Share

Bab 5. Begitu Menggoda

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2025-05-18 23:36:44

Cahaya dari layar televisi seratus inci menerangi ruangan apartemen mewah itu, menciptakan nuansa hangat yang kontras dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dada Arsila. 

Suara lembut dari presenter wanita memenuhi ruangan, memuji pasangan selebritis yang tengah duduk berdampingan dengan wajah penuh cinta menatap laut biru.

"Ternyata dia suami yang baik," ujar Anila di depan kamera sambil menatap penuh kagum ke arah suaminya.

Seketika kecupan lembut mendarat di pipinya, diberikan sang suami membuat wajah Anila tersipu.

Arsila duduk bersila di atas sofa, matanya tak lepas dari layar. Dia seolah terpana oleh adegan yang membuat siapa pun mendambakan hubungan seperti itu.

"Sebenarnya mereka saling mencintai," gumam Arsila dengan mata berbinar.

"Jangan-jangan sebenarnya mereka selingkuh. Pengantin wanita aslinya kabur karena mereka selingkuh," kekeh Arsila, mencoba mencairkan suasana.

"Soalnya, mereka terlalu berani dan terlalu bahagia untuk pasangan yang menikah karena terpaksa. Dasar drama selebriti, mungkin hanya gimmick pernikahan terpaksa," sambungnya masih dengan tawa di bibirnya.

Namun tawanya tidak terdengar baik, tawa itu terdengar pahit. Bibirnya tertawa, tetapi pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak mampu dia jawab. Hatinya bergejolak, kacau oleh rasa yang tidak jelas.

Mengapa wajah pria itu begitu familiar? Mengapa senyuman wanita itu seperti pernah dilihatnya? Sesuatu terasa tidak beres, namun apa? Arsila mengerutkan dahi, kepalanya terasa berdenyut. Sakit kepala itu menyerang lagi. Dia memegangi pelipisnya, berharap denyut itu mereda.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganku? Dokter bilang aku kecelakaan? Tapi, kenapa bisa kecelakaan? Malah sekarang harus hidup dengan beruang kutub," keluhnya penuh penyesalan.

Tubuhnya rebah perlahan di sofa besar berlapis kain beludru itu. Niatnya hanya beristirahat sebentar. Tapi mata itu tertutup, dan dalam hitungan menit dia telah tertidur lelap, tenggelam dalam dunia mimpi.

Di tempat lain...

Samuel menatap arlojinya dengan kesal. Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Ia baru saja kembali dari rumah keluarga Nugraha, dengan napas berat dan dada yang sesak. 

Malam ini, ia kembali gagal menghindari perkenalan yang diatur ibunya. Bahkan dia terpaksa mengantar Diva pulang. Gadis yang katanya 'sempurna', tapi tidak ada satupun dari sifat Diva yang cocok dengannya.

Diva terbiasa dengan budaya barat, dia sangat agresif dan membuat Samuel merasa tidak nyaman. 

Ceklek!

Dia membuka pintu setelah memasukkan beberapa digit sandi disana.

Langkah kaki Samuel terdengar berat saat memasuki apartemen. Dia mengerutkan dahi saat mendapati lampu ruang tengah masih menyala. Televisi pun masih menyala, menampilkan siaran televisi yang entah acara apa.

"Astaga, apa yang Arsila lakukan? Berkali-kali diingatkan kalau tidur lampu ruangan tengah di matikan. Dan ini apalagi, TV pun tidak dimatikan. Dasar wanita aneh!" geramnya. 

Emosinya kembali memuncak. Ia telah terlalu lelah dan frustasi dengan perjodohan dari ibunya. Pulang ke apartemen, bukannya mendapat ketenangan, tapi Arsila selalu membuatnya kesal. Kadang terlalu cerewet, kadang terlalu pendiam. Dan yang paling membuatnya jengkel adalah Arsila sampai sekarang belum bisa mengingat apapun.

Samuel merasa, semenjak Arsila datang, hidupnya kini menjadi tidak normal lagi. Tidak ada lagi ketenangan di apartemennya. Tapi, dia juga bingung harus menempatkan Arsila dimana. Wanita itu tidak bisa diandalkan.

Ia melangkah masuk dan segera melihat tubuh Arsila yang tertidur di sofa. 

"Ternyata dia malah tidur disini. Ya ampun, wanita ini benar-benar merepotkan," gerutu Samuel.

Namun, perhatian Samuel teralihkan saat melihat dress merah selutut yang dikenakan Arsila sedikit tersingkap, memperlihatkan pahanya yang mulus. 

Rambut panjang Arsila tergerai ke bantal sofa, membuatnya tampak seperti aktris drama yang tertidur dalam kelelahan.

Samuel menelan ludah. Tubuhnya tegang, tatapan matanya tidak berkedip melihat pemandangan di depannya. 

Dress bertali satu itu membalut tubuh Arsila dengan sangat pas. Kakinya yang putih mulus terbentang bebas, dan celana dalamnya terlihat sewarna dengan dress.

