“Cepat katakan alasannya!” desak Shena dengan suara bergetar. Tangannya mencengkram pinggang Aryan dengan kuat.
“Akan kujawab setelah resepsi.” Aryan melepaskan tangan Shena dari pinggangnya lalu pergi sambil tersenyum penuh kemenangan.
Resepsi pernikahan pun telah usai. Shena sudah tidak sabar dengan jawaban dari Aryan tentang penyebab kematian orang tuanya. Dia tidak peduli meski harus berlutut sekali pun untuk mendapatkan jawabannya. Shena terus mengikuti kemana Aryan pergi hingga akhirnya mereka berhenti di kamar pengantin yang dihiasi taburan kelopak mawar merah.
“Aryan Mahendra! Cepat jelaskan apa penyebab kematian orang tuaku?” desak Shena sudah mulai hilang kesabaran.
Tangan lelaki itu memegang lengan istrinya kuat. Retinanya fokus, tidak bergerak sedikit pun, sengaja ingin mengintimidasi Shena.
“Ck,ck,ck, sepertinya kamu tidak paham statusmu di sini adalah budakku!” tegas Aryan.
Shena tidak gentar hanya dengan tatapan Aryan. Baru saja dia menikah, statusnya adalah istri bukan budak. Meskipun pernikahan ini atas dasar membalas dendam.
“Aku istrimu, bukan budakmu!” balas Shena sambil berusaha melepaskan tangan Aryan.
Aryan terkekeh, tidak menyangka gadis muda ini bisa membalasnya. Tangannya begitu cepat memegang rahang Shena yang kecil itu.
“Kalau mau tahu jawabannya, layani aku dengan baik!” tantang Aryan.
“In your dream!”
Shena menepis tangan Aryan meskipun butuh tenaga cukup banyak. Dia tidak mau menuruti permintaan Aryan meskipun yang dikatakannya ada benarnya juga. Pernikahan ini sah di mata semua orang juga negara.
Aryan sengaja membiarkan Shena pergi. Dia yakin Shena akan kembali lagi ke hadapannya karena sebuah kebenaran ada dalam genggamannya. Lelaki itu duduk di tepi tempat tidur sambari menyilangkan tangan. Senyumnya begitu lebar dengan mata terus memandangi pintu masuk. Jarinya menghitung mundur dari lima.
Benar saja, baru hitungan ketiga Shena datang dengan wajah yang cemberut. Di belakangnya ada empat orang pengawal Aryan yang mengadang dan tidak memberikan kesempatan baginya untuk kabur.
“Dasar laki-laki menyebalkan! Apa maumu sekarang?” geram Shena.
Aryan mengibaskan tangan untuk mengusir anak buahnya. Saat pintu tertutup, lelaki itu beranjak dari tempat tidur, berjalan perlahan menghampiri Shena sambil melonggarkan dasi. Tatapannya begitu tajam seolah ingin memakan Shena.
“Apa perlu kuulang dua kali perintahku?” Aryan melepaskan dasi yang melingkar di lehernya.
Jantung Shena berdetak sangat kencang. Semakin Aryan mendekat, dirinya mengambil satu langkah mundur hingga akhirnya Shena terjebak di tepian pintu. Kini dia tidak bisa bergerak lagi. Aryan memperpendek jarak antara mereka lalu tangannya meraih pinggang Shena cukup kasar.
Shena tidak bisa mengelak lagi. Aryan sudah sangat dekat dengannya bahkan jarak wajah mereka hanya terpaut sepuluh centi saja. Netranya terus fokus pada sosok tampan di hadapannya. Harus diakui kalau Aryan benar-benar tampan dan sempurna. Jantungnya semakin terpacu saat bibir Aryan hampir mendarat ke bibirnya. Namun, Shena menyundul kepala Aryan hingga kepalanya menengadah.
“Aku bukan wanita rendahan, Aryan Mahendra! Aku tidak takut padamu!” Shena memijat kepalanya yang terasa sakit usai menyundul suaminya.
“Gadis bodoh!” Aryan semakin kesal dengan sikap Shena yang terang-terangan menentangnya.
Aryan melotot dengan urat-urat yang menonjol di dekat pelipisnya. Bisa-bisanya Shena menyundul kepala dengan telak. Amarahnya semakin memuncak, tangan lelaki itu segera meraih kepala Shena cukup kasar.
“Aku tidak butuh kerelaanmu!” Aryan meraup bibir Shena dengan cukup kasar. Hasratnya tak tertahankan sejak kejadian malam panas itu. Setiap hari dirinya selalu merindukan saat tubuh keduanya saling bersentuhan.
Kedua tangan kekarnya menggendong Shena, membawanya ke atas tempat tidur. Shena terus meronta tetapi tenaga Aryan jauh dari pada dirinya.
“Lepaskan aku!” pinta Shena sembari terus meronta.
