Malam itu, Tante Almara tidak bisa tidur. Ia duduk di ruang tamu apartemennya sambil menatap kosong ke arah kota yang berkelip dari balik jendela. Foto-foto di dalam amplop masih terbayang jelas di kepalanya. Kata-kata Faizal terus terngiang, "Lima ratus juta, menikmati malam bersama, atau semua orang tahu."Ia menatap layar ponsel. Nomor Faizal masih tertera, tetapi ia belum punya keberanian untuk menelepon. Ia ingin marah, ingin melawan, tetapi ia tahu lelaki itu licik dan berbahaya. Jika ia salah langkah, bisa saja semuanya hancur dalam semalam.Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Leo.[Tante sudah tidur? Kalau belum, jangan lupa minum obat sakit kepala ya. Besok jangan terlalu capek.]Pesan itu membuat hati Tante Almara terasa sesak. Di tengah ancaman yang menghantuinya, ada seseorang yang benar-benar peduli. Tapi justru itu yang membuatnya takut. Jika Leo tahu soal ancaman ini, hidupnya bisa ikut porak-poranda. Karier Leo sebagai calon anggota boyband bisa hancur sebelum
Beberapa hari kemudian, Tante Almara menerima sebuah amplop hitam di atas mejanya saat tiba di kantor pagi itu. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan yang kasar dan terburu-buru. "Lihatlah kebenaran yang kau sembunyikan.” Jantungnya langsung berdegup kencang. Dengan sedikit ragu, ia membuka amplop itu. Di dalamnya, ada beberapa lembar foto yang membuat darahnya terasa dingin. Foto-foto itu jelas menunjukkan dirinya dan Leo di malam hujan beberapa hari lalu, saat Leo membukakan pintu mobil dan menatapnya dengan penuh kasih. Bahkan ada foto ketika mereka duduk berdampingan di dalam mobil, terlihat begitu dekat. Pun juga beberapa foto syur saat dirinya sedang bersama Leo mengarungi surga dunia. Hal yang begitu panas, tetapi memalukan juga jika disebar. Tante Almara menatap foto-foto itu lama sekali. Tangannya bergetar. Siapa yang bisa melakukan ini? Mengapa ada yang menguntit mereka? Ia memeriksa amplop itu kembali, dan di bagian paling bawah ada selembar kertas kecil bertul
Leo sudah tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain karena dia hanya menginginkan Tante Almara. “Tante, tolong pertimbangan kembali apa yang aku katakan. Aku benar-benar menyimpan perasaan dengan Tante.”Tante Almara menghela nafas panjang. Dia pun menatap Leo dengan dalam, “Sayang, kamu tahu? Cinta kita beda usia. Beda jauh. Apa mungkin?”“Cinta kita? Berarti Tante juga cinta aku, kan?” Leo merasa senang mendengar ucapan Tante Almara yang salah bicara. Tante Almara merasa terkejut dengan hal itu dan tersipu malu. Dia mencoba memalingkan wajahnya agar tidak terlihat oleh Leo. Keduanya sedang memadu kasih di dalam ruangan kerja milik wanita cantik berusia matang itu. Leo pun menempel ke Tante Almara. “Tante, tolong jujur. Tante juga merasakan hal yang sama, kan? Aku ... Aku mencintaimu.”Tante Almara menggigit bibirnya, ragu-ragu untuk mengakui apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia tahu bahwa hubungan ini sulit, bahkan mungkin mustahil, tetapi hatinya tak bisa membohongi diriny
Seminggu setelah ancaman dari produser, semua anggota Light dipanggil ke ruang latihan utama. Tante Almara dan produser Arman sudah menunggu mereka di sana.“Hari ini, saya ingin mengumumkan keputusan penting,” ujar Arman dengan nada serius.Semua anggota menahan napas, menunggu dengan cemas. Mereka saling menatap satu dengan yang lainnya karena merasa was-was andai kata satu dari antara mereka benar-benar akan dikeluarkan dan diganti oleh orang baru. Arman melanjutkan, “Setelah mempertimbangkan kerja keras kalian selama seminggu terakhir, saya memutuskan bahwa tidak ada satu pun dari kalian yang akan diganti.”Ruangan itu langsung dipenuhi dengan suara lega dan sorak-sorai kecil. Semua anggota boyband Light merasa begitu bahagia karena tidak ada di antara mereka yang akan digantikan posisinya. “Tapi,” lanjut Arman, “saya ingin kalian ingat bahwa ancaman ini tidak akan selalu kosong. Kalau kalian lengah atau tidak menunjukkan perkembangan, saya tidak akan ragu untuk membuat perubaha
Ancaman dari produser bahwa salah satu anggota Light akan diganti telah membuat suasana di rumah karantina berubah drastis. Masing-masing anggota, yang awalnya sering bercanda dan bersantai setelah latihan, kini menjadi lebih serius dan berhati-hati. Tidak ada yang ingin kehilangan kesempatan untuk debut.Selama beberapa hari berikutnya, latihan mereka menjadi lebih intens. Setiap koreografi diulang hingga sempurna, setiap vokal dipoles tanpa cacat. Bahkan Gan dan Joe, yang sebelumnya sering berseteru, kini tampak bekerja sama dengan baik untuk memastikan harmoni grup.Namun, suasana tegang juga menciptakan jarak di antara mereka. Di balik kerja keras dan sikap profesional, ada rasa khawatir dan ketidakpastian. Siapa yang akan diganti? Dan apakah mereka akan berhasil debut sebagai tim utuh?“Leo, kalau begini terus ... Kita malah saling tuduh satu dengan yang lain. Menerka-nerka siapa yang kira-kira akan dihentikan sebelum launching debut,” kata Apoy yang merasa heran dengan situasi s
Setelah Tante Almara sampai ke puncak surga dunia melalui bantuan dari lidah Leo yang menari-nari sejak tadi, permainan itu pun terhenti. Keduanya duduk bersebelahan di sofa nan empuk. Tante Almara sudah merapikan dress press body miliknya.Leo menundukkan kepalanya. Dia merasa terbebani dengan segala yang terjadi. Hubungannya dengan Tante Almara kini semakin rumit. Di satu sisi, dia merasakan perasaan yang tulus, namun di sisi lain, dia tahu bahwa hubungan seperti ini tidak akan pernah diterima oleh lingkungan maupun masyarakat.“Tante ... Apakah mungkin kita bersama? Aku ... Bukan orang berpunya dan masih menitih karier di sini. Sedangkan Tante ....” Leo semakin merasa tidak percaya diri dengan posisi derajat yang sangat berbeda.Setelah beberapa saat, Tante Almara duduk kembali dengan sikap yang lebih tenang. Dia menatap Leo dengan pandangan yang campur aduk antara kasih sayang, rasa bersalah, dan keraguan.“Leo, aku tak tahu ... Mungkin apa yang kita lakukan ini tidak benar,” ujar