalu mereka membawa Rahmadi dan Diana untuk pulang, menyelesaikan urusan yang tidak pernah mereka sangka.
"Rim, aku enggak pernah melakukan apapun dengan Dinda, demi Allah, Rim!" lontar Rahmadi ketika berada di depan pintu. "Tunggu aku, Rim! Jangan menerima lamaran laki-laki ini!" lanjutnya.
Rima terduduk lesu, dia tidak menyangka, malam ini akan menjadi malam yang membuat kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat. Bu Rina dan James diam sejenak, tidak tega melihat Rima terlalu frustasi dengan keadaan yang secara mendadak berubah.
"Rim, apa jawaban kamu untuk Pak James?" tanya Bu Rina, mengingatkan, setelah terdiam cukup lama.
"Aku ...." jawab Rima, tapi disela oleh James.
"Saya dan Dion akan menunggu kamu, Rim. Dion tadi jatuh, jadi dia enggak ikut ke sini!" ujar James.
Rima terlihat khawatir, ketika mengetahui Dion terluka. Akan tetapi, dia tidak ingin terjebak dengan menggantungkan jawabannya. Rasa bimbang mulai menyelimuti hati Rima, mimpi apa dia bisa dilamar oleh bos perusahaan.
"Satu lagi," celetuk, James. "Kamu enggak perlu risegn dari kantor selama kamu belum jadi istri saya," sambung, James dengan semangat.
"Emang saya mau jadi istri bapak?" bantah Rima, memperlihatkan wajahnya yang tidak suka.
"InsyaaAllah, mau," jawab Bu Halimah yakin, dengan menggenggam tangan anak gadisnya.
Seorang ibu tahu yang terbaik untuk anaknya, Bu Halimah melihat tidak ada kepura-puraan dalam keluarga James. Dia yakin, jika Rima akan bahagia bersama James. Hanya butuh tenaga extra untuk menaklukan hati anak sulung James.
Rima ingin membantah ibunya, tapi tidak dia lakukan. Gadis manis itu tidak ingin membuat ibunya terluka di hadapan orang lain. Dia ingin memberikan yang terbaik, apapun itu. hal inilah yang dimanfaatkan James.
"Meskipun anak saya duda, saya yang akan menjamin. Jika dia berbuat macam-macam padamu, kita berdua yang akan memukulnya hingga menyerah!" Bu Rina meyakinkan. "Umur pun, kalian hanya selisi lima tahun," sambungnya dengan senyuman manis.
Rima benar-benar dibuat tidak berdaya, hanya bisa diam tanpa menjawab apapun. Keputusan sepertinya sudah diambil untuk dirinya. Meskipun batinya bergejolak saat ini.
"Saya butuh waktu!" ucap Rima ketika Bu Rina akan berbicara.
"Baiklah. Saya juga terkesan terburu-buru, karena senang ketika mengetahui pilihan James jatuh pada Rima. Sebagai pengikat, saya berikan cincin ini untuk kamu." Bu Rina mendekati Rima dan menyematkan cicin Swarovski miliknya ke jari manis calon menantu.
"Loh, Bu. Kan, aku dah beli cincin?" rajuk James., dengan memamerkan cincin yang dia beli khusu untuk melamar.
"Nanti, saja!" ketus Bu Rina, "Kamu minta waktu berapa lama, Nak? Jangan kelamaan, ya, kasian anak-anak, terlalu bebas!" sambungnya dengan bertanya pada Rima.
Rima menggigit bibir bawahnya, kemudian melihat kepada ibunya yang tersenyum. Seperti tidak memiliki beban lagi dalam hidupnya. Lalu, beralih ke James. Laki-laki idaman wanita single di kantornya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya hari ini terjadi, terbayangkan bagaimana dia di kantor jika teman-temannya mengetahui hal ini.
"Pak, boleh saya tetap bekerja setelah menikah?" tanya Rima hati-hati.
James mengangkat dagunya dan menatap tajam ke arah gadis yang memiliki bibir yang sexy. Ada rasa kesal dalam dirinya ketika Rima mengatakan hal itu.
"Apakah saya tidak mampu membiayai kamu?" tanya James dengan nada merendah.
"Bukan ... Bukan, maksud saya untuk keperluan yang bukan tanggung jawab bapak!" elak Rima.
Bu Rina tertawa melihat reaksi Rima terhadap James, kemudian dia mengakhiri obrolan dengan berpamitan. Tidak lupa mengatakan pada Rima untuk semakin dekat dan mengenal keluarganya, begitu juga James untuk di perkenalkan pada keluarganya.
