James merasa dia tidak mungkin akan bisa melawan rekan bisnisnya itu, karena James tahu kekuatan mereka. Di dalam bisnis saja, mereka bisa bertindak sangat kejam, apalagi untuk urusan anak mereka yang melakukan hal yang memalukan.Rima membekap mu;lutnya, saat melihat dengan yakin siapa yang ada di poto itu. Kemudian dia berseru, "Me--mereka yang melakukan hal b*adab?"Pandangan James beralih pada istrinya yang berteriak, mengenali para tersangka. Lelaki bermanik coklat itu tidak menyangka, jika Rima mengetahui tentang mereka. James yakin, jika pergaulan Rima tidak seperti apa yang dia tahu selama ini."Dari mana kamu mengenal mereka?" selidik James, yang menampakan kecemburuannya."Ini adalah murid yang les private padaku tiga tahun yang lalu, dan yang ini adalah teman Sherly yang ikutan les, hanya Jadwalnya berbeda dengan Sherly," terang Rima, dengan suara bergetar.James diam, dia kembali memperhatikan poto orang yang ada di dalam map yang dia pegang. Kemudian melihat ke arah Satri
Seketika, perut Rima keram dan mengeras, membuat wanita berparas ayu itu meringis kesakitan. Darah pun kembali merembes dari pangkal pahanya, membuatnya makin meringis. James yang mendengar rintihan istrinya mendekat, dan tanpa sengaja dia memegang darah yang terus mengalir. Kepanikana terjadi, dan dia bingung harus bagaimana, apalagi Rima enggan dia sentuh. Satria yang sedang bertugas hanya bisa menghela napas panjang, tidak menyangka akan melihat drama rumah tangga yang tidak dia harapkian. Akan tetapi, hatinya langsung tergerak untuk memanggilkan dokter, karena wanita yang dikenalnya kesakitan. Dokterpun datang dan segera memeriksa Rima, yang masih terus meringis. "Bu Rima, sebaiknya ibu istirahat dulu,"pinta dokter, pada Rima. "Pak, jangan bebani pikirannya, ya, istri bapak butuh istirahat total!" lanjut dokter pada James. James menyelimuti Rima, dan mengantarkan dokter ke luar ruangan, menemui Satria yang menunggu di luar, saat Rima sedang diperiksa. Mereka berbicara sejenak
James benar-benar takut, jika keluarganya akan berakhir di jalanan. Harta yang dia miliki tidak sebanding dengan harta milik orang tua para tersangk*. James berpikir, saat dirinya hancur, maka dia tidak akan bisa bangkit lagi. Pastinya keluarga mereka akan terus mengintimidasi dirinya dan keluarga besarnya. James belum bisa menjelaskan apa yang ada dipikirannya pada sang istri. Saat James melamun, suara pintu di ketuk dan seorang suster masuk ke dalam. Suster tersebut mendekati James, yang sedang diam terpaku. "Permisi, Pak. Bapak dibutuhkan di kamar Sherly, saat ini, anak bapak sudah siuman dan mencari-cari bapak!" ujar suster yang membuat lamunan James buyar. Pandangan James beralih pada suster, dia terlalu fokus pada istrinya dan sang anak yang sedang terbaring lemah dan mereka berbeda berada di kamar berbeda. *** James bergegas menuju kamar sang putri, untuk melihat perkembangannya saat ini. Sebelum pergi, James menyempatkan diri untuk berbisik pada sang istri, meskipun Rima t
Ada beban yang tersirat dari gerak-geriknya, Bu halimah mengajak besannya untuk duduk, tapi dia menyempatkan memberikan kecupan di kening Rima."Ada apa, Bu?" tanya Bu Halimah ragu.Bu Rina menatap besannya dengan tatapan penuh kesedihan, kemudian bibirnya bergetar. Lalu, seketika Bu Rina memeluk erat besannya, menumpahkan rasa yang masih menyesakkan dadanya. "Ada apa, Bu?" tanya Bu Halimah ulang."Aku merasa, apa yang di bicarakan oleh suster-suster tadi, mengenai Sherly," terang Bu Rina dengan terisak.Bu Halimah kini yang memeluk Bu Rina dengan erat dan menepuk punggungnya pelan, menyalurkan perasaan yang menenangkan. Mereka berdua saling memberikan dukungan disaat seperti ini. Mereka berdua belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, hati mereka sedang harap-harap cemas."I--ibu," sapa Rima.Bu Halimah melepaskan pelukannya dari sang besan, dan melihat ke arah anaknya. Bu Halimah langsung berdiri, ketika melihat Rima berusaha untuk bangun dan duduk."E--eeh! jangan duduk dulu,