Samuel menunduk. Perasaannya kalut, antara amarah dan rasa asing yang tidak ia mengerti. Ada bisikan kelam dalam dirinya, tapi akal sehatnya mencoba berteriak untuk menolak.

"Aku benci semua ini. Tapi kenapa aku malah tergoda?"

Samuel bingung, sejak kapan ia begitu terobsesi pada perempuan ini? Kini, bahkan celananya terasa menyempit. Perasaan lain, muncul mendorongnya untuk terus menatap Arsila.

"Mulus sekali," gumamnya tanpa sadar.

Laki-laki itu mendekat. Detak jantungnya berdenyut seperti genderang perang. Dia tahu ini salah. Dia tahu dia harus berhenti. Tapi tubuhnya bergerak tanpa perintah logika.

Tatapan mata Samuel berbinar. Dia seperti kucing yang diberikan ikan segar. Pastinya tidak akan menolak.

"Bukan salahku, kau yang mengundangku, Arsila," desisnya.

Ia berlutut di hadapan Arsila, duduk tepat di lantai berkarpet lembut. Kedua matanya tak berkedip menatap pemandangan di hadapannya.

Tangannya terulur. Perlahan. Hampir ragu. Tapi kemudian menyentuh kulit paha Arsila. Lembut, hangat, seolah menyetrum tubuhnya dengan gelombang hasrat yang membara. Ia menahan napas, perasaan hangat menjalar di sekujur tubuhnya.

Kembali tangannya mengelus lembut paha Arsila, menikmati kulit halus itu. Kini, dia ingin lebih, ingin menyentuh yang lain dan lebih dalam.

Tubuh Arsila sedikit bergerak karena sentuhan Samuel. Arsila menggeliat, namun tidak terbangun. Malah, kedua pahanya kini terbuka lebar.

Samuel diam membeku, Arsila semakin menantang. Dressnya tersingkap semakin ke atas hingga perut. 

Ada suara di dalam kepalanya yang berteriak agar ia berhenti. Tapi ada juga bisikan lain—lebih gelap, lebih mendorong—yang berkata: "Hanya sebentar. Nikmati saja. Dia memang milikmu.”

Samuel benar-benar terbawa suasana, dia tidak bisa lagi berpikir jernih. Di depannya, Arsila terlalu menggoda untuk diabaikan.

Jari-jari Samuel mulai mengelus pelan kulit itu. Nafasnya semakin berat, matanya mulai mengabur oleh keinginan yang menyesakkan. Hasrat yang selama ini ia tekan, kini meledak.

"Arsila, jadilah milikku malam ini," bisiknya pelan di telinga Arsila.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 18. Hanya Penasaran

    "Untuk apa?" tanya Samuel dengan nada heran, mendengar permintaan Arsila yang tidak biasa.Arsila yang sedang berperang dengan pikirannya menoleh dengan sedikit terkejut. "Hah?" jawabnya, dia tampak salah tingkah."Permintaanmu tadi, apa tujuanmu ingin melihat gedung Jusman Group dan Nugraha Group?" tanya Samuel, kini lebih serius.Saking terkejutnya, Samuel bahkan menepikan mobilnya ke tepi jalan. Arsila yang mendengar pertanyaan itu hanya tersenyum ringan, meski dalam hatinya ada kekhawatiran yang menggelayut. Dia takut Samuel mencurigainya. Dan juga, disana nanti, apakah ia akan menemukan sebuah petunjuk? Atau malah semakin bingung dengan siapa dirinya yang sesungguhnya?"Aku hanya ingin tahu," jawab Arsila dengan suara pelan."Aku cuma penasaran aja, kan kita makan malam ini karena kemenangan kamu atas Jusman Group. Jadi, aku penasaran seperti apa perusahaanmu dan Jusman Group itu. Tidak perlu masuk kok, aku hanya ingin melihat gedungnya saja. Itupun kalau kamu tidak keberatan."

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 17. Tidak Cemburu

    "Kamu gak apa-apa?" tanya Arsila."Iya," jawab Samuel singkat, fokus pada kemudi dan jalan di depannya.Kembali keduanya terdiam.Suasana di dalam mobil begitu hening. Hanya suara mesin dan deru angin dari luar jendela yang terdengar samar. Lampu-lampu kota berkelip di kejauhan, menciptakan pemandangan malam yang seharusnya indah, tapi kini terasa asing bagi Arsila.Melihat lampu kota yang berkilauan, sedikitpun tidak ada petunjuk tentangnya. Tidak ada bayangan."Apa aku gak pernah keluar malam?" gumam Arsila dalam hatinya.Samuel yang duduk di sampingnya tiba-tiba membuka suara, menghancurkan keheningan yang sudah terlalu lama menggantung."Dia mantan kekasihku," ucap Samuel, datar, namun suaranya tetap menyimpan getaran yang tak bisa disembunyikan.Dia bingung, antara mau menjelaskan kepada Arsila atau tidak peduli. Toh, pernikahannya dengan Arsila hanyalah diatas kertas dan diatas ranjang, tanpa cinta. Tapi, entah mengapa dia merasa perlu menjelaskan. Karena hubungannya dan Arsila

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 16. Aku Tidak Butuh Penjelasan

    "Samuel..."Ulang suara itu memanggilnya. Suara yang paling tidak mau dia dengar.Langkah Samuel mendadak terhenti, seolah seluruh udara di sekitarnya mendadak hilang.Suara itu—ya, suara itu—kembali membekukan darahnya. Suara lembut yang dulu pernah menjadi musik di telinganya, sebelum akhirnya berubah menjadi pisau yang menancap dalam di dadanya. Suara yang pernah dia percayai, dia cintai... dan pada akhirnya paling dia benci.Bahkan membuatnya tidak percaya akan cinta dan wanita bertahun-tahun ini.Matanya menoleh pelan, seperti tubuhnya menolak namun hatinya memaksa. Dan benar saja, di sana, seorang wanita berjalan anggun penuh percaya diri, dengan langkah yang seakan dirancang untuk menyayat luka lama.Viola."Samuel..., akhirnya kita kembali bertemu," suara itu lagi. Kini lebih pelan, namun menohok. Seperti racun manis yang tahu betul titik lemahnya.Samuel meremas tangan Arsila lebih erat. Dia harus tetap sadar akan kenyataan hari ini, bukan masa lalu. Dia menghela nafas berat

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 15. Tidak Punya Malu

    "Kita makan di sini?" tanya Arsila ketika mereka berhenti di depan sebuah restoran Jepang yang elegan, berhiaskan lentera-lentera kayu dan jendela kaca buram yang memancarkan cahaya kuning temaram.Samuel hanya mengangguk dengan senyum tipis. "Iya."Langkah-langkah mereka menjejak pelan di atas batu koral kecil yang ditata rapi, diiringi suara air dari kolam koi di sisi kanan pintu masuk. Tapi, bagi Arsila, suara gemericik itu seolah menggema jauh ke masa silam—masa yang tidak bisa ia gapai, namun selalu terasa dekat.Lagi dan lagi. Entah kenapa, dia merasa tempat ini begitu familiar. Ada denyut yang aneh di dadanya, seolah dia pernah melewati momen penting di tempat ini. Tapi kapan? Dan dengan siapa?"Seandainya aku bisa bertanya pada seseorang…," pikirnya, menatap pelayan berseragam hitam yang membungkuk hormat menyambut mereka. Tapi ia segera menghapus pikirannya sendiri. "Tidak mungkin pelayan mengenal setiap pengunjung yang datang."Samuel menoleh sedikit, memperhatikan wajah is

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 14. Rival

    Malam semakin larut, mata Samuel juga mulai berat. Tapi, Arsila justru sedang memikirkan sesuatu.Sebuah nama yang membuat jantungnya terasa ingin berhenti. Nama yang seolah tidak asing baginya, tapi sialnya dia tidak tahu apa-apa. Hanya menyisakan rasa penasaran."Jusman itu nama apa? Orang? Kamu lagi berantem sama orang?" tanya Arsila hati-hati, memiringkan kepalanya dengan ekspresi penasaran.Dia berusaha setenang mungkin, tidak ingin Samuel curiga kalau dia merasa familiar dengan nama itu. Karena sedikit saja dia cerita tentang sesuatu ingatannya, Samuel akan marah dan kembali bersikap dingin.Samuel menggeleng, menikmati harum lembut dari rambut Arsila yang menguar, memberikan ketenangan. "Itu nama perusahaan. Rival abadinya perusahaanku. Popularitas kami selalu beriringan. Tapi, kemungkinan kali ini dia akan kalah dalam perebutan tender ini.""Oh," jawab Arsila pendek.Alis Samuel terangkat sedikit. "Kenapa?""Gapapa, aku hanya penasaran aja. Kirain kamu sedang ribut dengan oran

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 13. Sarapan Segar

    Pagi baru saja menyingsing ketika sinar matahari menembus celah gorden apartemen mewah milik Samuel. Di tengah ketenangan yang masih terasa hangat, suara tegas pria itu memecah keheningan pagi."Jangan terima tamu siapa pun!" ujar Samuel sambil menyampirkan jas kerjanya di pundak.Arsila yang tengah sibuk merapikan dasi suaminya menoleh dengan alis terangkat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Aroma tubuh Samuel yang selalu segar dengan parfum maskulin yang khas menguar kuat, berpadu dengan aroma lembut tubuh Arsila sendiri yang tak kalah memikat."Hmmm.""Apa sekarang kau juga bisu?""Nggak.""Kalau gak ya jawab, jangan cuma hmm!""Termasuk Mommy dan Sassy? Kalau mereka datang suruh pulang lagi gitu?" tanya Arsila pelan, menyisipkan jari-jari halusnya ke simpul dasi, menyempurnakannya dengan hati-hati.Samuel menatapnya. Sorot mata pria itu tajam tapi menyimpan gairah yang tak disembunyikan. Keintiman seperti ini bukan hal baru bagi mereka—sejak sah menjadi suami istri tiga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status