Share

Dua Lamaran

Author: Ombak Lautan
last update Huling Na-update: 2022-03-24 01:12:22

James memamerkan giginya yang putih bersih, kemudian memperkenalkan orang tuanya yang sudah pernah Rima temui. Tidak ada ucapan selamat datang atau sambutan yang meriah, yang nampak hanya wajah lucu Rima yang kebingungan.

Bu Halimah keluar, di papah oleh Rahmadi. Wajahnya tidak kalah terkejutnya dengan sang anak. Namun, tidak dengan Rahmadi. Dia mendengkus kesal melihat lelaki di depannya, begitupun sebaliknya.

"Ada perlu apa, ya, Pak James?" tanya Rima.

Sepertinya dia lupa ingatan dengan apa yang dikatakan oleh James tadi siang. Semua yang ada di otaknya menghilang. terpana dengan penampilan James yang sempurna di mata Rima.

"Apakah kita akan membicarakannya sambil berdiri?" tanya Bu Rina, ibunya James.

Bu Halimah tertawa, karena dia sampai lupa mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk. Sekilas dia menatap anaknya dengan penuh selidik, tapi Rima hanya menunduk.

"Mari ... Mari," ujar Bu Halimah mempersilahkan para tamu masuk.

Bu Halimah berbisik pada Rahmadi untuk membelikan makanan ringan dan minuman, juga memintanya untuk memanggil orang tuanya, yang juga kakak kandung Bu Halimah untuk mendampingi. Rahmadi hanya mengangguk patuh dan langsung pergi setelah membantu Bu Halimah duduk.

Perkenalan pun dilanjutkan, membuat wajah Rima pucat. Dalam hatinya dia mengerutu dan mengutuk lelaki di depannya. Apalagi saat ibu dari James memuji-muji dirinya terus menerus.

Tawa renyah dari dari Bu Rina dan Ibunya, malah makin membuat Rima kesal. Bagaimana bisa ibunya secepat ini akrab dengan orang yang baru dia jumpai. Ngobrol enggak jelas juntrungannya. Rima hanya bisa memilin baju tidur yang dia kenakan.

"Rima, apa James tidak memberitahu kamu kalau kami akan berkunjung?" tanya Bu Rina mengejutkan Rima.

"Eh, i-iya. Tapi, saya pikir, Pak James hanya bercanda," lirih Rima dengan menundukan pandangannya.

Bu Rina langsung memukul lengan anaknya, dan memberikan satu omelan panjang. Rima pun mendapatkan tatapan menuntut dari ibunya. Jika, James hanya cengengesan dimarahi ibuya, tidak dengan Rima yang diam dan menunduk dalam serta memainkan jari jemarinya.

Di sudut ruangan, Sherly menatap jengah pada ibu dan anak yang akan menjadi keluarganya. Meskipun menentang, tapi keputusan sudah dibuat sesaat setelah Rima pergi dan Sherly tidak bisa berbuat apa-apa.

Tidak lama, Rahmadi dan kedua orang tuanya datang dan menyuguhkan makanan ringan juga minuman, untuk para tamu. Sepupu Rima itu menatap sinis ke arah James yang terlihat sangat mempesona malam ini.

"Kalau boleh tau, ada keperluan apa, ya, Pak james dan keluarga datang ke gubuk saya?" tanya Bu Halimah, yang mengingat siapa James.

"Ibu sudah kenal saya?" tanya James semringah.

Bu Halimah tertawa mendengarnya, "Bapak, kan bosnya Rima?"

James menggaruk leher belakang, mengira Rima sudah mengatakan pada ibunya jika dia ingin menikahi putri semata wayangnya yang cuek. Ternyata, perkiraannya salah. Rima tertutup untuk masalah seperti ini.

"Apakah ini yang ditakutkan Rima tadi?" tanya Bu Halimah, lalu melirik anaknya. "Apa anak saya buat kesalahan?" sambung Bu Halimah.

Bu Rina tertawa mendengar pertanyaan calon besannya, kemudian sejenak dia berdehem. Lalu, membenarkan posisinya duduk, menatap tajam ke arah Rima.

"Iya, Rima punya kesalahan yang sangat fatal. Saya tidak bisa memaafkannya keculai dia mau menikah dengan anak saya!" seloroh Bu Rina, tapi wajahnya sangat serius.

Bu Halimah dan Rima saling pandang, kemudian terdengar decak kesal dari Sherly. James pun menegur anak sulungnya itu, membuat semua terdiam. Serly yang merajuk, memilih untuk duduk di teras.

Bu Rina melanjutkan maksud kedatangan mereka lebih serius, Bu Halimah yang mendengarnya tidak percaya. Anak gadisnya tidak pernah bercerita apapun tentang kedekatannya dengan duda beranak dua yang ada di hadapan mereka. Lalu, Bu Halimah menatap anaknya, Rima yang mendapat tatapan penuh selidik dari ibunya hanya menggelengkan kepala.

"Semua saya serahkan ke anak saya, dia yang akan menjalani kehidupannya kelak. Saya hanya mendukungnya semampu saya hingga hayat tidak ada lagi." Mendengar ucapan ibunya, RIma langsung menangis.

Rima hanya memiliki ibu, setelah ayahnya pergi bersama selingkuhannya. Perjuangan ibunya untuk membesarkannya tidak mungkin dapat dia balas. Hanya pengabdiannya yang isa di persembahkan untuk ibu tercintanya. Di usianya yang memasuki kepala tiga, Rima tidak memikirkan menikah. Jangankan membahs pernikahan, memiliki teman dekat saja tidaki ada.

"Aku tidak setuju, Maklik!" Rahmadi menyela, dia sejak tadi tidak nyaman dengan perincangan ini.

Mengejutkan Rima dan Bu Halimah, semua mata kini fokus pada Rahmadi yang menahan amarahnya. Matanya berkaca-kaca mendengar sepupunya dilamar oleh orang lain. Perasaan yang terpendam akhirnya harus dia ungkapkan.

"Aku mencintai Rima dan ingin menikah dengannya!" lanjut Rahmadi.

Rima berdiri dan menatap marah pada Rahmadi, "ngomong apa, sih, Bang?"

"Rim, Bapak dan Ibu sudah setuju untuk meminang kamu, tapi tidak dalam waktu dekat ini! Karena Ratih baru saja menikah. Abang mohon, menikahlah dengan abang! Abang kenal kamu sejak kecil, abang yakin, abang bisa membuatmu bahagia!" ucap Rahmadi bersungguh-sungguh.

"Hei, Bro! Saya yang pertama melamar RIma dan saya yakin dia menerima saya!" tegas James percaya diri.

Ketegangan antara dua lelaki yang mencintai satu gadis itu sangat terlihat jelas, Jantung Rima berdetak dengan kencang. Di hadapkan dengan kenyataan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

"Aku lebih mengenal Rima dari pada kamu! Aku yang selalu ada di sisinya saat dia membutuhkan bahu, selain Ratih. Kamu hanya orang baru, yang datang!" ejek Rahmadi.

"Meskipun saya orang baru, tapi saya mengenal Rima dengan baik!" bantah James.

Rahmadi tidak terima, jika dia dianggap kalah. Rima dan dirinya bersama sejak kecil, jadi tidak mungkin dia tidak tahu kelebihan dan kekurangan Rima, sepupunya. Dengan pandangan sinis, Rahmadi berdecih.

"Sebaik apa kamu mengenalnya?" tanya Rahmadi pongah.

"Tunggu dulu! Bang, aku enggak akan menikah dengan kamu. Kita satu darah!" seru Rima.

"Dalam agama pun kita diperbolehkan menikah, Rim," rayu Rahmadi, tapi Rima langsung menolaknya. "Maklik, ijinkan aku menjaga Rima hingga menua bersama," lanjut Rahmadi, pada Bu Halimah.

"Sudahlah, Rima sudah menolak kamu! Lagi pula dia itu saudara kamu!" ketus James.

Bu Rina menepuk kaki anaknya, meminta anaknya untuk diam dulu. Agar Rima menyelesaikan masalahnya terlebih dulu.

Kedua orang tua Rahmadi mendukung anaknya, mereka setuju untuk menjadikan Rima menantu mereka. Tentu saja, Rima tetap kekeh pada pendiriaannya. Menganggap mereka adalah keluarga dan tidak mungkin dia menikah dengan Rahmadi, membayangkannya saja tidak pernah.

"Mas, Mbak! Biarkan anak-anak yang memilih, kita hanya bisa mendukungnya. Apapun pilihannya, harus diterima dengan lapang dada," Bu Halimah akhirnya angkat bicara.

Orang tua Rahmadi diam dan mengikuti apa yang diucapkan adiknya, mereka takut jika Bu Halimah akan jatuh sakit jika mendengar pertengkaran yang lebih lagi.

Suara pintu diketuk, muncul seorang wanita cantik dengan wajah sendu. Menatap Rahmadi dengan pandangan yang sulit diartikan. Lelaki gagah dengan potongan rambut angular fringe, mendekati wanita yang baru saja datang. Menarik wanita itu untuk keluar, tapi di tolaknya dengan tegas.

"Sejak tadi aku mendengar apa yang kamu ucapkan, Mas! Jika kamu menikahi Rima, bagaimana nasib anak yang aku kandung?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pembalasan Ibu Tiri   Saham3

    Rima melukai sedikit peni*s Dito, membuat remaja itu meringis kesakitan. "Baru tergores! Belum terpotong!" ancam RIma dan Dito hanya mengangguk. Rima kembali pergi, dengan membawa serta belati yang melukai Dito, sedangkan Dito memaki wanita yang tengah menyanderanya dengan kata-kata kasar. Remaja itu tidak menyangka, jika Rima bisa berbuat sejauh ini. Bahkan dirinya menjadi ciut berhadapan dengan ibu tiri dari remaja yang dia lece*hkan. "Brengsek!" teriaknya. Rima hanya tersenyum mendengar makian dari Dito, kemudian dia berjalan dengan cepat untuk keluar dari persembunyian. Kemudian dia membuka CCTV yang terhubung dengan laptopnya, menghidupkannya kembali dengan posisi semula, meski sedikit dimodifikasi. "Bu, sudah benarkan saya keluar dari sana?" tanya Bik Irah yang masih memegang alat pel. "Sempurna, Bik. Sekarang bibik masak aja, untuk sarapan kita," pinta Rima. "Besok saja membersihkannya, sehari enggak dibersihkan, enggak masalah." Rima menjawab sebelum Bik Irah bertanya, da

  • Pembalasan Ibu Tiri   Saham2

    Pagi-pagi sekali, Rima keluar dari rumah. Menuju ke supermarket terdekat, mengambil beberapa cemilan, roti dan juga susu. Kemudian menuju kasir, untuk membayar semua yan sudah dibeli olehnya."Makasih, ya, Mbak!" ujarnya setelah sang kasir memasukkan semua belanjaan ke dalam kantong yang dibawa oleh Rima."Sudah semua, ya, bersama titipannya," balas sang kasir dengan lirih di ujung kata-katanya.Rima keluar dengan membawa kantong yang berisi penuh dengan semua aneka camilan, dan dia taahu, jika ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan sangattajam, sembari berpura-pura memgang minuman."Kalian masih mengintaiku?" gumam Rima kesal.Ponsel Rima berbunyi, dan wanita itu langsung menerima panggilan dari ternyata dari Satria. Mantan kekasihnya itu menanyakan, apakah dirinya aman setelah menerima bingkisan darinya ataau tidak. Rima membaritahu Satria, jika dirinya aman dan sudah sampai di rumah.Semalam, Rima menanyakan tentang efek samping dari penggunaan obat itu pada Satria. Bagaima

  • Pembalasan Ibu Tiri   Saham

    "Bukan begitu, sayang. Aku_"Rima langsung memotong ucapan James dengan cepat."Sudahlah, Mas. Yang penting aku selalu jaga hati dan tubuhku hanya untuk kamu,"Rima langsung mengakhiri panggilan, dan meletakan ponselnya di atas meja. Mendengkus kesal, karena merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri."Bibik aja yang angkat!" ucap Rima malas. "Bilang saja, aku sedang tidak mau diganggu!" Rima menambahkan sedikit permintaan.Bik Irah mengangguk dan segera menerima panggilan dari James untuk kedua kalinya. Seperti dugaan Rima, Bik Irah bisa diandalkan. Rima meyakini, jika suaminya itu bertanya banyak hal pada Bik Irah. Terbukti jawaban dari wanita tua di sampingnya itu, yang kadang tersenyum dan terkadang terlihat khawatir."Siap, Pak!"Di akhir panggilannya, dan Bik Irah meletakkan ponsel Rima kembali di tempatnya semula."Apa aja yang ditanya Mas James, Bik?" Rima bertanya seperti menyelidik."Pak James hanya khawatir pada ibu, dan menanyakan apa ibu pernah pergi dalam waktu yang lam

