"Bunda, Bunda, kemarin kan waktu Bunda kelja Bik Siti masuk ke kamar kita. Dia bobok sama Ayah di kasul. Bik Siti boboknya di bawah Ayah, soalnya kata Ayah bibik lagi sakit, jadi halus diobatin." Aktivitas makan siangku terhenti mendengar cerita Maura--anakku yang masih berusia empat tahun. Apa maksudnya kalau Bik Siti tidur di bawah Mas Alex suamiku? Nggak mungkin kan, mereka melakukan itu saat aku sedang tidak ada di rumah?
View More"Bunda, Bunda, kemarin kan waktu Bunda kelja Bik Siti masuk ke kamar kita. Dia bobok sama Ayah di kasul. Bik Siti boboknya di bawah Ayah, soalnya kata Ayah bibik lagi sakit, jadi halus diobatin."
Deg!Seketika aktivitas makan siangku terhenti mendengar cerita Maura anakku yang masih berusia empat tahun. Apa maksudnya kalau Bik Siti tidur di bawah Mas Alex suamiku? Nggak mungkin kan, mereka melakukan itu saat aku sedang tidak ada di rumah.Lagian, Siti itu baik. Dia terlihat keibuan serta sopan. Dandanannya juga tidak pernah mencolok dan selama bekerja terlihat selalu menjaga jarak dengan suami."Memangnya kapan Bik Siti masuk ke kamar kita dan diobati sama Ayah?" tanyaku semakin penasaran."Kalau Bunda lagi kelja. Kata Ayah sama bibik Maula main aja di lual, soalnya Ayah mau ngobatin Bibik. Kata Ayah juga Maula nggak boleh celita sama Bunda." Aku sengaja merekam apa yang sedang dikatakan putri semata wayangku, lalu mengirimkan video tersebut kepada Mas Alex.Centang dua, akan tetapi belum dibuka oleh pria yang sudah menikahi aku selama lima tahun itu.Ting!Tidak lama kemudian terdengar suara notifikasi pesan masuk di gawai. Rupanya Mas Alex membalas pesanku dan menanyakan maksud dari video tersebut.[Harusnya aku yang bertanya, apa yang dimaksud oleh anakmu itu, Mas?] Balasku kemudian.[Mungkin maksud Maura, waktu itu kan Siti tergelincir di kamar mandi kamar utama pas Mas suruh dia bersih-bersih. Kakinya keseleo dan karena nggak ada siapa-siapa ya jadi Mas yang bantu olesi kakinya sebentar pakai minyak gosok. Udah itu doang. Dan Mas memang bilang ke Maura kalau Bik Siti sakit dan harus diobati.][Tapi masalah dia bobok di bawah kamu?] Aku masih terus saja mencecar suamiku.[Kita bicarakan saja nanti di rumah, ya. Kalau ngomong via W******p takutnya malah tambah salah paham.][Ok.]Aku meletakkan kembali ponsel milikku di atas meja lalu meneruskan santap siangku bersama Maura. Namun entahlah. Setelah mendengar cerita dari gadis kecil itu, mendadak nafsu makanku menguar begitu saja. Hilang karena terus memikirkan ucapannya.Namaku Alina Saraswati, ibu muda berusia dua puluh tujuh tahun dan memiliki seorang putri cantik bernama Maura Angelina Mahesa. Aku dan Mas Alex sudah menjalani biduk rumah tangga selama lima tahun, dan selama ini kami selalu harmonis tanpa ada pertengkaran besar dalam kehidupan kami.Sedangkan Siti, dia adalah asisten rumah tangga kami. Aku dan Mas Alex mempekerjakan dia sebab dia seorang janda beranak dua dan suaminya sudah lama pergi meninggalkannya karena kepincut oleh pelakor.Hari ini aku sengaja libur ke toko sebab sudah dua hari Siti izin tidak bekerja. Anak ke duanya sakit dan dia harus pulang kampung untuk menjenguknya. Sebagi seorang ibu, tentu saja aku langsung mengizinkan, karena kasihan dengan anak ART-ku jika harus berjauhan dengan sang bunda kala sakit sedang melanda.***Deru mesin kendaraan terdengar memasuki pekarangan rumah. Buru-buru aku keluar menyambut kepulangan suami, sekaligus ingin segera mendengar penjelasan dari Mas Alex tentang apa yang dikatakan oleh putri kami."Aku menunggu penjelasan kamu loh, Mas?" ucapku setelah dia selesai berganti pakaian."Penjelasan tentang apa, Sayang? Tentang ucapan Maura?" Dia balik bertanya."Iya. Kamu nggak ada hubungan spesial 'kan sama Siti?"Mas Alex malah tertawa. "Kamu pikir aku berselera melihat dia, Sayang. Ya ampun...kamu lihat dong perbedaan antara Siti dan kamu. Jauh pake banget. Antara langit dan bumi. Lagian masa iya aku berselera dengan seorang ART? Ada-ada saja kamu ini." Dia tertawa renyah seolah memang tidak bersalah."Tapi Maura nggak mungkin bohong, Mas!""Alina, sayangku. Udah, ah. Jangan suuzon sama suami begitu. Mas itu cinta mati sama kamu tahu nggak? Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanyakan langsung sama Siti nanti kalau dia kembali ke sini!"Aku membuang napas kasar. Ingin rasanya percaya dengan ucapan suami, akan tetapi naluriku mengatakan jika apa yang dikatakan oleh Maura semuanya benar. Sepertinya aku harus menyelidikinya secara diam-diam.***"Sayang, boleh pinjam uangnya lima belas juta? Aku lagi butuh banget buat ngirim ke kampung. Kalau ada transfer sekarang ya?" ucap Mas Alex pagi-pagi sekali ketika aku sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi."Bukannya kemarin baru kirim lima juta?" Menatap wajahnya curiga."Iya. Kemarin uangnya kepakai untuk berobat Ibu. Sekarang Rani lagi butuh buat bayar semester juga buat beli motor baru. Kan kamu tahu sendiri, jarak antara rumah dan kampus lumayan jauh. Kasihan dia kalau naik angkutan umum setiap hari.""Yasudah. Nanti aku transfer langsung ke nomer rekeningnya Rani. Tapi agak siangan ya?""Ke nomer rekening aku aja. Nanti biar aku yang transfer ke Rani."Keningku berkerut-kerut, memindai wajah Mas Alex dengan mimik curiga. Kenapa harus ditransfer ke nomernya dulu kalau bisa langsung aku kirim ke Rani. Makin mencurigakan."Mas berangkat dulu. Mungkin hari ini Mas pulang agak maleman ya, Sayang. Soalnya lagi banyak kerjaan dan harus lembur." Dia mengecup keningku lalu segera pergi tanpa menyentuh makanan yang terhidang."Oke. Hati-hati di jalan.""Kamu juga hati-hati. Jangan lupa transferannya ya?""Iya."Mas Alex kemudian segera masuk ke dalam mobil, menggerakkan kendaraan roda empat yang dia pinjam dariku menjauh meninggalkan parkiran rumah kami.Ting!Sebuah notifikasi pesan masuk ke gawaiku. Dari Dafa--teman sekantor suami yang kebetulan juga akrab denganku.[Lin, Alex sakit? Kok sudah beberapa hari ini dia izin nggak masuk kantor?]Hatiku mendadak panas setelah membaca pesan dari Dafa. Mas Alex tidak masuk ke kantor? Bukannya dia setiap hari pamit pergi untuk bekerja, bahkan baru saja dia bilang kalau hari ini akan lembur. Benar-benar ada yang tidak beres. Pasti Mas Alex sedang membohongi diriku saat ini. Awas saja kamu, Mas![Dia tiap hari masuk kerja kok, Daf. Malahan tadi baru saja pamit sama aku dan dia bilang akan pulang malam karena ada lemburan.] Balasku.[Suer, Alin. Alex sudah beberapa hari ini izin nggak masuk kerja. Boro-boro lembur. Perusahaan aja lagi pailit sejak beberapa bulan yang lalu.]Astaghfirullah...jadi Mas Alex membohongiku? Jangan-jangan, uang yang katanya akan dikirimkan kepada Rani juga hanya akal-akalannya saja.Tanpa berpikir panjang lagi segera kulacak keberadaan mobil yang dipake oleh suami. Kebetulan beberapa hari yang lalu aku baru saja memasang GPS di kendaraan tersebut, sehingga aku bisa memeriksa di mana keberadaan Mas Alex sekarang.Dan benar saja. Bukannya menuju ke daerah tempat dia bekerja, tetapi malah menuju ke daerah Jakarta Timur. Untuk apa dia pergi ke daerah situ? Apa jangan-jangan?Ah, daripada terus menerka-nerka lebih baik kususul saja laki-laki itu.Segera menitipkan Maura ke salah seorang tetangga lalu segera menuju lokasi yang tertera di layar ponsel. Semoga saja di sana akan kutemukan jawaban, apa yang sebenarnya selama ini Mas Alex lakukan.Setelah menempuh perjalanan hampir tiga puluh menit menggunakan sepeda motor, akhirnya aku sampai juga di titik lokasi. Dada ini bergemuruh hebat ketika melihat mobil milikku yang dipinjam oleh suami terparkir di depan sebuah bangunan sederhana bercat serba merah muda, karena