Home / Romansa / Pemuas Nafsu Sang CEO / Bab 5 Mencari Pinjaman

Share

Bab 5 Mencari Pinjaman

Author: Lia Safitri
last update Last Updated: 2023-11-06 16:19:08

"Vira, sebaiknya kamu ikut aku. Kita berbicara di tempat lain," ucap Ana.

Kemudian Ana membawa Vira masuk ke dalam mobilnya. Kini Ana akan membawa Vira ke sebuah taman.

"Ini, minumlah!" Ana membawa dua gelas minuman hangat ditangannya. Ia pun memberikan salah satunya kepada Vira yang sedang duduk di sebuah kursi panjang.

"Terimakasih, Na." Vira menerima minuman itu dari tangan Ana lalu meminumnya untuk meredakan rasa dingin dari dinginnya angin malam yang mulai menusuk hingga ke tulangnya. Ana pun duduk disebelah Vira.

"Sekarang katakan! Apa masalahmu, Vira? Siapa tahu saja aku bisa membantumu," ucap Ana.

Vira menatap Ana dengan tatapan yang dipenuhi keraguan.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Ana.

"Vira," Ana memegang kedua bahu Vira sambil menatapnya.

"Sudah berapa lama kita saling mengenal dan bersahabat?" tanya Ana lagi.

"Sejak kita masih SMA, sekitar tujuh tahun," jawab Vira.

"Lalu kenapa kamu, masih saja tidak mau berbagi masalahmu denganku, Vira?" tanya Ana.

"Apa kamu tidak mempercayaiku?"

"Tidak, Na. Bukan seperti itu, aku hanya..." Vira menggantung ucapannya.

"Hanya apa?"

"Aku hanya tidak ingin menyusahkanmu dan membuatmu ikut terbebani karena masalahku. Aku sudah terlalu sering merepotkankanmu, Na." lanjut Vira.

"Vira, aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri. Aku tidak pernah merasa terbebani olehmu," ucap Ana.

"Jadi aku mohon, jangan merasa sungkan kepadaku, Vira!" imbuhnya dan dibalas dengan anggukan oleh Vira.

Vira langsung memeluk tubuh Ana.

"Terimakasih Ana, kamu memang sahabat terbaikku," ucap Vira.

"Iya, Vira. Baiklah, sekarang ayo ceritakan apa masalahmu?" titah Ana.

"Ana, sebenarnya saat ini aku sedang membutuhkan uang, ibuku masuk rumah sakit dan harus segera dioperasi," ucap Vira. Ana tercengang.

"Apa! Jadi Tante Ningrum masuk rumah sakit lagi?" tanya Ana.

Ana sendiri memang sudah mengetahui jika ibunya Vira memang memiliki gangguan pada jantungnya dan sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit.

Vira mengangguk.

"Memangnya berapa uang yang kamu butuhkan, Vira?" tanya Ana.

"Dua ratus juta," jawab Vira.

Ana semakin syok. Dia sendiri belum pernah melihat apalagi menyentuh uang sebanyak itu selama hidupnya. Ana bahkan belum tahu rupa dari uang sebanyak itu.

"Vira, dua ratus juta itu banyak sekali. Aku juga tidak punya uang sebanyak itu," ucap Ana.

"Tidak apa-apa, Na." ucap Vira sambil tersenyum kecut.

"Tetapi, aku masih mempunyai sedikit sisa tabungan, kamu boleh memakainya. Memang jumlahnya tidak banyak, tapi mungkin itu bisa sedikit membantu meringankan beban mu," ucap Ana dan Vira pun tersenyum.

"Tidak usah Na, aku akan mencari pinjaman. Aku juga sudah tahu bagaimana kondisi keuangan keluargamu, jadi kamu pakai saja uangmu," ucap Vira.

"Maaf ya, Vira." Ana merasa bersalah karena tidak tidak bisa membantu sahabatnya itu.

"Tidak apa-apa, Na. Kenapa kamu harus minta maaf? Ini bukan salahmu," ucap Vira.

"Lalu dimana kamu akan mencari pinjaman sebanyak itu?" tanya Ana.

"Entahlah Na, aku juga belum tahu," ucap Vira sambil mendesah pelan.

"Apa kamu sudah mencoba berbicara dengan Andi? tanya Ana.

Ya, Andi merupakan seorang lelaki yang sedang dekat dengan Vira.

"Belum Na, aku tidak enak mengatakan padanya," ucap Vira sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa? Bukankah kalian sedang menjalin hubungan? Dia pasti mau membantumu," ucap Ana.

