Share

Dua Lamaran

James memamerkan giginya yang putih bersih, kemudian memperkenalkan orang tuanya yang sudah pernah Rima temui. Tidak ada ucapan selamat datang atau sambutan yang meriah, yang nampak hanya wajah lucu Rima yang kebingungan.

Bu Halimah keluar, di papah oleh Rahmadi. Wajahnya tidak kalah terkejutnya dengan sang anak. Namun, tidak dengan Rahmadi. Dia mendengkus kesal melihat lelaki di depannya, begitupun sebaliknya.

"Ada perlu apa, ya, Pak James?" tanya Rima.

Sepertinya dia lupa ingatan dengan apa yang dikatakan oleh James tadi siang. Semua yang ada di otaknya menghilang. terpana dengan penampilan James yang sempurna di mata Rima.

"Apakah kita akan membicarakannya sambil berdiri?" tanya Bu Rina, ibunya James.

Bu Halimah tertawa, karena dia sampai lupa mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk. Sekilas dia menatap anaknya dengan penuh selidik, tapi Rima hanya menunduk.

"Mari ... Mari," ujar Bu Halimah mempersilahkan para tamu masuk.

Bu Halimah berbisik pada Rahmadi untuk membelikan makanan ringan dan minuman, juga memintanya untuk memanggil orang tuanya, yang juga kakak kandung Bu Halimah untuk mendampingi. Rahmadi hanya mengangguk patuh dan langsung pergi setelah membantu Bu Halimah duduk.

Perkenalan pun dilanjutkan, membuat wajah Rima pucat. Dalam hatinya dia mengerutu dan mengutuk lelaki di depannya. Apalagi saat ibu dari James memuji-muji dirinya terus menerus.

Tawa renyah dari dari Bu Rina dan Ibunya, malah makin membuat Rima kesal. Bagaimana bisa ibunya secepat ini akrab dengan orang yang baru dia jumpai. Ngobrol enggak jelas juntrungannya. Rima hanya bisa memilin baju tidur yang dia kenakan.

"Rima, apa James tidak memberitahu kamu kalau kami akan berkunjung?" tanya Bu Rina mengejutkan Rima.

"Eh, i-iya. Tapi, saya pikir, Pak James hanya bercanda," lirih Rima dengan menundukan pandangannya.

Bu Rina langsung memukul lengan anaknya, dan memberikan satu omelan panjang. Rima pun mendapatkan tatapan menuntut dari ibunya. Jika, James hanya cengengesan dimarahi ibuya, tidak dengan Rima yang diam dan menunduk dalam serta memainkan jari jemarinya.

Di sudut ruangan, Sherly menatap jengah pada ibu dan anak yang akan menjadi keluarganya. Meskipun menentang, tapi keputusan sudah dibuat sesaat setelah Rima pergi dan Sherly tidak bisa berbuat apa-apa.

Tidak lama, Rahmadi dan kedua orang tuanya datang dan menyuguhkan makanan ringan juga minuman, untuk para tamu. Sepupu Rima itu menatap sinis ke arah James yang terlihat sangat mempesona malam ini.

"Kalau boleh tau, ada keperluan apa, ya, Pak james dan keluarga datang ke gubuk saya?" tanya Bu Halimah, yang mengingat siapa James.

"Ibu sudah kenal saya?" tanya James semringah.

Bu Halimah tertawa mendengarnya, "Bapak, kan bosnya Rima?"

James menggaruk leher belakang, mengira Rima sudah mengatakan pada ibunya jika dia ingin menikahi putri semata wayangnya yang cuek. Ternyata, perkiraannya salah. Rima tertutup untuk masalah seperti ini.

"Apakah ini yang ditakutkan Rima tadi?" tanya Bu Halimah, lalu melirik anaknya. "Apa anak saya buat kesalahan?" sambung Bu Halimah.

Bu Rina tertawa mendengar pertanyaan calon besannya, kemudian sejenak dia berdehem. Lalu, membenarkan posisinya duduk, menatap tajam ke arah Rima.

"Iya, Rima punya kesalahan yang sangat fatal. Saya tidak bisa memaafkannya keculai dia mau menikah dengan anak saya!" seloroh Bu Rina, tapi wajahnya sangat serius.

Bu Halimah dan Rima saling pandang, kemudian terdengar decak kesal dari Sherly. James pun menegur anak sulungnya itu, membuat semua terdiam. Serly yang merajuk, memilih untuk duduk di teras.

Bu Rina melanjutkan maksud kedatangan mereka lebih serius, Bu Halimah yang mendengarnya tidak percaya. Anak gadisnya tidak pernah bercerita apapun tentang kedekatannya dengan duda beranak dua yang ada di hadapan mereka. Lalu, Bu Halimah menatap anaknya, Rima yang mendapat tatapan penuh selidik dari ibunya hanya menggelengkan kepala.

