“Nggak ada rencana khusus. Tapi kamu bisa bersenang-senang dengan mempermainkannya selagi dia masih kerja di sana.” Ujar Riska.“Ma, kenapa Mama begitu membenci perempuan miskin itu? Apa benar hanya karena Mama nggak setuju hubungannya dengan Kak Abyl? Atau ada alasan lain?”“Mama punya alasan sendiri. Untuk sementara kamu dan Abyl nggak perlu tahu.”“Ma, dia bilang Mama pelakor. Dan dia suruh aku tanya ke Mama apa hubungan antara dia dan keluarga kita. Dia juga bilang aku seharusnya memanggil dia dengan sebutan Kakak. Apa maksudnya Ma?”Riska menggeram. Ia tak menyangka Azzalyn akan mengatakan hal tersebut pada Dwita.“Kapan dia mengatakan itu padamu?”“Kemarin, waktu pertama kali aku bertemu dengannya di hotel. Aku mau nanya Mama tapi lupa. Apa maksudnya ia mengatakan itu?”“Apa ada hal lain yang ia katakan?” tanya Riska.Dwita terlihat agak ragu menjawab. “Dia bilang, Mama pembunuh.”“Kurang ajar!” Bentak Riska, membuat Dwita terkejut.“Ma?” Dwita memanggil ibunya dengan agak takut
“Abyl, Azzalyn itu anak Papa.” Terlihat wajah tak mengerti di wajah Abyl dan Dwita. “Maksudnya... Papa menganggap dia seperti anak sendiri?” Tanya Abyl masih tak mengerti. “Bukan, Azzalyn itu... Anak kandung Papa. Dia adalah saudara kalian.” “Nggak mungkin!” Pekik Dwita. “Papa bohong! Papa cuma mau supaya aku nggak membencinya lagi kan? Aku nggak percaya! Najis sekali kalau aku harus mengakui dia adalah Kakakku. Perempuan miskin itu.” “Dwita!” Bentak Krisna. “Udah Papa bilang kan, jangan bicara yang nggak-nggak tentang Azzalyn. Dia juga anak Papa!” “Nggak! Papa pasti bohong! Aku akan bilang ini ke Mama nanti,” teriak Dwita sambil berlari masuk ke kamarnya. Sementara Abyl hanya bisa diam berdiri. Ia masih berusaha untuk mencerna dan memahami kalimat Papanya. “Abyl...” Krisna memanggil putranya yang tampak shock itu. “Gimana bisa Pa? Azzalyn anak Papa? Dari mana asalnya pengakuan Papa ini?” tanya Abyl. “Abyl, Ibu Azzalyn adalah mantan istri Papa. Kau tak perlu tahu keseluruhan
“Azzalyn. Aku ingin bicara denganmu.” Ujar Abyl dengan wajah penuh harap. “Mau bicara apa? Kamu benar-benar susah dibilangin ya? Aku udah bilang untuk nggak muncul di hadapanku lagi. Sekarang pulanglah. Jangan sampai aku makin membencimu!” “Aku nggak mau pulang sebelum kau bicara denganku.” “Jangan menyulitkanku Abyl. Aku sedang bekerja. Nggak bisa seenaknya bicara dengan tamu hotel. Bisa-bisa aku ditegur.” “Aku nggak peduli. Aku akan tetap di sini sampai kau mau bicara denganku.” “Terserah!” kata Azzalyn sambil berbalik dan kembali masuk ke dalam. Meninggalkan Abyl dan Ninda yang bengong di belakangnya sejak tadi. Abyl mengusak rambut. Sulit sekali meyakinkan Azzalyn untuk bicara berdua dengannya. “Mbak, bisa minta tolong suruh Azzalyn keluar nggak? Tolong, saya Cuma mau bicara sebentar.” Ninda tampak bimbang. “Mmm… Tapi kalau dia nggak mau gimana Pak?” tanya Ninda kalut. “Paksa Mbak! Bilang sama dia, saya akan teriak kalau dia nggak mau keluar!” ancam Abyl. Ia seperti sudah
“Yang dilakukannya bukan cuma di masa lalu Abyl, tapi juga sekarang. Hal yang ia lakukan dulu, mungkin masih bisa ku lupakan. Tapi apa yang sudah ia lakukan sekarang, tak akan pernah ku maafkan seumur hidupku.”“Apa yang sudah Mama lakukan? Tolong katakan padaku Azzalyn.”“Apa kau akan percaya? Kau hanya akan terus menyangkal kalau ku katakan semua hal jahat yang telah Mamamu lakukan pada keluargaku.”“Coba katakan, aku akan mendengar.” Kata Abyl dengan memasang wajah serius.Azzalyn diam sejenak. Ia masih menimbang-nimbang untuk mengatakan semuanya atau tidak.“Katakanlah Azzalyn, jangan ragu.” Ujar Abyl.“Baik kalau kau memaksa. Aku akan mengatakan semuanya. Om Kris dan Ibuku dulunya adalah suami istri sebelum akhirnya Riska hadir dan mengganggu pernikahan mereka. Riska datang dalam keadaan sedang mengandung, dan Ibuku yang saat itu belum hamil diusir dari rumah oleh Oma Narti yang jahat. Namun ternyata saat diusir Ibuku sudah mengandungku dan memilih untuk tak memberi tahu Om