"Iya, tapi tetep saja aku merasa tidak enak. Aku takut keluarga Andi menganggapku mendekatinya hanya demi sejumlah uang," sahut Vira.

"Vira, jangan berprasangka buruk dulu. Mereka pasti mengerti keadaanmu, coba saja kamu bicara dengannya. Aku yakin dia pasti akan membantumu," bujuk Ana.

"Ya sudah, nanti aku akan mencoba berbicara dengannya," sahut Vira.

"Ana, sepertinya aku harus pulang dulu. Ini sudah malam, aku juga harus kembali ke rumah sakit, kasihan Panji menjaga ibu di rumah sakit sendirian," ucap Vira lagi.

"Ya sudah Vira, semoga kamu bisa segera menemukan jalan keluar dari masalahmu. Aku juga berharap semoga Tante Ningrum bisa segera sembuh," ucap Ana.

"Iya Na, terimakasih." Vira langsung memeluk Ana.

"Aku pergi dulu ya, Na."

Vira beranjak berdiri dan meninggalkan Ana di taman itu. Sementara Ana hanya bisa menatap nanar punggung sahabatnya itu yang kian menjauh.

Ana sendiri benar-benar merasa kasihan kepada Vira, karena sejak mereka saling mengenal Ana sudah mengetahui bagaimana kehidupan Vira yang serba pas-pasan.

Vira memang berada dari keluarga yang sederhana dan Vira sendiri sudah seperti tulang punggung bagi keluarganya karena Ayah Vira tidak mau bertanggung jawab ke pada Vira, ibu dan adiknya.

Ayah Vira malah sibuk bermain judi hingga keluarga Vira sering dikejar-kejar hutang. Jadi tak hanya membiayai pengobatan ibunya dan biaya sekolah adiknya, terkadang Vira juga harus melunasi hutang judi ayahnya.

Vira kembali berjalan menyusuri jalan raya, dia memikirkan ucapan Ana yang menyarankan agar Vira meminta bantuan kepada Andi, kekasihnya. Vira meraih ponselnya, dan mencari kontak Andi.

"Apa aku harus menelepon Andi?" Vira bergumam sembari menatap layar ponselnya. Dia hendak menelepon kekasihnya, namun sepertinya Vira masih berpikir dua kali.

"Tapi, aku merasa tidak enak untuk meminjam uang sebanyak itu kepadanya. Kami bahkan baru tiga bulan menjalin hubungan, apa kata dia nanti jika aku sampai meminta uang sebanyak itu kepadanya?"

Vira menghela nafasnya kasar, dia pun menekan tombol off di ponselnya. Vira mengurungkan niatnya untuk menghubungi Andi.

Kini Vira sudah tiba di rumahnya, dia pun segera membersihkan dirinya. Lalu ia menyiapkan baju ganti untuk ibu dan adiknya di rumah sakit.

"Panji pasti belum makan," gumam Vira. Sementara dia sendiri tida memiliki uang sepeser pun untuk membelikan makanan untuk adiknya itu.

Vira kemudian teringat bahwa dia masih memiliki celengan. Vira langsung mengambil celengan berbentuk ayam itu dari bawah kolong tempat tidurnya.

Dengan berat hati, Vira membantingnya ke lantai. Beberapa lembar uang dan sejumlah uang recehan terlihat berserakan.

Vira langsung memungut uang tersebut dan segera menuju ke rumah sakit untuk menyusul Ibu Ningrum dan Panji.

"Panji! Bangun, dek!" Vira mengguncang pelan tubuh Panji untuk mencoba membangunkan adiknya.

"Panji, bangun! Ayo makan dulu!" ucap Vira lagi. Beberapa saat kemudian Panji terbangun.

"Loh, kakak kapan sampai?" tanya Panji sambil mengucek matanya.

"Baru saja," sahut Vira.

"Ini malam dulu dek, biar kakak yang menjaga ibu sekarang. Kamu makanlah, ini kakak sudah belikan makanan buat kamu," ucap Vira sambil menyodorkan sebuah kantong plastik yang berisi bungkusan nasi padang.

"Lalu kakak sendiri bagaimana? Apa kakak sudah makan?" tanya Panji sambil menerima kantong kresek itu.

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan kakak, kakak tadi sudah makan kok," jawab Vira berbohong.