Bu Halimah ingin mengantar tamunya hingga ke depan, tapi tidak ada yang memapahnya. Jadi, dia hanya bisa memberi salam perpisahan saja dan keluarga James memakluminya.
Sepeningalan keluarga James, Rima kebingungan ketika ibunya memberondong dirinya dengan berbagai pertanyaan. Di mulai sejak kapan mereka dekat. sejak kapan kencan dan sampai memutuskan menikah.
"Bu, Rima tidak dekat dengannya, tidak kecan dan tidak ingin menikah dalam waktu dekat!" jawab Rima dengan sekali tarikan napas.
"Usiamu sudah matang dan seharusnya sudah menikah, kenapa kamu mau menunda saat ada yang melamar kamu?" tanya Bu Halimah, "Lagi pula dia orang yang baik, pernikahannya gagal bukan karena keinginannya, kan? Ibu masih ingat saat kamu menceritakan bagaimana gosip itu tersebar di kantor kamu!" sambung Bu Halimah.
Kali ini Rima tidak membantah ibunya, di kepalanya sudah ada satu rencana yang akan dia lakukan esok hari. Rima yakin, jika ide yang tercetus tiba-tiba akan berhasil dia laksanakan.
"Ayo istirahat, Bu. Besok, Rima harus masuk kerja, Bu. Bagaimana jadinya kalau Rima dipecat?" Rima memapah ibunya masuk ke dalam kamar.
BU Halimah menarik tangan anak gadisnya dan memintanya untuk tidur bersama, Rima dengan senang hati menuruti permintaan ibunya. Rima sebenarnya sudah sangat mengantuk, tapi ibunya malah mengajaknya bernostalgia. Merasa kehilangan, meskipun masih ada di dekatnya. Rima seperti mendengar dongeng masa lalunya, lalu terlelap di pelukan ibunya yang setia membelai rambut panjang yang dia biarkan tergerai.
***
"Bu Rima, diminta ke ruangan Pak James!" titah staff HRD.
"Ada apa, Pak?" tanya Rima.
"Laporan yang di kasih Olive ke kamu kenapa belum dikerjakan?" jawabnya acuh
Dengan malas, Rima berjalan ke ruangan James. Hari ini, Rima sangat terlambat, dia datang jam sepuluh sedangkan masuk kerja jam delapan. Rima mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan, kemudian menanyakan ada apa, pada lelaki yang semalam melamar dirinya. Dengan memasang wajah dingin, James bertanya mengenai laporan yang dia minta oleh bagian keuangan.
"Maaf, Pak. Saya harus ambil dulu, saya ...." Ucapan Rima terhenti.
"Saya yakin, kamu belum mengerjakannya! Kamu datang saja sudah terlambat, bagaimana mau mengerjakan tugas yang saya minta dari pagi!" ketus James.
Rima hanya diam dan menunduk, jari jemarinya dia gunakan untuk memilin ujung kemejanya. Sebenar, James gemas melihat tingkah pencuri hatinya, yang sejak lama dia incar. Masih dengan gayanya yang dingin, James memanggil sesorang untuk masuk ke dalam ruangannya dan menyalahkannya karena keteledoran Rima. Lalu, meminta Rima mengerjakannya dengan cepat di ruangan ini.
"Bu Rima, saya mau liat ibu mengerjakannya di sini sampai selesai!" perintah James.
"Baik, Pak. Saya ambil berkasnya dulu, " lirih Rima.
Dengan cemberut, Rima keluar dari ruangan bos besar yang terkenal sangat dingin. Salah satu teman Rima mendekat ketika melihat raut wajah Rima berantakan.
"Kenapa, Rim?" tanyanya.
"Lupa ngerjain laporan!" jawab Rima lesu.
"Tumben! Biasanya paling gercep?" sindir Sari yang nimbrung.
Rima memasang wajah memelas di depan kedua teman kantornya, meminta mereka membantu juga menemaninya di ruangan James. Tapi, mana ada yang berani mengusik James yang kaku dan dingin.
"Dah dulu, ya. Singanya nanti ngamuk!" ujar Rima, dengan mempraktekkan gaya menerkam.
"Kamu hati-hati, nanti diterkam singanya!" timpal Sari dibarengi dengan suara tawa mereka.
Tanpa Dia sadari, James melihat dan mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Senyum smirk nampak jelas di bibirnya yang seksi.
"Tunggu saja!"