sudah dipastikan pemilik rumah tersebut seorang perempuan.Gegas menepikan kendaraan roda duaku, masuk ke dalam rumah tersebut tanpa mengucapkan salam sebab kebetulan pintu rumah tersebut terbuka lebar.Hati ini kian memanas ketika melihat tas mas Alex tergeletak di atas meja, tepat di dekat dua orang anak yang aku tafsir usianya masih sekitaran tujuh tahun, dan tengah asik bermain ponsel sampai tidak menyadari kedatanganku."Dek, Mama ada?" tanyaku basa-basi."Ada di kamar. Lagi sama Papa!" jawab salah seorang dari mereka tanpa menoleh. Saking fokusnya dengan benda mati yang ada di tangan.Dengan kaki gemetar serta jantung berdetak tidak karuan kuayunkan kaki masuk ke dalam, menyisir seluruh ruangan yang tidak terlalu besar akan tetapi begitu tertata rapi. Ada sebuah meja makan di dekat kamar dengan hidangan lengkap di atasnya juga. Pantas saja Mas Alex tadi pagi tidak mau menyentuh hidangan yang kusuguhkan. Ternyata gundiknya sudah menyiapkan sarapan serta servis sepagi ini.Berjalan menuju pintu, sekilas bisa kulihat sosok suami sedang bersama seorang perempuan tengah menyelami samudera dosa di dalam kamar yang pintunya sedikit terbuka.Ceroboh sekali mereka. Padahal di depan sana ada dua orang anak belum cukup umur yang bisa saja tiba-tiba masuk dan menyaksikan perbuatan itu.Merogoh saku tas, mengambil ponsel lalu merekam adegan panas yang sedang dilakukan sebelum akhirnya kuputuskan untuk pergi ke dapur mengambil plastik kecil untuk membungkus tangan, meraup sambel terasi yang terhidang di atas meja makan lalu segera masuk ke dalam kamar dan mendorong Mas Alex dari tubuh Asisten Rumah Tangga kami.Tanpa basa-basi lagi kubalurkan sambal tadi ke area sensitif mereka berdua, hingga keduanya meraung kesakitan serta kepedasan.Makanya jangan macam-macam sama Alina, atau akan menanggung akibatnya. Makan tu pedasnya sambal buatan pelakor.Kamu sudah keluar dari penjara? Kenapa kamu tidak menghubungi Mas, Ran?" tanya Alex seraya membingkai wajah sang adik seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari kedua sudut netra."Aku nggak punya hape dan nggak berani menghubungi Mas karena takut Mas nggak mau lagi menerima aku, sebab aku sudah sering membuat kesalahan sama Mas!""Ya Allah, Rani. Seperti apa pun kamu dulu, kamu itu tetap adik Mas. Keluarga satu-satunya yang Mas miliki di dunia ini. Maaf ya, kalau selama kamu dipenjara Mas nggak jenguk kamu.""Iya nggak apa-apa. Bagaimana kabarnya Tiara, Mas? Kalian sudah punya anak berapa?""Tiara sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Dia terkena gangguan mental dan juga sedang sakit kanker serviks stadium akhir.""Ya Allah... Kasihan sekali.""Iya, sekarang rumah miliknya juga sudah dijual untuk mengobati penyakit yang dia derita, karena Tiara tidak punya saudara maupun kerabat di sini. Mas juga kan sudah cerai
POV Author.Rani menatap pintu keluar rutan sambil bernapas lega karena akhirnya bisa keluar dari dalam penjara. Hanya saja dia merasa bingung, setelah ini akan tinggal di mana karena rumah peninggalan orang tuanya sudah dijual dan dia juga tidak tahu alamat rumah Alex yang baru.Menatap dua lembar uang yang diberikan petugas lapas, Rani berniat pergi ke Jakarta untuk mencari sang kakak dan berniat tinggal di sana dan mencari pekerjaan.Tetapi bagi mantan narapidana seperti dia, masih adakah perusahaan yang mau menerimanya menjadi karyawan? Terlebih lagi dia hanya memiliki ijazah SMA karena sudah di-drop out oleh pihak universitas.Karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di Bandung, terlebih lagi sangsi sosial yang dia dapatkan di kota Kembang tersebut, perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu akhirnya nekat pergi ke Jakarta untuk mencari keberadaan Alex.Rumah pertama yang dia sambangi adalah tempat tinggal lama sang kakak, ber
