“Kalau kita nanti menikah, kamu pasti gak boleh kerja sama nenek,” ucap Devan. Keduanya sudah berada di apartemen. Devan memeluk Luna dari belakang, tangannya menyentuh dada sang sekretaris.Luna menghela napas berat, “sepertinya jalan kita menuju ke pelaminan akan sangat berat, Pak. Tak ada seorang nenek yang ingin cucunya menikahi janda. Bapak itu bukan orang biasa.” Luna tak cukup yakin dia akan diterima di keluarga Devan. Karena Devan pantas bersanding dengan wanita terhormat.Devan membalik tubuh Luna, menatap lekat wanita cantik di hadapannya ini dengan penuh cinta, “sudah kubilang Nene itu janda. Punya anak pula. Nasibnya sama persis sepertimu, dia selalu menjadi pelampiasan amarah suaminya. Nenek juga mengalami KDRT. Bedanya kamu sekretarisku, sementara nenek dan kakek dijodohkan oleh teman mereka. Kalau itu kakek juga sedang ada di puncak karir. Menurutku janda ataupun tidak bukanlah hal yang diutamakan oleh nenek. Nenek hanya ingin aku hidup bahagia dengan wanita yang ku cin
Jika Arkana sedang bermesraan dengan Briella, beda halnya dengan Amel yang kini sedang menerima tamu. Tamunya itu adalah Nyonya Wijaya. Sejak bel rumah berbunyi Amel sudah ngomel-ngomel karena kegiatannya terusik setelah bangun dari tidur siang. Sementara pelayan di rumah ya sedang disuruh keluar untuk berbelanja.Ceklek“Nyari siapa ya, Bu?” tanya Amel saat membuka pintu rumahnya. Wajahnya tampak datar, seolah enggan menyambut tamu yang datang.“Saya mau bertemu dengan Yuli,” jawab Nyonya Wijaya sambil memperhatikan Amel dari atas ke bawah.“Mau ngapain?” suara Amel terdengar ketus. Ia sama sekali tidak terlihat sopan pada wanita yang sudah jauh lebih tua darinya. Dalam hati, Amel merasa risih kalau ada orang datang menemui ibu mertuanya. Namun Nyonya Wijaya tidak terima dengan sikap itu, beliau membalas dengan ketus. “Terserah saya mau ngapain. Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kalau saya datang mencari pemilik rumah ini, tinggal kamu kasih tahu saja orangnya ada apa tidak,” sahut
“Bukan begitu maksud saya, Pak Devan,” potong Arkana, dia tak ingin tiba-tiba Devan mengadu pada Tuan Baron.“Tapi, selama saya memimpin perusahaan Wijaya Group, belum pernah saya merevisi kontrak kerja sama yang sudah ditanda tangani, Pak Arka. Jadi saran saya, kalau misalnya Bapak sibuk dengan bisnis lain, sebaiknya bilang terus terang pada Tuan Baron untuk mencarikan pengganti. Karena sekali lagi, saya di sini mempekerjakan puluhan ribu orang. Dan tentu saja, seperti yang tadi saya bilang, proyek yang perusahaan kami tangani bukan hanya proyek kerja sama dengan Amora Group.” Devan bicara penuh penekanan, ia sama sekali tidak memberi ruang pada Arkana untuk tawar-menawar.Arkana terdiam. Mulutnya sempat terbuka, tapi tidak ada kata yang keluar. Tangannya yang sejak tadi menggenggam pulpen kini hanya dimainkan di atas meja. Dia jelas tersudut.“Pak, masa sih gak bisa direvisi? Kita kan proyeknya jangka panjang. Anda seharusnya bisa merubah sedikit saja untuk perjanjian yang sudah d
Orang-orang sudah menempati kursi masing-masing di ruang rapat. Berkas dan laptop terbuka di depan mereka, semua terlihat siap untuk mulai. Kursi di ujung meja sebelah kanan masih kosong, kursi itu memang disiapkan untuk Devan. Di sampingnya, Luna sudah duduk sejak tadi.Tepat di seberangnya, Arkana duduk bersama Briella. Arkana hanya menatap lurus ke depan, sementara Briella tampak lebih santai, sesekali merapikan rambutnya. Dua orang dari tim Arkana juga sudah siap, mereka menyalakan laptop dan membuka file yang akan dipresentasikan.Luna mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia memastikan semua perlengkapan rapat sudah lengkap. Ia melirik sebentar ke kursi kosong di sebelahnya, lalu kembali menatap berkas di depannya. Tidak ada yang membuka pembicaraan lebih dulu. Semua hanya menunggu tanpa komentar.“Pak Devan ikut rapak tidak, Bu?” Tanya salah satu tim dari Wijaya Group.“Beliau baru saja tiba, Pak. Harusnya sih tidak ikut karena pasti sangat lelah setelah perjalanan panjang, tapi
“Tapi kasihan banget wanita itu, pak. Pasti sedih banget karena takut neneknya kambuh penyakitnya.”Luna sudah mendengar cerita tentang wanita itu, tapi Luna belum tahu kalau orang yang dibilang mengidap penyakit kronis justru terlihat baik-baik saja. Bahkan bisa bicara dengan sangat lantang.“Menurutmu, kalau ada orang yang mengidap sakit keras kira-kira bisa berteriak gak kalau ngomong?”Pertanyaan Devan membuat Luna terdiam sesaat, namun akhirnya dia menggeleng.“Orang yang mengidap penyakit mematikan seperti tumor otak dan lain-lain, pastinya di rumah sakit.” Menurut Luna sih seperti itu. Bayangannya Devan pergi ke rumah sakit bersama perempuan itu lalu menikah di sana, Luna pikir yang terjadi dengan Devan sampai tidak menghubunginya seperti yang ada di film-film atau kisah dalam novel online yang sering dia baca. Pihak pria tak bisa berbuat apa-apa karena diminta langsung menikah di depan ranjang pasien seseorang yang paling berpengaruh dari pihak perempuan. Namun kenyataannya ti
“Paaaaaaaaak.” Devan tak peduli dengan ucapan Luna.Dia terlalu merindukan wanita yang paling ia cintai ini. Sementara Luna berpikir, selama Devan tak menghubunginya, pria ini pasti sudah jadian dengan wanita yang dijodohkan itu. Tak ada satupun pesan dari Luna yang dibalas oleh Devan. Meski hanya sekedar tanya soal kabar, tetap gak dibalas. Sekarang pria itu seperti sedang kesurupan. Yang dia mau melepas rindu dengan Luna.Bibirnya terus mencium apapun yang tersentuh. Tangannya terus meremas dada Luna. Matanya terpejam, pakaiannya sudah kusut. Bahkan dia tak sadar tubuh mungil Luna terhimpit oleh tubuh kekar pria itu. Tapi Luna tak menolaknya. Sebab melihat Devan kembali saja sudah sangat membuat hatinya lega.Tidak. Tidak. Devan kembali dan menyentuhnya. Bohong banget kalau Luna tak merindukan sentuhan pria tampan sejuta pesona ini. Meskipun Devan seperti orang yang punya dua kepribadian, tapi Luna menyukai Devan versi bucin dan mesum.“Oooooh, berat banget mikul beban rindu sama