Rima menunduk dan mencoba meraih tangan sang mertua, mengatakan maaf berkali-kali. Rima merasa gagal menjadi seorang ibu sambung bagi Sherly dan Dion, juga untuk anaknya yang belum lahir."Semua sudah terjadi," balas Bu Rina dengan isakan tersisa, kemudian dia mencoba berdiri. Bu Rina sadar, saat ini bukan waktunya untuk terpuruk. Rima pun salah satu korban dari keadaan yang runyam saat ini."Tidak ada yang salah diantara kita, tapi untuk perbuatan bejat itu, mereka harus dihukum yang setimpal!" tegas Bu Rina denga suara berapi-api.Rima tidak berani membantah atau mendukung apa yang diucapkan oleh mertuanya, dia mengingat suaminya yang tiba-tiba melemah saat melihat poto para penjahat. Meski Rima sudah menolak keputusan James, tapi dia juga tidak bisa memaksa, karena takut makin melukai Sherly. Tidak ada yang tahu isi hati Rima saat ini, dia sedang menyusun rencana yang akan membuat para penjahat ingin memilih mat*i dari pada hidup tidak berguna."Ibu ingin membicarakan ini dengan J
Akhirnya, Bu Halimah mengangguk, mengiyakan pinta anak perempuan satu-sataunya. Pandangan Bu Halimah beralih pada sang besan, meminta persetujuan tanpa kata.Seolah-olah mengerti apa yang diinginkan oleh besannya, Bu Rina menyarankan untuk datang ke dokter. Meminta ijin untuk di satukan dengan Sherly di kamar yang sama. "Hmm, ada benarnya juga apa yang diinginkan oleh Rima, disaat seperti inilah kita harus saling berpegangan tangan dan bersama," imbuh Bu Rina.Tanpa menunggu, Bu Halimah menelepon james, memberitahu apa yang sedang terjadi. Mendengar hal itu, James menyambutnya dengan sangat senang. Setelah selesai memberitahu menantunya, Bu Halimah mengajukan diri untuk menemui dokter dan disetujui oleh Bu Rina dan Rima, karena keadaan mereka berdua yang tidak baik-baik saja.Mata Bu Halimah membulat, ketika membuka pintu dan ada seorang laki-laki yang berdiri tegap di sana. Lelaki yang memiliki badan tegap dan tinggi, dan tatapan yang sendu."Assalamualaikum, Bu," sapa laki-laki itu
Tanpa berbasa-basi lagi, Bu Halimah melewati Satria, untuk menuju ruangan dokter. Agar anaknya bisa melihat cucu tirinya dan berharap hubungan mereka makin mendekat. "Dasar! lelaki yang tidak punya tanggung jawab!" oceh Bu Halimah dan masih bisa di dengar oleh Satria. Satria hanya bisa mengulum senyum di bibirnya yang tipis, menutupi hatinya yang teriris. Dikarenakan harus kehilangan cinta pertamanya yang ingin dia nikahi, saat dia kembali ke kota kelahirannya. Pertama kali dia melihat wajah Rima, yang menjadi orang tua korban, Satria langsung lemas, dan meminta bawahannya yang mengurus kasus. Rima yang melihat Satria hanya menghembuskan napas berat yang tidak terlalu kentara, kemudian menanyakan ada keperluan apa lagi dan Satria hanya mengatakan, jika dia hanya ingin memastikan keadaan Rima saat ini, karena dia mengira James meninggalkannya sendirian. Lalu, Satria pergi setelah mengucapkan salam. "Itu polisi yang menangani kasus Sherly?" tanya Bu Rina dan Rima mengangguk. "Ibu mau
"Pa ... Papaa yang kenapa!" ketus Sherly yang merasakan sakit di tangannya.Satria yang menolong Sherly hanya bisa menghela napas panjang, sepertinya dia tahu, jika James menaruh curiga padanya.James dengan kasar menepis tangan Satria dan mengangakat tubuh Sherly ke atas ranjang. Tatapan mata James terlihat seperti ingin membunuh, membuat Satria hanya bisa tersenyum."Lain kali, gunakan sopan santun! Ketuk pintu dulu, sebelum masuk ke dalam ruangan orang lain!' kesal James."Papa kenapa, sih! Dia yang membantuku. Dari tadi, aku manggilin papa!" Sherly membela Satria, yang membuat laki-laki yang sedang dibakar cemburu itu diam."Saya hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja, Pak. Ini sudah tugas saya!" Satria mulai berbicara.James tetap diam, tapi gestur tubuhnya mengatakan bahwa dia tidak menyukai keberadaan Satria di sini. James ingin bertanya lebih dalam, tapi kondisi lagi-lagi tidak mendukungnya.Helaan napas panjang terdengar dari Satria, sebelum dia berpamitan. Meningalka