Aryan tidak mau mendengar penolakan dari Shena, kembali dia membungkam bibir itu dengan cepat. Shena akhirnya pasrah setelah segala upaya dilakukan tetapi tidak berhasil. Malam itu menjadi malam kedua bersama Aryan dan rasanya masih seperti saat pertama kali mereka melakukannya.
Aryan menyeka air mata yang membasahi pipi istrinya. Meskipun mereka sudah menjadi pasangan yang sah, tetapi perbuatannya ini memang tidaklah baik.
“Berhenti menangis! Siapkan aku makan sekarang, aku lapar!” titah lelaki tampan itu.
Shena sempat terbuai saat Aryan menyeka air matanya. Namun, setelah mendengar titahannya membuat Shena kembali kesal. Perempuan itu terpaksa beranjak dari tempat tidur lalu kembali berpakaian. Perempuan itu kembali menghentakkan kakinya ke lantai diiringi wajah cemberut.
Setelah menunggu setengah jam lamanya, Aryan datang menghampiri Shena yang sedang di dapur, mengambil hidangan yang sudah disiapkan olehnya. Aryan skeptis melihat isi dalam piring hidang yang ada di tangan Shena. Dua buah telur dadar berwarna coklat tua seperti hampir gosong dengan siraman saus asam manis.
“Makanan macam apa ini? Apa kamu mau meracuniku dengan makanan gosong?” geram Aryan.
Shena kesal melihat ekspresi Aryan yang terus saja melototinya. Ingin sekali kedua jarinya ini mencolok mata menyebalkan itu.
“Katanya kamu suruh aku menyiapkan makan. Aku cuma bisa buat ini!” Shena menaruh piring berisi telur itu dengan cukup keras di depan Aryan.
“Aku tidak mau makan! Buatkan aku yang lain!” tolak Aryan.
Shena kesal karena tidak mungkin dia memasak lagi karena dia tidak tahu cara memasak makanan lain selain telur dadar. Alih-alih membuatkan masakan lain, Shena malah menyuapi Aryan secara paksa saat mulut lelaki itu sedikit terbuka.
Kedua alis Aryan terangkat saat telur itu masuk ke mulutnya. Rasa dari masakan Shena tidak seburuk penampakannya. Namun, dia tidak mungkin mengakui bahwa masakan istrinya ini lezat.
“Aku tahu masakanku ini enak, kan,” ungkap Shena dengan penuh percaya diri.
Aryan langsung memasang wajah kesal untuk menutupi rasa sukanya pada masakan buatan Shena. “Masakanmu ini tidak enak, sesuai dengan penampilannya yang gosong!”
Shena kesal dengan jawaban Aryan. Sudah bagus dia masih mau membuatkan masakan itu padahal tubuhnya sangat lelah. Shena memilih pergi ke kamar dari pada harus melihat wajah Aryan yang menyebalkan itu.
Mengetahui Shena pergi meninggalkan area ruang makan, Aryan tidak mau membuang kesempatan untuk menghabiskan masakan buatan istrinya. Dia makan begitu lahap sampai tiba-tiba matanya terbelalak melihat sosok yang berdiri di depannya.
Suasana di lantai lima apartemen tersebut terbilang sepi. Belum ada terlihat penghuni yang berkeliaran di sekitar sana. Isak tangis Shena terdengar begitu lirih memenuhi selasar apartemen tersebut. Terdengar suara langkah sepatu pantofel yang berjalan semakin mendekat.Shena tidak mau mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut jika itu adalah Aryan. Meskipun suaminya, rasanya masih berat untuk melihat wajahnya saat ini. Namun, aroma wood yang melekat kuat di tubuh Aryan tidak tercium saat ini.“Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya suara bariton yang begitu familiar di telinga Shena.Shena mengangkat kepalanya, mencoba membuka mata dan melihat siapa yang berada di hadapannya kini. Meskipun matanya kurang jelas karena dipenuhi air mata, tetapi dia masih bisa mengenali orang itu adalah Edward. Lelaki itu menurunkan lututnya lalu mengusap wajah Shena tanpa ragu.“Hah,” jawab Shena.
“Brian cepat berikan laporan keuangan dan penjualan kita sekarang!” Aryan yang baru saja datang ke kantor langsung menyalakan komputernya. Dia segera melihat grafik penjualan selama setahun belakangan ini.“Baik Pak,” jawab Brian yang segera mengambil berkas laporan keuangan dan penjualan selama setahun belakangan ini.Aryan segera mencari file tentang statistik penjualan dan juga keuangan. Beberapa reject dari bahan mentah hingga barang jadi yang tertolak karena produk tidak sesuai dengan permintaan. Matanya berkunang-kunang saat melihat begitu banyak barang reject meskipun masih memberikan keuntungan tetapi tidak banyak.“Brian, kenapa pengeluaran bulan ini besar? Saya tidak pernah menyetujui proyek pembuatan pakaian ini. Kenapa sekarang proyek ini terlihat membengkak sedangkan penjualan masih dibawah margin?” tanya Aryan.Brian melihat di tabletnya file
Sejak pengakuan perasaan Aryan, hubungannya dengan Shena semakin membaik. Terakhir kali saat di pantai, mereka menghabiskan malam panas bersama diiringi dengan deburan ombak yang menggema di seisi cottage-nya. Saat bangun pagi, pipi Shena merona kemerahan. Dia merasa malu pada dirinya sendiri.Malam itu dirinya menjadi liar, seperti burung yang baru dilepaskan dari sangkar. Shena meliuk, mendesah semakin menggila saat Aryan memperlakukannya begitu lembut. Kali ini Aryan sudah tidak mempedulikan apapun. Dia ingin membina rumah tangga yang harmonis dengan Shena.“Aku akan memenuhi janji yang pernah kuucapkan saat kau pergi dari kamar itu. Aku akan menjadikanmu milikku dan tidak akan kubiarkan kau lepas,” gumam Aryan yang sedang menikmati lahan tersembunyi milik istrinya.Sinar mentari mulai memasuki kamar bernuansa industrialis milik Aryan. Kelopak mata Shena mulai terbuka perlahan saat s
Hubungan Alan dan Clara mulai tidak baik. Clara cemburu melihat Alan yang seolah mencoba mendekati Shena lagi. Perempuan itu semakin membenci Shena yang bertindak seperti wanita lugu tetapi nyatanya dia mahir memainkan perasaan lelaki.“Alan, kapan pernikahan kita segera dilaksanakan? Kamu tahu kan aku sedang hamil,” desak Clara sembari mengusap perutnya.Alan yang sedang membaca laporan seketika mengangkat kepalanya. Dia menatap tajam ke arah selingkuhannya itu. Napasnya terdengar berat dan tangan mulai mengepal.“Hamil? Kalau begitu kita lakukan USG sekarang juga,” tantang Alan yakin.Clara menelan salivanya kasar. Sudah pasti bualannya itu tidak akan mempan untuk Alan. Mereka adalah pasangan tukang ngarang handal yang sering membuat korbannya hancur.“Kenapa kamu enggak percaya sama aku? Kita melakukannya sering, Alan. Hampir setiap malam kamu tanam benih, kena
“Astaga!” Shena menutup mulut dengan tangannya.Aryan segera mendorong tubuh Prisilia. Dia tidak mau Shena salah paham dengan kelakuan mantan kekasihnya itu.“Apa-apaan ini!” Aryan mendorong tubuh Prisilia dan langsung menutup pintu kamar dan menguncinya.Shena tidak terkejut melihat Sisil melakukan tindakan seperti itu. Sejak awal pun dia memang berniat untuk merebut hati Aryan. Namun, kali ini Aryan dengan tegas mengeluarkannya dari kamar. Ada perasaan senang di hati Shena, mungkin suaminya benar-benar tulus ingin berubah.“Aku bisa jelaskan, Shena.” Aryan bergegas memegang kedua bahu istrinya.Shena mengangguk, “Sudahlah.”Aryan mengembuskan napas lega. Dia merangkul dan membawa Shena pergi ke meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Mereka duduk di tepian jendela dengan pemandangan cantik yang disuguhkan oleh Tuhan untuk insan di bumi.Tangan Aryan mengusap dan mencium jemari istrinya. “Terima kasih sudah percaya padaku.”Sinar mentari mulai menyinari tempat mereka berada. Caha
Shena membeku, tidak bisa berkata-kata lagi. Matanya seperti ditaruh irisan bawang merah. Ungkapan ini tidak pernah dirinya dengar dari bibir Alan. Kisah cinta mereka hanya berawal dari pernyataan suka tanpa ada getaran seperti saat ini. Mata Shena dan Aryan saling beradu, menatap begitu dalam dan syahdu. Perlahan langit semakin menunjukkan warna aslinya. Taburan bintang mulai menghiasi langit kota. Suasana menggelap, tetapi secerca sinar temaram memberikan siluet indah di tempat itu. “Pembual!” umpat Shena mencoba mengalihkan suasana yang membuatnya terhanyut. Aryan tidak terpancing kata-kata provokatif Shena. Dia tahu, mana ada orang yang percaya dengan ucapannya setelah memaki dengan kasar. “Terserah, mau percaya atau tidak. Aku sengaja membawamu ke kantor, mengenalkan kepada klien dan investor hanya untuk memberitahu kepada seluruh dunia kalau aku memilikimu. Caraku memang tidak seindah rayuan Romeo atau Deni Cagur, tapi inilah aku.” Hati perempuan mana yang tidak terenyuh den