“Aku tahu karena aku sudah mengikutimu sejak tadi.”Azzalyn tampak tak mengerti. “Maksud kamu?”Bintang tak menjawab pertanyaan Azzalyn. Ia justru mengusap lembut pipi Azzalyn yang basah karena air mata. “Apa maksudmu kalau kau mengikutiku sejak tadi Bintang?” Azzalyn mengulang pertanyaannya. Namun lagi-lagi Bintang tak menjawab. “Boleh aku memelukmu?” tanya Bintang. “Kau pasti sangat kedinginan.” Azzalyn tak menyahut. Air matanya kembali jatuh. Saat ini ia memang memerlukan sebuah pelukan yang menghangatkan tubuh dan hatinya. Melihat Azzalyn yang tak menjawab, membuat Bintang berpikir kalau gadis itu tak menolak. Dengan penuh kelembutan Bintang mendekap erat Azzalyn di dadanya yang bidang sambil mengelus lembut rambut hitam panjang milik Azzalyn. Tangis Azzalyn pecah. Kali ini bahkan lebih keras. Rasa lega karena ia sekarang tak sendiri membuatnya ingin menumpahkan segala kesedihannya sampai habis.“Menangislah Azzalyn. Jangan ditahan. Keluarkan semuanya. Aku akan menung
Bintang langsung salah tingkah. Ia terlihat menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.“Azzalyn, kenapa tiba-tiba kau mau ke rumahku?”“Aku hanya mau menumpang tidur. Apa nggak boleh?”“Boleh...” Bintang tergagap. “Tapi kenapa mendadak?”“Aku nggak punya uang lebih kalau untuk bayar penginapan, mau pulang ke kost aku nggak enak. Lagi pula, aku belum pernah main ke rumahmu kan? Aku ingin mengenalmu lebih jauh.” “Kita udah kenal lama kan? Kenapa, sekarang kau bilang ingin mengenalku lebih jauh?” tanya Bintang semakin tak paham.“Ya beda dong. Selama ini aku mengenalmu hanya sebatas teman. Sekarang aku ingin tahu lebih tentang seluk-beluk calon pacarku. Aku takut di kemudian hari terjadi hal yang nggak masuk akal seperti sebelumnya.” Ujar Azzalyn sambil menahan tawa, melihat Bintang yang baru saja menyemburkan sedikit kopinya saat mendengar ia mengatakan ‘calon pacar’ barusan.Sekarang pemuda itu terlihat memandangnya tanpa kedip, seolah-olah memastikan kalimat yang baru s
“Kenapa... Kau memintaku untuk tetap di sini?” Tanya Bintang dengan suara yang terdengar bergetar karena grogi.“Temani aku Bintang. Aku takut sendiri.”“Tapi....”“Nggak apa Bintang. Kita kan nggak ngapa-ngapain.”Bintang mengangguk. “Kalau gitu kamu tunggu sebentar nggak apa? Aku mau beresin sampah di luar, sekalian mau ambil alas tempat tidur. Aku akan tidur di bawah.”Azzalyn mengangguk. “Makasih ya.”Bintang keluar dan dengan cepat membersihkan sisa-sisa sampah yang ada di ruang tamunya. Setelah itu dia kembali masuk ke kamar tempat di mana Azzalyn berada, hendak meletakkan alas tempat tidur. Namun geraknya terhenti saat pandangannya tertuju pada Azzalyn yang ternyata sudah tertidur.Bintang hanya bisa tersenyum. Ia berpikir Azzalyn pasti sangat lelah dan mengantuk. Dengan hati-hati ia membetulkan selimut Azzalyn. Kemudian ia meletakkan bantal di lantai, di atas alas tempat tidurnya dan langsung merebahkan diri. Ia pun langsung memejamkan mata. Ia harus langsung tidur seba
“Maaf Pak. Saya nggak melakukan apa-apa. Tadi saya diminta untuk mengambil barang di atas, dan setelah saya sampai di sini saya diminta untuk mengembalikan ke atas lagi.” “Trus masalahnya di mana?” tanya Andri agak marah. “Itu adalah masalah buat saya Pak. Saya capek kalau harus bolak-balik, sementara hanya karena untuk mengambil barang, saya harus meninggalkan tugas saya sebagai Doorgirl.” “Itu kan memang sudah tugas dan kewajiban kamu di sini, harus memberi servis terbaik buat tamu kan?” “Maaf, setahu saya Mbak Dwita statusnya sekarang bukan tamu hotel, dia juga staf seperti saya. Meski mungkin jabatannya lebih tinggi, tapi kami di sini sama-sama karyawan yang nggak punya hak untuk memberi perintah. Kecuali kalau yang memberi perintah itu minimal adalah supervisor saya, baru itu saya anggap suatu kewajaran. Tapi kalau yang memerintah adalah karyawan baru yang seenaknya, saya nggak bisa Pak, karena tanggung jawab saya bukan untuk melayani dia.” Jawab Azzalyn dengan berani. Ia tak