Sejatinya dia belum makan apapun sejak siang tadi, dan tadi dia hanya membeli makanan untuk Panji saja. Karena Vira tidak ingin menghabiskan sisa uang yang ia miliki saat ini.

"Baiklah, kalau begitu aku makan dulu ya, Kak." ucap Panji dan Vira pun mengangguk.

Panji kemudian keluar dari ruangan itu dengan membawa makanannya. Sementara Vira duduk di sebuah kursi yang ada disebelah ranjang tempat dimana ibunya terbaring.

Vira menatap wajah Ningrum yang masih terpejam dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya dan juga beberapa peralatan lainnya yang masih menempel di dadanya.

Rasa-rasanya Vira ingin menangis saja saat ia melihat kondisi Ningrum. Vira meraih tangan Ningrum lalu menggenggamnya.

"Bu, aku mohon bertahanlah! Ibu harus kuat demi aku dan Panji. Jangan tinggalkan kami bu, kami masih sangat membutuhkan ibu," ucap Vira lirih sambil menempelkan tangan Ningrum di wajahnya sendiri.

"Aku akan berusaha untuk mencari pinjaman agar aku bisa membiayai pengobatan ibu. Meski aku harus membayarnya dengan kebahagiaanku, aku akan melakukannya asalkan ibu bisa sembuh dan berkumpul dengan anak-anak ibu seperti dulu. Aku mohon bertahanlah, Bu!" ucap Vira lagi.

--

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 39 Wanita itu Bukan Ibuku!

    Pria paruh baya itu melangkah mantap ke tengah ruangan, sorot matanya tajam menyapu setiap sudut hingga membuat suasana terasa kian menegangkan. Para pegawai sontak terdiam, tak ada yang berani bersuara. Vira yang berdiri paling ujung hanya bisa menatap penuh tanya, siapa sebenarnya orang ini hingga semua orang begitu menghormatinya?Vira menelan ludah, ia tak tahan lagi untuk berbisik pada Ana, "Siapa dia, Na?"Ana meliriknya sekilas, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Vira. "Itu… Ayahnya Pak Nathan, namanya Pak Bramantyo!"Dengan suara berat namun penuh wibawa, pria paruh baya itu akhirnya membuka mulutnya, "Apa Nathan ada di ruangannya?" tanyanya. Ana yang berdiri di samping Vira buru-buru menyikut pelan lengannya, memberi isyarat agar ia segera maju. Bagaimanapun juga, Vira adalah asisten pribadi Nathan jadi sudah sepatutnya dialah yang harus berurusan langsung dengan pria penting itu.Mau tak mau, Vira melangkah mendekat, menundukkan sedikit tubuhnya sebagai bentuk hormat. "S

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 38 Tumpukan Berkas di Meja CEO

    Makan malam akhirnya usai, menyisakan meja yang dipenuhi piring dan gelas kotor. Namun, alih-alih beranjak, Nathan masih bersandar santai di kursinya, matanya tak lepas dari sosok Vira di seberangnya. "Vira," suaranya dalam, membuat wanita itu menoleh dengan bingung. "Ada sesuatu di sudut bibirmu!" ucap Nathan sambil menunjuk dengan telunjuknya. Refleks Vira menyeka dengan punggung tangannya. "Sudah belum?" tanyanya polos.Nathan menggeleng, sudut bibirnya terangkat tipis. "Bukan di situ… di sebelah kanan!"Dengan kikuk, Vira mencoba lagi, menggunakan ujung jarinya. "Sekarang?" tanyanya, semakin salah arah.Nathan mendesah pendek, matanya menyipit antara kesal dan geli. "Bukan di situ. Kau justru membuatnya semakin berantakan!" Wajah Vira memanas, ia kembali menyeka dengan buru-buru. "Dimana sebenarnya? Ini tidak ada kok!" ucapnya sedikit jengkel.Nathan hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya bangkit dari kursinya. "Sudahlah…" gumamnya pelan.Tanpa banyak kata, ia melangkah

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 37 Tugasmu Menghangatkan Ranjangku!

