"Ada ribut-ribut apa di depan, Kak? Siapa yang datang mengacau?" tanyaku kepada Kak Humaira.
"Alex datang dan berusaha menghentikan pernikahan kalian, Lin," jawab istri dari Mas Aldo membuat diri ini merasa geram.Untuk apa Mas Alex masih mengganggu hidupku? Padahal, sudah berkali-kali aku katakan tidak ingin kembali, dan dia juga kan sudah memiliki pasangan. Aneh memang pria satu itu."Tapi kamu tenang aja, Lin. Mas Aldo dan teman-temannya sudah mengurus dia. Sekarang Alex sudah pergi, dan di depan dijaga ketat sama orang-orang yang pernah menjadi bodyguard kamu."Aku sedikit bernafas lega mendengarnya. Semoga saja Mas Alex tidak kembali dan mengacaukan acara pernikahan aku dan Dafa.Melalui pengeras suara terdengar Dafa mulai mengucapkan qobul, mengalihkan tanggung jawab papa di pundaknya dan dijawab sah oleh hadirin yang ada.Tanpa terasa buliran-buliran air bening merembes dari balik kelopak membasahi pipi, merasa terharMalam kian merangkak larut. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sepuluh malam, dan aku sudah merasa lelah karena hampir seharian berdiri di atas pelaminan menyalami para tamu undangan yang datang silih berganti hampir tidak ada henti.Jantung ini berdegup kencang ketika pintu kamar terbuka seiring munculnya sesosok laki-laki bertubuh tegap dengan senyum terkembang di bibir.Segera kuhentikan aktivitas menghapus riasan di wajah, menatap Dafa dari pantulan cermin seraya mengatur napas juga detak jantung yang mulai terasa tidak karuan."Aku mandi dulu, habis ini kita salat sunah dua rakaat." Dafa berujar sambil mencium puncak kepalaku dengan penuh kelembutan serta cinta."Iya, Daf." Aku mendongak menatap wajah suami, hingga kini jarak kami tinggal beberapa centimeter saja, dan aku bisa merasakan hangat napas menerpa muka."Aku mencintai kamu, Alina. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku. Aku berjanji akan selalu
"Sayang, bangun." Dafa mengusap lembut lenganku, menerbitkan senyuman manis menyapa hari saat pertama membuka mata."Sebentar lagi Subuh," ucapnya lagi.Aku segera menyibak selimut yang menutup hingga ke leher, duduk menyandar di headboard mencoba mengumpulkan nyawa sebelum turun dari tempat tidur.Mata ini tidak lepas dari tubuh Dafa yang sudah terlihat rapi dengan baju koko serta sarung membalut tubuh, menambah kesan tampan memesona wajah laki-laki itu."Aku mau ke mushola. Kamu buruan mandi, gih. Biar nggak telat salat subuhnya." Tangan kekar itu terulur mengusap lembut pipi ini."Iya, Daf. Kamu hati-hati. Habis salat mau aku bikinin apa?" tanyaku tanpa melepas selimut yang menutupi dada, merasa malu kepada suami, padahal jelas-jelas kami berdua sudah saling tahu semua yang ada di tubuh kami."Bikin anak saja!" Dia menjawab sambil menyeringai, dan aku langsung melotot menatapnya."Maruk banget kamu!""Bercand
"Ada apa, Mas?" tanyaku dengan nada ketus juta tanpa basa-basi."Alin? Kamu apa kabar?" Dia terus memindai wajahku, dan aku lihat ada rindu samar di kedua sorot netranya."Seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Kalau tidak ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sebaiknya kamu pulang, Mas. Aku nggak mau timbul fitnah jika kamu berada di sini, sebab sekarang aku sudah menjadi istri orang!""Aku mau minta maaf sama kamu, karena sudah menyakiti hati kamu dan selalu berusaha mengusik kebahagiaan kamu. Bahkan aku juga berusaha mengacaukan pernikahan kamu kemarin dengan Dafa.""Aku sudah memaafkan kamu!""Alhamdulillah kalau begitu. Tolong setelah ini jangan benci aku, apalagi sampai menjauhkan Maura sama aku. Selamat juga atas pernikahan kamu dan Dafa. Semoga kalian berdua bahagia.""Aamiin, terima kasih!""Ini, aku ada rezeki sedikit. Nitip buat anak kita. Ya, walaupun aku tahu kalau Dafa bisa mencukupi semu
POV Author.Rani menatap pintu keluar rutan sambil bernapas lega karena akhirnya bisa keluar dari dalam penjara. Hanya saja dia merasa bingung, setelah ini akan tinggal di mana karena rumah peninggalan orang tuanya sudah dijual dan dia juga tidak tahu alamat rumah Alex yang baru.Menatap dua lembar uang yang diberikan petugas lapas, Rani berniat pergi ke Jakarta untuk mencari sang kakak dan berniat tinggal di sana dan mencari pekerjaan.Tetapi bagi mantan narapidana seperti dia, masih adakah perusahaan yang mau menerimanya menjadi karyawan? Terlebih lagi dia hanya memiliki ijazah SMA karena sudah di-drop out oleh pihak universitas.Karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di Bandung, terlebih lagi sangsi sosial yang dia dapatkan di kota Kembang tersebut, perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu akhirnya nekat pergi ke Jakarta untuk mencari keberadaan Alex.Rumah pertama yang dia sambangi adalah tempat tinggal lama sang kakak, ber