"Semua saya serahkan ke anak saya, dia yang akan menjalani kehidupannya kelak. Saya hanya mendukungnya semampu saya hingga hayat tidak ada lagi." Mendengar ucapan ibunya, RIma langsung menangis.

Rima hanya memiliki ibu, setelah ayahnya pergi bersama selingkuhannya. Perjuangan ibunya untuk membesarkannya tidak mungkin dapat dia balas. Hanya pengabdiannya yang isa di persembahkan untuk ibu tercintanya. Di usianya yang memasuki kepala tiga, Rima tidak memikirkan menikah. Jangankan membahs pernikahan, memiliki teman dekat saja tidaki ada.

"Aku tidak setuju, Maklik!" Rahmadi menyela, dia sejak tadi tidak nyaman dengan perincangan ini.

Mengejutkan Rima dan Bu Halimah, semua mata kini fokus pada Rahmadi yang menahan amarahnya. Matanya berkaca-kaca mendengar sepupunya dilamar oleh orang lain. Perasaan yang terpendam akhirnya harus dia ungkapkan.

"Aku mencintai Rima dan ingin menikah dengannya!" lanjut Rahmadi.

Rima berdiri dan menatap marah pada Rahmadi, "ngomong apa, sih, Bang?"

"Rim, Bapak dan Ibu sudah setuju untuk meminang kamu, tapi tidak dalam waktu dekat ini! Karena Ratih baru saja menikah. Abang mohon, menikahlah dengan abang! Abang kenal kamu sejak kecil, abang yakin, abang bisa membuatmu bahagia!" ucap Rahmadi bersungguh-sungguh.

"Hei, Bro! Saya yang pertama melamar RIma dan saya yakin dia menerima saya!" tegas James percaya diri.

Ketegangan antara dua lelaki yang mencintai satu gadis itu sangat terlihat jelas, Jantung Rima berdetak dengan kencang. Di hadapkan dengan kenyataan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

"Aku lebih mengenal Rima dari pada kamu! Aku yang selalu ada di sisinya saat dia membutuhkan bahu, selain Ratih. Kamu hanya orang baru, yang datang!" ejek Rahmadi.

"Meskipun saya orang baru, tapi saya mengenal Rima dengan baik!" bantah James.

Rahmadi tidak terima, jika dia dianggap kalah. Rima dan dirinya bersama sejak kecil, jadi tidak mungkin dia tidak tahu kelebihan dan kekurangan Rima, sepupunya. Dengan pandangan sinis, Rahmadi berdecih.

"Sebaik apa kamu mengenalnya?" tanya Rahmadi pongah.

"Tunggu dulu! Bang, aku enggak akan menikah dengan kamu. Kita satu darah!" seru Rima.

"Dalam agama pun kita diperbolehkan menikah, Rim," rayu Rahmadi, tapi Rima langsung menolaknya. "Maklik, ijinkan aku menjaga Rima hingga menua bersama," lanjut Rahmadi, pada Bu Halimah.

"Sudahlah, Rima sudah menolak kamu! Lagi pula dia itu saudara kamu!" ketus James.

Bu Rina menepuk kaki anaknya, meminta anaknya untuk diam dulu. Agar Rima menyelesaikan masalahnya terlebih dulu.

Kedua orang tua Rahmadi mendukung anaknya, mereka setuju untuk menjadikan Rima menantu mereka. Tentu saja, Rima tetap kekeh pada pendiriaannya. Menganggap mereka adalah keluarga dan tidak mungkin dia menikah dengan Rahmadi, membayangkannya saja tidak pernah.

"Mas, Mbak! Biarkan anak-anak yang memilih, kita hanya bisa mendukungnya. Apapun pilihannya, harus diterima dengan lapang dada," Bu Halimah akhirnya angkat bicara.

Orang tua Rahmadi diam dan mengikuti apa yang diucapkan adiknya, mereka takut jika Bu Halimah akan jatuh sakit jika mendengar pertengkaran yang lebih lagi.

Suara pintu diketuk, muncul seorang wanita cantik dengan wajah sendu. Menatap Rahmadi dengan pandangan yang sulit diartikan. Lelaki gagah dengan potongan rambut angular fringe, mendekati wanita yang baru saja datang. Menarik wanita itu untuk keluar, tapi di tolaknya dengan tegas.

"Sejak tadi aku mendengar apa yang kamu ucapkan, Mas! Jika kamu menikahi Rima, bagaimana nasib anak yang aku kandung?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status