James kembali ke ruangannya dengan tergesa-gesa, takut didahului Rima. Sang asisten yang baru aktif kerja setelah liburan, merasa heran dengan kelakuan bosnya, ketika berpapasan."Pak James, untuk mitting dengan ...," Ucapan Heru terhenti karena diabaikan.Heru ingin mengikuti James masuk ke dalam ruangan, tapi ada pemandangan aneh. Tidak pernah dia melihat seorang staf membawa berkas, ke dalam ruangan bosnya. Rasa kepo pun muncul dalam hatinya, ingin mengintip, tapi rasa takut lebih mendominasi."Pak Heru, itu si bos tumben menghukum orang! Lagi ada masalah apa sih?" tanya salah satu staf yang biasa jadi biang gosip di kantor.Heru yang tidak tahu ada masalah hanya menggelengkan kepalanya, lalu mendekat ke ruangan bosnya. Perlahan, mengetuk pintu. Setelah terdengar suara bosnya mempersilahkan masuk, Heru membuka pintu dan masuk."Tutup lagi!" ujar James. Heru menuruti pinta bosnya."Pak, jam
"Pernikahan kalian tidak sah!" Suara Rahmadi menggelegar di ruangan yang dipenuhi orang-orang yang baru saja mengikuti akad nikah Rima dan James.James berdiri dan menatap tajam ke arah lelaki bertubuh tinggi, yang berdiri diambang pintu. Rambut ikal yang berantakan, bajunya lusuh dan dikenakan dengan asal-asalan, wajahnya yang terlihat tidak baik-baik saja. Seperti gemel di jalanan."Maksud kamu, apa?" tanya James meradang. Semua yang datang di sini, mereka menyaksikan akad kami dan mengatakan jika penikahan ini, sah! Baik secara agama, maupun secara negara!" imbuh James dengan emosi.James terkesan memberikan penekanan pada setiap kata-kata yang dia lontarkan, kemudian lelaki itu melengkungkan sudut bibirnya. Membuat lawan bicaranya emosi dan ingin sekali meninju wajah James yang mulus."Kamu menipu, Rima!" tuduh Rahmadi. Wajah Rima terlihat tegang, sejak kedatangan Rahmadi di acara pernikahannya yang sederhana. "Aku tidak memiliki hubungan dengan wanita yang menggangguku kemarin,
"Sherly!" panggil James, tapi tidak dihiraukan oleh putri remajanya. Sang nenek yang melihat itu, mau tidak mau turun tangan dengan kelakuan cucunya yang enggan berbaur dengan keluarga Rima. "Sherly, ayi sini!" Dengan suara bernada perintah tidak mau dibantah. Remaja itu diam dan menunduk, lalu mendekat tanpa membantah, duduk berdampingan dengan memasang wajah cemberut. Berbeda dengan Dion, terlihat sangat bersemangat dan selalu menempel pada Rima, yang terlihat sangat cantik hari ini. Sesi poto sudah berakhir dan semua acara sudah dijalani dengan lancar. Tiba-tiba beberapa tamu yang dikenal datang dan membuat James kaget. Pasalnya, James tidak pernah mengabarkan pada pegawainya, tentang pernikahannya dengan Rima. James berpikir jika saat ini hanya untuk acara keluarga dan tetangga saja. Salah satu pegawai dan teman James yang datang adalah Grace, wanita yang sangat menyukai James. Bahkan, rasa yang tumbuh pada hatinya sudah ada sejak James masih dalam ikatan pernikahan dengan istr
"Ah! Sekarang aku tahu!" ujar Grace dengan memasang mimik wajah mengejek. "Pasti permainan ranjangnya sangat hebat! Membuatmu mabuk kepayang, hingga mau menikahinya!" sambung Grace dengan suara yang menghina."Aku ..." Rima ingin menjawab ejekan Grace, tapi dicegah oleh James."Kamu istirahat saja di kamar," pinta James lembut.Rima langsung menuruti apa yang diminta oleh sang suami, tanpa satu patah katapun keluar dari bibirnya yang dihias dengan lipstik berwarna nude. Sesekali Rima melihat ke arah suaminya, dia seperti mengkhawatirkan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh James. Lelaki yang dia pilih diakhir sujudnya, tidak ada penyesalan atas apa yang dia pilih."Ikut!" James meanarik tangan Grace, keluar dari rumah milik orang ftua Rima.Teman-teman grace mengikuti mereka dari belakang, mengantisipasi, jika James melakukan sesuatu di luar batas karena marah."Berani-beraninya kamu menghina istriku!" James mendorong Grace agar menjauh darinya.Untung saja teman-temannya masih ada s