Kamu sudah keluar dari penjara? Kenapa kamu tidak menghubungi Mas, Ran?" tanya Alex seraya membingkai wajah sang adik seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari kedua sudut netra."Aku nggak punya hape dan nggak berani menghubungi Mas karena takut Mas nggak mau lagi menerima aku, sebab aku sudah sering membuat kesalahan sama Mas!""Ya Allah, Rani. Seperti apa pun kamu dulu, kamu itu tetap adik Mas. Keluarga satu-satunya yang Mas miliki di dunia ini. Maaf ya, kalau selama kamu dipenjara Mas nggak jenguk kamu.""Iya nggak apa-apa. Bagaimana kabarnya Tiara, Mas? Kalian sudah punya anak berapa?""Tiara sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Dia terkena gangguan mental dan juga sedang sakit kanker serviks stadium akhir.""Ya Allah... Kasihan sekali.""Iya, sekarang rumah miliknya juga sudah dijual untuk mengobati penyakit yang dia derita, karena Tiara tidak punya saudara maupun kerabat di sini. Mas juga kan sudah cerai
"Bunda, Bunda, kemarin kan waktu Bunda kelja Bik Siti masuk ke kamar kita. Dia bobok sama Ayah di kasul. Bik Siti boboknya di bawah Ayah, soalnya kata Ayah bibik lagi sakit, jadi halus diobatin."Deg!Seketika aktivitas makan siangku terhenti mendengar cerita Maura anakku yang masih berusia empat tahun. Apa maksudnya kalau Bik Siti tidur di bawah Mas Alex suamiku? Nggak mungkin kan, mereka melakukan itu saat aku sedang tidak ada di rumah. Lagian, Siti itu baik. Dia terlihat keibuan serta sopan. Dandanannya juga tidak pernah mencolok dan selama bekerja terlihat selalu menjaga jarak dengan suami."Memangnya kapan Bik Siti masuk ke kamar kita dan diobati sama Ayah?" tanyaku semakin penasaran."Kalau Bunda lagi kelja. Kata Ayah sama bibik Maula main aja di lual, soalnya Ayah mau ngobatin Bibik. Kata Ayah juga Maula nggak boleh celita sama Bunda." Aku sengaja merekam apa yang sedang dikatakan putri semata wayangku, lalu mengirimkan video tersebut kepada Mas Alex.Centang dua, akan tetapi
"Apa yang kamu lakukan, Alin? Sakit!" erang Mas Alex sambil memegang senjata miliknya. Pun dengan si pelakor yang terus saja menangis meraung-raung membuat beberapa orang tetangga akhirnya datang karena mungkin penasaran."Ada apa ini?" tanya salah seorang tetangga yang baru saja datang."Memberi pelajaran laki-laki mata keranjang serta tidak tahu diri sama pelakornya!" jawabku sambil melelas plastik berlumur sisa sambal lalu membuangnya ke tong sampah."Pelakor? Maksud mbaknya apa?" Seorang ibu berkacamata ikut bertanya."Laki-laki itu suami saya, dan perempuan mu*ahan itu asisten rumah tangga saya. Mereka berdua tadi sedang berzina di dalam kamar, makanya saya langsung memberi mereka pelajaran!""Waduh, Siti. Ternyata diam-diam kamu seorang pelakor? Pantesan selama tinggal di sini kamu sering banget pamer perhiasan mahal, pamer baju bagus dan juga juga uang banyak. Hasil memeras suami orang toh? Nggak nyangka saya!" Bukannya menolong Siti, mereka malah asik ikut mencaci.Dua bocah y
Aku kembali meletakkan gawai milikku di dashboard dan kembali fokus mengemudi. Masalah Rani biar jadi urusan belakangan, toh, selama ini dia juga tidak terlalu ramah kepadaku. Selalu jutek dan pura-pura tidak kenal jika aku sedang bertandang ke rumah Ibu.Mungkin dia pikir, uang yang selama ini masuk ke rekeningnya dikirim oleh kakaknya. Padahal aku yang selalu menyisihkan sedikit rezeki hasil kerja kerasku untuk menyambung hidupnya serta ibu mertua. Gaji Mas Alex mana cukup kalau harus dibagi ke mereka.Lagi, gawai milikku terdengar berdering nyaring tanpa henti. Rani memang akan selalu meneror jika uang jajannya telah habis dan aku telat mengirimkan uang.Menyambar benda pipih persegi berukuran tujuh inci itu, mendekatkannya ke telinga lalu menjawab panggilan dari adik ipar. Ingin tahu apa yang hendak dia katakan kepadaku."Mbak, mana uang jatah bulanan aku? Jangan kuasai gaji Mas Alex dong. Aku dan ibu juga berhak atas uang itu. Jadi perempuan itu jangan serakah. Jangan maruk!" ce