  • Pembalasan Ibu Tiri   Hampir saja2

    Rima terlihat marah pada Satria, yang menyangkal tentang keterlibatan Sandi dalam kasus anak sambungnya. "Aku mendengar sendiri, jika dia menggauli Sherly dan mengatakan hal tidak senonoh padaku!" bantah Rima. "Tidak, yang aku tahu, dia tidak ikut dalam pencab*lan itu!" Satria masih kukuh pada ucapannya. "Dan kamu sudah tahu siapa saja yang melakukan hal bejad itu, kan?" tanya Satria kemudian. "Pergila, aku hanya meyakini apa yang memang terjadi dan kuketahui!" Rima pun tidak merubah keputusannya. "Jangan gegabah, nanti kamu salah sasaran!" ketus Satria. Lelaki itu, lalu berpamitan dan meninggalkan Rima yang masih yakin dengan apa yang akan direncanakannya. Sedangkan Satria menghela napas panjang, terlalu sulit untuk membuktikannya sekarang. Rima duduk di kursinya dan kembali menyesap teh lemon buatannya, Menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong. "Bu, saya melihat diary milik non Sherly," bisik Bik Irah. Perhatian Rima teralihkan, meminta Bik Irah untuk mengambilnya. Wanit

  • Pembalasan Ibu Tiri   Hampir saja

    Ayah Dito langsung memperintahkan anak buahnya untuk mengeledah seisi rumah dan melihat CCTV yang terpasang di rumah Rima. Sedangkan Rima dan Bik Irah duduk dengan santai di meja makan, bahkan Rima menyedu teh lemon hangat dan menyesapnya perlahan. Setengah jam mereka mencari dan berputar-putar dengan sangat teliti, tapi tidak menemukan apa yang mereka cari, dengan kesal ayah Dito mendekati Rima. Mengacungkan senjata dan mengancam wanita yang pura-pura lemah itu. "Cepat, katakan di mana anakku?" tanyanya dengan menekan ujung pist*lnya di pelipis Rima. Satria yang melihat itu tentu saja sangat geram, tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini, karena baju yang sedang dia kenakan. "Saya sudah mengijinkan bapak untuk mencari anak bapak di sini, dan apakah saya mengijinkan bapak untuk mengancam saya?" tanya Rima yang makin membuat emosi lelaki di depannya memuncak. "Kamu tidak tau siapa saya?" tanyanya dengan membentak Rima, dan matanya melotot sempurna. Sehingga memperlihatkan am

  • Pembalasan Ibu Tiri   Target Selanjutnya

    Rima langsung mengakhiri panggilan dan menatap remaja yang mulai sadar akan keberadaannya yang menyedihkan."Tante, Lepasin aku!" teriak Dito dan hanya ditangapi dengan senyum hina dari Rima.Dito terus memaki, ingin rasanya Rima membalasnya. Akan tetapi disadarkan oleh Bik Irah yang menanyakan tentang makanan yang dia bawa tadi.Rima berjalan ke meja, lalu mendekati Dito yang masih terus menhardiknya. Tatapan Rima, sebenarnya membuat nyali Dito sedikti ciut, tapi dia tidak mau kalah dari wanita yang dia anggap tidak ada apanya."Kamu butuh asupan untuk terus menghardikku, jika tidak kamu akan kelapan dan tidak ada yang bisa menolongmu. Bahkan harta orang tuamu yang sangat banyak itu! Ingat, kamu belum membuatku merasakan kenikmatan yang kamu tawarkan," ujar Rima dengan nada penuh penekanan.Dito diam, setelah mendengar penuturan Rima, mungkin dia berpikir, benar apa yang dikatakan Rima. Dirinya tidak akan bisa keluar dengan selamat, jika dirinya tidak memiliki tenaga.Rima meminta Bi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status