James ingin marah, tapi dia urungkan. Mengingat, karena dirinyalah Grace jadi seperti ini. James diam dan melipat kedua tangannya di depan dada."Kamu terlalu bodoh!" cibir Grace.Wanita itu, kemudian duduk di tepi trotoar taman. Matanya memandang tajam ke arah James, batinnya meruntuki diri sendiri yang begitu terpesona oleh tampannya wajah James dan juga lembutnya perlakuan laki-laki di hadapannya. Namun, seketika hatinya remuk tidak bersisa, ketika kabar pernikahan James datang padanya. Apalagi, saat Grace mengetahui siapa yang bisa menyaingi dirinya merebut hati James, yaitu wanita yang penampilannya berbanding terbalik darinya dan orang yang selalu dia remehkan saat berada di kantor. "Aku ... Aku yang lebih baik darinya, James! Bukan dia, tapi aku!" tangis Grace pecah seketika.James berdecak mendengar ocehan Grace yang mulai tidak masuk akal baginya. Bukan hanya penampilan yang dicari olehnya, tetapi wanita yang mampu meluluhkan hatinya dan juga anak-anaknya yang mulai beranjak
Grace berjalan mendekati wanita paruh baya yang ternyata ibunya dan juga sahabat dari Bu Rina, mertua Rima. Grace tidak tahu, jika ibunya mengetahui apa yang dia perbuat. Meskipun tidak secara langsung, karena ibunya sedang berada di toilet, saat kejadian tadi. Wanita-wanita paruh baya itu, ternyata telah berteman cukup lama. Mereka terpisah oleh kesibukan masing-masing, Sejak remaja, mereka selalu berbagi semua cerita. Termasuk setelah berkeluarga, walaupun hanya melalui panggilan telepon. Bu Rina sangat senang, ketika temannya mengatakan jika anaknya menyukai lelaki yang bekerja di perusahaan yang sama dengan James dan terkejut setelah mengetahui bahwa anaknyalah yang dimaksud. Namun, Bu Rina tidak ingin memberi harapan pada temannya dan juga sang putri, karena keputusan dia serahkan pada sang putra dan Bu Yuyun--ibu dari grace memaklumi hal itu. "Sudah berapa kali ibu katakan, jika dia jodohmu, maka kamu tidak perlu bersusah payah merayunya! Karena Tuhan yang akan mendekatkan kal
James berjalan tanpa menoleh ke belakang, langkahnya diiringi oleh tangis Grace yang terdengar sangat terluka. Hati Grace tergores cukup dalam, tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, jika James tidak mencintainya selama ini. Grace hanya bisa melihat punggung James menjauh, tidak bisa mendekatinya lagi. Jarak mereka sudah sangat jauh dan tidak mungkin kembali seperti dulu."Sudahlah! Kamu masih muda dan cantik. Mulailah perbaiki kebiasaan burukmu dan jangan pernah bilang aku tidak bisa!" ketus Bu Yuyun.Semua ucapan Bu Yuyun terkesan menyudutkan anaknya, tapi dia sangat mengetahui sikap dan sifat anak perempuannya yang keras kepala dan manja.Bu Rina yang sejak tadi hanya diam, kini mendekati Grace dan memeluknya dengan lembut. Menepuk pundak dan memberinya semangat,"Seperti kata James, kamu pasti akan mendapatkan yang terbaik dan kebahagiaan akan datang menjemputmu. Maafkan James, jika pernah memberikan harapan hampa untukmu!" bisik Bu Rina lembut.Grace merasakan ketulusan dari Bu R
Grace mendongak untuk memandang wajah remaja yang berdiri di depannya, wajah manisnya terlihat sangat serius. grace diam sejenak, mencerna apa yang baru saja didengarnya dari bibir mungil yang menggoda."Kamu Sherly, kan?" tanya Grace memastikan.Grace pangling dengan wajah ayu di depannya, sudah lama dia idak berjumpa dengan gadis kecil itu. Di depannya saat ini, gadis remaja yang memakai riasan tipis. Melontarkan kata yang tidak masuk akal.Sherly mengangguk, dan menyunggingkan senyuman sinis, tapi terlalu manis. Sehingga tetap saja terlihat cantik dan mempesona. Sherly mendekat dan duduk di samping Grace, membalas tatapan wanita yang lebi tua darinya."Tidak mungkin, Sherly. Papamu suda memilih wanita lain yang lebih baik dari tante menurutnya, padaal gadis itu sangat culun!" ujar Grace, tetap dengan rasa kesal yang masih tersisa."Itu hal yang sangat mudah, Tante! Kita buat mereka berpisah saja!" balas Sherly dengan penekanan disetiap kata-katanya,Mulut Grace menganga, dia tidak