    Nathan menarik napas dalam, membiarkan jarak di antara mereka terasa lebih intim. Matanya menatap Vira, seolah ingin menembus setiap perasaan yang tersembunyi di balik tatapannya.Vira masih meringkuk di sudut sofa, jantungnya berdegup kencang, campuran rasa gugup dan hangat yang tiba-tiba membanjiri dadanya. Ia tak tahu harus berbuat apa, hanya bisa menatap Nathan dengan mata yang sedikit membelalak.Vira menunduk, bibirnya bergetar sedikit. "Nathan…" ucapnya dengan suara lirih, nyaris tersedak. "A-apa… kau tidak lapar?" Lanjutnya terbata. Nathan tersenyum tipis, matanya berkilat nakal. "Tentu saja aku sangat lapar… sampai aku ingin memakanmu sekarang juga!" jawabnya sambil menyeringai, nada bercandanya berhasil membuat wajah Vira memerah hebat. Vira terdiam sejenak, menelan ludah dan menundukkan wajahnya. Jantungnya berdetak lebih kencang, antara kesal dan malu. "Bu-bukan itu maksudku… hmmpptthh…" ucapnya terbata, wajahnya memerah hebat.Namun sebelum kata-katanya tuntas, Natha

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 36 Aku Menunggumu

    Kini hidangan yang ia olah dengan sepenuh hati, tersusun rapi di atas meja makan. Vira duduk di kursinya, menyendok nasi lalu menambahkan lauk ke piringnya. Perutnya pun mulai keroncongan, membuatnya benar-benar ingin segera menyuapkan makanan itu ke mulutnya. Namun saat sendok nyaris menyentuh mulutnya, sebuah kalimat Nathan kembali terlintas di kepalanya, "Aku tidak suka makan sendirian." Vira terdiam. Tangannya yang memegang sendok refleks terhenti di udara. Pandangannya jatuh pada kursi kosong di seberangnya, kursi yang semestinya terisi oleh Nathan. Seketika rasa lapar itu sirna, digantikan dengan perasaan hampa. Entah mengapa, ia merasa tidak tega menghabiskan makanan itu sendirian. Seolah Nathan benar-benar hadir di antara ingatannya, menahannya untuk tidak menikmati makan malam itu tanpa dirinya. Dengan helaan napas panjang, Vira meletakkan kembali sendoknya di atas piringnya. Ia hanya duduk memandangi meja, membiarkan makanan tetap utuh, sembari berharap pintu apartemen i

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 35 Milikku, Hanya Milikku

    Keheningan di antara mereka tak berlangsung lama. Nathan menarik napas dalam, seolah tengah menimbang sesuatu yang berat. Dia tidak mengerti kenapa dirinya harus semarah itu. Namun jujur saja, Nathan merasa tidak terima jika ada pria lain yang menyentuh Vira.Tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan gejolak yang mendesak keluar."Sekarang aku ingin kau... memberikan identitas orang itu padaku!" ucapnya penuh penekanan. "Untuk apa, Pak?" tanya Vira lirih. "Vira! Jangan membantah. Lakukan saja apa yang kukatakan. Sekarang, berikan identitas pria itu padaku!" suara Nathan meninggi, tegas dan penuh tekanan."B-baik, Pak…" ucap Vira terbata. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya. Air matanya masih mengalir, membasahi pipinya saat ia menggulir layar, mencari nama yang paling ingin ia hapus dari hidupnya. Beberapa detik kemudian, data itu terkirim."Aku… sudah mengirimkannya, Pak!" ucapnya pelan, seolah melepaskan beban berat dari dadanya.Nathan segera menunduk pada layar ponselnya.

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 34 Tamparan Harga Diri

    Langkah Nathan dan Vira langsung terhenti. Nathan menoleh perlahan, rahangnya mengeras saat melihat Andi masih berdiri di tempat yang sama. "Kau masih belum tahu diri rupanya," ucap Nathan pelan, namun penuh penekanan. Andi maju selangkah, sorot matanya liar. "Kau tidak bisa membawanya pergi begitu saja!" seru Andi."Aku belum selesai berurusan dengannya!"Nathan mendorong Vira perlahan ke belakang tubuhnya, seolah menjadi tameng. Tatapannya tajam menantang."Kau sudah selesai sejak kau memilih mengkhianatinya!"Andi mendengus."Dia milikku!""Dia bukan milikmu lagi! Sekarang, dia bersamaku. Kau tak punya hak sedikit pun untuk menahannya," ucap Nathan tegas. "Pak, tenang saja. Aku hanya ingin meminjamnya sebentar. Setelah itu, akan ku kembalikan lagi padamu," ucap Andi dengan nada seenaknya."Lagi pula... wanita seperti dia, bukankah kita bisa berbagi?"Deg!Mata Vira membelalak. Berbagi?Apa dia pikir dirinya itu barang? Yang bisa dipinjam dan dikembalikan sesuka hati? Hatinya be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status