"Ada apa, Mas?" tanyaku dengan nada ketus juta tanpa basa-basi."Alin? Kamu apa kabar?" Dia terus memindai wajahku, dan aku lihat ada rindu samar di kedua sorot netranya."Seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Kalau tidak ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sebaiknya kamu pulang, Mas. Aku nggak mau timbul fitnah jika kamu berada di sini, sebab sekarang aku sudah menjadi istri orang!""Aku mau minta maaf sama kamu, karena sudah menyakiti hati kamu dan selalu berusaha mengusik kebahagiaan kamu. Bahkan aku juga berusaha mengacaukan pernikahan kamu kemarin dengan Dafa.""Aku sudah memaafkan kamu!""Alhamdulillah kalau begitu. Tolong setelah ini jangan benci aku, apalagi sampai menjauhkan Maura sama aku. Selamat juga atas pernikahan kamu dan Dafa. Semoga kalian berdua bahagia.""Aamiin, terima kasih!""Ini, aku ada rezeki sedikit. Nitip buat anak kita. Ya, walaupun aku tahu kalau Dafa bisa mencukupi semu
"Sayang, bangun." Dafa mengusap lembut lenganku, menerbitkan senyuman manis menyapa hari saat pertama membuka mata."Sebentar lagi Subuh," ucapnya lagi.Aku segera menyibak selimut yang menutup hingga ke leher, duduk menyandar di headboard mencoba mengumpulkan nyawa sebelum turun dari tempat tidur.Mata ini tidak lepas dari tubuh Dafa yang sudah terlihat rapi dengan baju koko serta sarung membalut tubuh, menambah kesan tampan memesona wajah laki-laki itu."Aku mau ke mushola. Kamu buruan mandi, gih. Biar nggak telat salat subuhnya." Tangan kekar itu terulur mengusap lembut pipi ini."Iya, Daf. Kamu hati-hati. Habis salat mau aku bikinin apa?" tanyaku tanpa melepas selimut yang menutupi dada, merasa malu kepada suami, padahal jelas-jelas kami berdua sudah saling tahu semua yang ada di tubuh kami."Bikin anak saja!" Dia menjawab sambil menyeringai, dan aku langsung melotot menatapnya."Maruk banget kamu!""Bercand
Malam kian merangkak larut. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sepuluh malam, dan aku sudah merasa lelah karena hampir seharian berdiri di atas pelaminan menyalami para tamu undangan yang datang silih berganti hampir tidak ada henti.Jantung ini berdegup kencang ketika pintu kamar terbuka seiring munculnya sesosok laki-laki bertubuh tegap dengan senyum terkembang di bibir.Segera kuhentikan aktivitas menghapus riasan di wajah, menatap Dafa dari pantulan cermin seraya mengatur napas juga detak jantung yang mulai terasa tidak karuan."Aku mandi dulu, habis ini kita salat sunah dua rakaat." Dafa berujar sambil mencium puncak kepalaku dengan penuh kelembutan serta cinta."Iya, Daf." Aku mendongak menatap wajah suami, hingga kini jarak kami tinggal beberapa centimeter saja, dan aku bisa merasakan hangat napas menerpa muka."Aku mencintai kamu, Alina. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku. Aku berjanji akan selalu
"Ada ribut-ribut apa di depan, Kak? Siapa yang datang mengacau?" tanyaku kepada Kak Humaira."Alex datang dan berusaha menghentikan pernikahan kalian, Lin," jawab istri dari Mas Aldo membuat diri ini merasa geram.Untuk apa Mas Alex masih mengganggu hidupku? Padahal, sudah berkali-kali aku katakan tidak ingin kembali, dan dia juga kan sudah memiliki pasangan. Aneh memang pria satu itu."Tapi kamu tenang aja, Lin. Mas Aldo dan teman-temannya sudah mengurus dia. Sekarang Alex sudah pergi, dan di depan dijaga ketat sama orang-orang yang pernah menjadi bodyguard kamu."Aku sedikit bernafas lega mendengarnya. Semoga saja Mas Alex tidak kembali dan mengacaukan acara pernikahan aku dan Dafa.Melalui pengeras suara terdengar Dafa mulai mengucapkan qobul, mengalihkan tanggung jawab papa di pundaknya dan dijawab sah oleh hadirin yang ada.Tanpa terasa buliran-buliran air bening merembes dari balik kelopak membasahi pipi, merasa terhar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments