#BDPS
Part 3 Muncul"Mas Arya! " teriak seorang wanita muda sembari membuka pintu lalu berjalan ke arah mas Arya yang berdiri di dekat meja kasir.
Aku yang berdiri di samping mas Arya pun ikut terkagetkan dengan kedatangannya. Bahkan semua karyawanku pun seketika mengalihkan pandangannya pada wanita muda itu.
'Muncul juga kamu pelakor, ' batinku.
"Mas Arya? siapa dia Mas? " tanyaku pura-pura tidak tahu. "Ekh, Dia Risa, pelanggang restoran kita, " ucap mas Arya. "Oh, ada yang bisa saya bantu Mbak Risa? " ucapku pura-pura ramah. "Tidak jadi, lain kali saja! " ucapnya dengan raut wajah kesal lalu meninggalkan kami. "Yasudah, aku mau pergi. ""Iyaa sayang, hati-hati. "Seperti dugaanku pasti Risa tahu bahwa aku istri mas Arya, karena itulah saat dia datang ke restoran dan melihatku dia tak berani berkata-kata. Aku yakin dia akan meminta penjelasan terkait barang yang ku titipkan pada Lila saat mengantar pesanannya. Barang itu memang sudah ku siapakan setelah ku putuskan untuk memulai perang.
Sebenarnya aku tak benar-benar pergi. Sengaja ingin tahu apa yang akan mas Arya dan Risa lakukan setelah kepergianku. Ku parkirkan mobilku di depan toko yang berada tak jauh dari restoranku. Tak lama kemudian, benar dugaanku kalau mas Arya pergi menemui Risa di rumahnya. Segera turun dari mobil dan bergegas membuntuti mas Arya.
Pelan. Aku berjalan pelan-pelan menuju sisi rumahnya. Di balik jendela, aku mencari celah agar bisa menguping pembicaraan mereka.
"Maksud kamu apa Mas?! " tanya Risa membentak mas Arya.
"A-apa bagaimana maksud kamu? aku nggak ngerti, " balas mas Arya. "Mas, cuma kamu dan keluargamu yang tahu kalau aku melahirkan, tapi ini ada yang mengirim perlengkapan bayi, " seraya menunjuk kotak yang berada di atas meja di dekatnya. "Ya aku mana tahu, ibu mungkin. ""Mas Arya... Mas Arya... ibumu itu pelitnya luar biasa sama aku, mana mungkin dia belikan ini, dan lagi ini ada satu set baju muslimah, mana jilbabnya gedhe banget lagi, maksudnya apa coba?! " ucap Risa menunjukan baju muslimah.'Mas... mas... kamu itu kalau cari madu yang lebih cantik dan sholihah dari aku gitu lho, ' batinku.
Aku dan Risa memang berbeda jauh dari penampilan. Aku yang sudah terbiasa dengan hijab besar sementara Risa sebaliknya, jilbab saja dia tak pakai.
"Maksudnya dia mau menghina penampilanku... " tak dilanjutkan karena ucapannya dipotong mas Arya.
"Apa mungkin Lisa? ""Lisa istrimu? ""Iya, tapi kalau dia yang mengirim ini semua berarti dia sudah tahu kalau kamu istriku walaupun cuma siri. "'Oh, istri siri ternyata... ' batinku.
Tiba-tiba aku menyadari sesuatu.
'Kenapa tidak ada tangisan bayi? padahal suara Risa sangatlah keras hingga aku bisa mendengarnya dari sini, ' batinku.
Aku mencoba melihat segala sisi ruang dari celah jendela tapi samar-samar ku lihat seperti tak menemukan pernak pernik bayi.
'Dimana bayi itu?' batinku.
Risa yang tiba-tiba mendapat telpon dan bergegas keluar rumah dan mas Arya pun mengikiutinya. Seperti mendapat kabar yang mengejutkan cepat-cepat berjalan menuju mobilnya yang terparkirkan di depan rumah.
Aku bergegas bersembunyi di balik pot bunga besar yang berada di dekat pagar samping rumah.
Setelah mobilnya Risa keluar aku pun berlari menuji mobilku dan mulai mengikutinya. Sepanjang perjalanan aku merasa tak asing dengan jalan yang kulalui. Dan ternyata benar, mobil Risa berhenti di depan rumah yang aku sudah sangat mengenal pemiliknya. Dela, adik iparku. Tanpa berpikir panjang aku langsung menyusul dan memarkirkan mobilku di depan rumahnya juga.
Terdengar suara bayi dari dalam rumah Dela. Aku tahu bayi itu tidak bersalah, aku tidak akan menyakitinya bahkan mungkin aku akan menyayanginya karena bagaimanapun ada darah suamiku pada dirinya. Aku hanya membenci perbuatan orang tuanya.
"Assalamualaikum... " ucapku memberi salam.
"Waalaikumussalam, ekh Mbak Lisa, masuk Mbak, " ucapnya mempersilakan aku masuk. "Loh, mbak Risa? kok bisa di sini? " tanyaku.Rumah Dela memang tidak terlalu besar, kalau masuk langsung bisa melihat ruang tengah. Kulkas yang berada di ujung dekat dapur saja bisa dilihat dari ruang tamu.
"Dia temenku Mbak, lagi main ke sinibsama bayinya, " jawab Dela menyela.
"Kenapa bayi nangis terus? " tanyaku. "Mungkin haus Mbak, saya permisi mau menyusui dulu, " jawabnya lalu berjalan menuju ruang tamu. "Terus Mas Arya ngapain di sini? " menatap mas Arya. "Ekh, ada perlu tadi sama Dela. ""Oohh, terus mobilmu mana? naik ojek? ""Iya tadi aku naik ojek, soalnya mobilnya mogok pas di perjalanan, mungkin sudah waktunya service. "'Pintar sekali mengarangmu mas, ' batinku.
"Kamu ada perlu apa ke sini Lis? kan katanya tadi mau pulang" tanya mas Arya.
Dari raut wajahnya sangat kelihatan gugup, takut jikalau ketahuan dia bersama istri sirinya di tempat yang sama denganku.
"Aku hanya mampir, kangen saja Tiara, dimana dia Del? " tanyaku menanyakan keberadaan Tiara yang sedari tadi tak ku temui.
Tiara adalah anak Dela sekaligus cucu pertama dari ibu mertuaku. Anak perempuan yang berusia tujuh tahun itu sangat mengemaskan, seringkali aku memberikannya hadiah karena begitu sayangnya aku, mungkin karena aku belum mempunyai anak. Dela dan suamiku, Doni, menikah lebih dulu dari aku dan mas Arya, tapi Doni selalu bepergian ke luar kota, entah apalah usahanya aku tak pernah tahu.
"Tiara lagi main Mbak, " ucap Dela.
Saat hendak pamit aku berhenti di ruang tamu.
"Aku titip ini ya buat Tiara, " ucapku seraya memberikan beberap lembar uang ratusan ribu ke Dela.
"Ekh, terimakasih lho Mbak, Mbak Lisa memang ipar yang baaiiiikkk banget, " balasnya seraya melirik Risa yang sedang menyusui. "Sama-sama, " seraya tersenyum.Sengaja aku memberikan uang dihadapan Risa, karena aku ingin tahu seberapa akurnya mereka. Jika saat di rumah tadi Risa bisa mengatakan ibu mertuaku pelit, mungkinkah hubungan mereka tak seindah yang ku lihat saat di rumah sakit waktu itu. Dan aku pun menyadari kalau Risa mungkin menitipkan bayinya ke Dela, jika benar demikian, lalu apa alasannya?
5 tahun berlalu Bugh!"Mamaa ... Hiks hiks ... "Aku dikejutkan dengan panggilan Faiz, anakku dengan mas Abimanyu. Bocah kecil berusia hampir tiga tahun itu berlari kearahku yang duduk di kursi taman tak jauh dari tempat ia bermain.Hap!Faiz langsung menghambur ke pelukanku. "Kenapa sayang?" tanyaku lembut ketika kudapati ia menangis."Bola ... Hiks hiks," ucapnya seraya menunjuk bola di tempatnya ia bermain tadi."Kena bola?" Faiz hanya bisa mengangguk seraya tetap sesengukkan karena tangisannya.Aku tersenyum. "Ayo kesana!" ajakku pada Faiz untuk mengambil bola mainan tersebut.Saat akan mengambil bola tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika tiba-tiba bola itu diserobot duluan oleh seorang bocah berusia sekitaran lima tahun."Maaf Tante, Putra nggak sengaja," ucapnya meminta maaf. Ia pun melongos pergi begitu saja. Mungkin takut aku akan memarahinya. "Putra?" gumamku, tiba-tiba aku teringat akan anak itu. Saat penglihatanku mengikuti arah perginya bocah itu, aku pun dibuatnya
#Kedatangan Mantan MertuaTok!! Tok!! Tok!! "Lis? Ada tamu untukmu, " ucap Ibuku dari balik pintu kamar. Aku yang sedang selesai mandi sore pun langsung memakai jilbabku dan bergegas keluar. Siapa tamu yang datang sore begini? Seingatku hampir semua teman-teman yang ku undang ke pernikahan sudah datang saat resepsi tadi pagi. Saat hendak sampai di ruang tamu, betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa yang datang. Keluarga mas Arya. Bu Tini, mantan mertuaku, Dela dan Neli. Sedangkan Doni, suamu Dela ia tak nampak. Mungkin tak ikut. "Siapa Lis? " tanya mas Abimanyu ketika mengetahui aku menghentikan langkahku. "Mereka, " balasku tanpa memalingkan wajahku. Mantan ibu mertuaku melihatku. "Lisa, sini Nak duduk bersama kami. " Manis sekali ucapannya. Aku pun melanjutkan langkahku. Duduk bersama mereka namun di kursi yang berbeda. Sementara mas Abimanyu duduk di sebelahku. "Kami bawakan ini Mbak, hadiah atas pernikahanmu hari ini, " Dela meletakkan sebuah bingkisan di atas meja.
#Sah! Seketika kami yang berada di ruang tamu langsung melihat kearah ayah. Entah apalagi yang akan ayahku sampaikan. Aish, membuatku deg-degan saja. "Tanggal pernikahan sebaiknya jangan melebihi satu bulan," kata ayah. Aku terkejut, seakan tak menerima, bagaimana bisa jarak lamaran begitu dekat dengan hari pernikahan. Kami kan perlu mempersiapkan segalanya. Dan itu tidaklah mudah. "Kenapa, Yah? ""Lebih baik lebih cepat. Lagipula, ingat umur."Aku mengelus keningku. "Astagfirullah. Iya Ayah." Hampir saja suudzon pada ayah karena ucapannya. Lagian kenapa juga harus bawa-bawa umur. Huh. "Sederhana saja. Gak usah mewah-mewah," peringat ayah yang lantas aku mas Abimayu mengiyakannya. Karena di rasa perbincangan selesi, mas Abimanyu (ciiee 😆) berpamitan untuk pulang. Diikuti Lila yang akan diantarnya pulang terlebih dahulu. Aku beserta ayah dan ibu pun mengantar mas Abimanyu dan Lila sampai di teras. Mas Abimanyu membunyikan klakson mobil yang ia kendarai kepada kami. Setelah kepe
"Bagaimana Mbak Lisa, diterima nggak? " tanya Lila yang duduk di sampingku. Aku diam. Sejenak aku dibuat dilema. Ingin menolak tapi tak enak, apalagi dalam acara begini. Ingin menerima tapi nanti dikira aku gimana. Kan baru beberapa hari bercerai. Haduh.Aku melihat kearah ayah dan ibu, mereka hanya tersenyum membalasnya. Membuatku semakin dilema. "Haruskan aku jawab sekarang? " tanyaku melihat kearah Abimanyu. "Tidak. Tapi saya harap tidak lebih dari tiga hari. ""InsyaaAllah, " aku tersenyum. "Ayo dilanjut makannya, " ucap ibuku menawarkan beberapa makanan ringan penutup di makan malam kali ini. Canggung. Kami yang berada di meja makan merasakan kecanggungan setelah Abimanyu menyatakan maksudnya. Kecuali beberapa karyawanku yang sedari tadi ikut menyimak, mereka tetap asyik melahap makanan yang aku sediakan. "Lis, ikut ibu ke belakang yuk, " ucap ibu mengajakku. Tanpa banyak berpikir aku mengikuti langkah ibu kearah dapur. Aku mengerti, pasti ibu akan menegurku tentang jawaban
#Lima Bulan BerlaluWaktu menunjukkan pukul 19.30, tamu undangan mulai berdatangan. Tak terkecuali Lila, orang yang sangat berjasa bagiku. Kali ini ia tak datang sendiri, namun bersama Bejo. Ya, aku juga mengundangnya dalam acara makan malam yang sengaja ku buat untuk semua karyawanku. Melihat penampilan Bejo semakin kesini semakin enak di pandang. Aku seperti terhipnotis dibuatnya. Mempesona, sangat mempesona. Dengan stelan hem yang ia kenakan membuat aura anak muda terpancar namun tetap terlihat berwibawa. "Assalamualaikum Mbak Lisa, " sapa Lila setelah memasuki rumah dan menghampiriku yang berdiri di dekat kursi tamu. "Wa'alaikumussalam, " aku tersenyum kearahnya. "Mbak, " Lila membisikkan sesuatu kepadaku. Aku sedikit tercengang mendengarnya. Ia memintaku untuk memberikan waktu di tengah-tengah acara pada Bejo. Untuk apa? Entahlah. Aku tersenyum, mengacungkan jempolku, memberi tanda bahwa aku mengiyakan permintaannya. "Ini Bu, " ucap bi Inah seraya membawa beberapa toples m
Sah Bercerai Tak sabar ingin melihat mas Arya mengenakan baju tahanan. Dan bagaimana reaksinya setelah ku tunjukkan surat perceraian ini. Tak hanya itu, aku pun akan memberitahukannya bahwa selama ini aku sudah mengetahui kebus*kkan kelurganya. Dan pada akhirnya dia dan istri sirinya sampai di penjara pun karena rencanaku. Meskipun di tengah jalan begitu banyak fakta baru yang ku ketahui. Aku duduk bersebelahan dengan Lila, dan dihadapanku duduk Dela bersebelahan dengan ibunya. Kami saling diam sejak awal bertemu tadi. "Urusan apalagi kamu ngajakin kami ketemu di sini? " akhirnya mantan mertuaku membuka suaranya, meskipun dengan nada ketus. Mungkin masih kesal karena sudah ku usir dengan tidak terhormat. "Tunggu mas Arya, Ibu pasti tahu alasannya. "Mas Arya memasuki ruang tunggu dengan seorang polisi di belakangnya. "Li-Lisa, " ucapnya sesaat melihatku. Mas Arya berjalan menghampiriku. "Ekh, sana-sana! " usirku ketika mas Arya akan duduk di sebelahku. "Kok gitu sih Lis? "Aku