Home / Romansa / Pemuas Nafsu Sang CEO / Bab 6 Di Apartemen Andi

Share

Bab 6 Di Apartemen Andi

Author: Lia Safitri
last update Last Updated: 2023-11-28 13:34:29

Hingga larut malam, Vira masih terjaga disisi Ningrum. Vira benar-benar tidak bisa memejamkan matanya, ditambah lagi dia masih terus memikirkan dimana dia harus mencari uang untuk biaya operasi ibunya.

Panji yang tertidur di sofa, dia terbangun dan mendapati kakaknya yang masih terjaga.

"Kak?" ujar Panji memanggil. Panji kemudian bangkit lalu menghampiri Vira.

"Ada apa, dek? Kenapa kamu bangun? Tidurlah, ini sudah malam," ucap Vira.

"Sebaiknya sekarang kakak saja yang tidur, biar aku yang menjaga ibu. Aku lihat sepertinya kakak sangat kelelahan," ucap Panji.

"Tidak apa-apa, dek. Kakak tidak mengantuk, kalau kamu mau tidur ya tidur saja!" sahut Vira sambil tersenyum.

"Bukankah besok kamu harus sekolah?" tanya Vira.

"Kak, besok itu hari minggu. Apa kakak lupa?" tanya Panji.

Vira pun menertawakan kebodohannya, bahkan dia tidak tahu besok itu hari apa.

"Benarkah? Ternyata bodoh sekali aku ini," Vira merutuki dirinya sendiri.

"Ya sudah sana, kakak tidur gih!" titah Panji lagi.

Akhirnya Vira pun mengiyakan ucapan Panji karena adiknya itu bersikeras memaksanya.

"Ya sudah, kalau gitu kakak istirahat dulu ya," ucap Vira.

Vira bangkit dari tempat duduknya dan ia berjalan menuju sofa tempat dimana sebelumnya Panji tertidur.

Vira merebahkan tubuhnya disana dan mencoba memejamkan matanya. Namun, pikirannya melayang entah kemana hingga akhirnya ia pun tertidur.

Keesokan paginya...

"Mbak Vira?" ucap seorang perawat memanggil Vira.

"Iya sus, ada apa ya?" tanya Vira.

"Mari ikut saya sebentar, Dokter Sandi ingin bertemu dengan anda, Mbak." ucap dokter itu.

"Baik sus," sahut Vira. Kemudian dia mengikuti langkah perawat itu menuju ruangan dokter.

"Permisi dok," ucap Vira saat melangkah masuk.

"Saudara Vira? Silahkan duduk!" titah Dokter Sandi.

"A-ada apa ya, dok?" tanya Vira dengan tatapan cemas.

"Jadi begini Vira, mengenai operasi Ibu Ningrum saya sudah menjadwalkan kapan operasi itu akan dilakukan," jawab Dokter Sandi.

"Jadi kapan itu, dok?"

"Operasinya paling lambat akan dilaksanakan satu minggu lagi," jawab dokter itu lagi.

"Satu Minggu lagi?" tanya Vira tercengang.

Tujuh hari lagi? Namun, Vira masih belum mendapatkan uangnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

"Jadi sebaiknya anda segera melunasi biaya administrasinya agar pasien bisa secepatnya menjalani operasi transplantasi jantung, karena semakin cepat dilakukan maka akan semakin baik," ucap Dokter Sandi lagi.

"Begini dok, sebenarnya saya belum memiliki uang untuk membayar biaya operasinya. Jadi apa tidak bisa saya membayarnya setelah ibu saya selesai dioperasi?" tanya Vira.

"Maaf Mbak Vira, itu tidak bisa. Prosedur rumah sakit ini memang sudah seperti itu dan untuk hal itu bukan menjadi kewenangan saya, kewajiban saya hanya mengobati pasien di rumah sakit ini, Mbak." sahut Dokter Sandi.

"Baiklah dok, sebisa mungkin saya akan mencari uangnya dan segera melunasi biaya administrasinya," ucap Vira terdengar putus asa.

"Baik, sekali lagi saya minta maaf karena saya tidak bisa membantu dalam hal itu."

"Iya tidak apa-apa, dokter."

"Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Vira, kemudian segera pergi dari ruangan tersebut.

"Dimana aku harus mencari uang sebanyak itu dalam waktu dekat?" Vira bertanya didalam hatinya.

"Apa aku harus meminta bantuannya?" gumam Vira.

"Iya, aku tidak punya pilihan lain. Aku akan meminta bantuannya saja," Vira merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi Andi yang merupakan kekasihnya itu.

Namun, Vira tidak mendapatkan jawaban. Kekasihnya itu tidak menjawab panggilan dari Vira meskipun ia sudah mencoba meneleponnya berulang kali.

"Kemana dia?" tanya Vira bergumam. Akhirnya Vira memutuskan untuk pergi ke apartemen milik kekasihnya saja.

Sebelum pergi menemui Andi, Vira kembali masuk ke dalam ruang perawatan ibunya untuk melihat kondisinya.

"Apa ibu masih belum sadar juga?" tanya Vira pada Panji.

Panji hanya menggelengkan kepalanya dengan putus asa.

"Belum Kak. Kenapa ibu belum juga sadar? Aku takut terjadi apa-apa pada ibu, kak." ucap Panji terlihat gelisah.

"Panji, sabar ya! Kakak yakin ibu akan baik-baik saja. Sebaiknya kita banyak berdoa saja untuk kesembuhan ibu," ucap Vira.

"Oh iya kak, tadi apa kata dokter?" tanya Panji.

"Ah, itu..." ucap Vira terdengar ragu. Namun, dia tidak bisa menyembunyikannya dari Panji.

"Kata dokter... Kakak harus secepatnya melunasi biaya administrasi supaya ibu bisa segera dioperasi, Jawab Vira.

"Terus?"

"Ya, mau tidak mau kakak harus segera mendapatkan uang itu bagaimana pun caranya, dek." jawab Vira.

"Tapi kemana kakak akan mencari uang sebanyak itu?" tanya Panji lagi.

"Kakak akan coba untuk menemui Kak Andi."

"Kakak serius?" tanya Panji, dan Vira pun mengangguk.

"Tapi kak..." Bahkan Panji sendiri merasa ragu dengan keputusan yang ambil oleh kakaknya itu.

"Tidak apa-apa dek, kakak bukan meminta uang kepadanya tapi kakak hanya ingin meminjamnya saja."

"Tapi tetap saja Kak, kakak baru beberapa bulan menjalin hubungan dengannya, aku takut kalau keluarga Kak Andi akan memandang rendah keluarga kita," ucap Panji.

"Tidak apa dek, bahkan kakak rela kehilangan harga diri kakak demi kesembuhan ibu," ucap Vira.

"Baiklah, jika itu keputusan kakak, aku hanya bisa mendukungnya. Hati-hati di jalan ya, kak!" ujar Panji.

"Iya, dek."

Vira sedang dalam perjalanan menuju apartemen Andi. Didalam perjalanan Vira kembali mencoba menghubungi kekasihnya itu namun masih tetap tidak mendapatkan jawaban.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi!" Hanya suara operator yang terdengar.

"Kemana kamu, Ndi?" gumam Vira. Tumben-tumbenan Andi sulit sekali dihubungi.

"Makasih ya, pak." ucap Vira setelah ia turun dari taxi. Ia pun kemudian segera berjalan menuju unit apartemen milik kekasihnya itu.

Vira kini sudah berdiri tepat didepan pintu apartemen Andi. Vira menarik nafasnya dalam-dalam, dia mengangkat tangannya hendak menekan bel pintu. Namun, tanpa sengaja Vira melihat pintu itu sudah terbuka sedikit.

"Loh, kok nggak dikunci? Tumben," gumam Vira.

Kemudian Vira meraih gagang pintu itu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam.

"Andi?" ucap Vira sambil membuka pintu tersebut dan berjalan masuk ke dalam.

Tidak ada jawaban, Vira meneruskan langkahnya memasuki apartemen milik Andi.

"Andi kemana ya? Apa dia tidak ada?" gumam Vira bertanya pada dirinya sendiri.

Karena merasa tidak ada orang, Vira memutuskan untuk kembali saja. Namun saat ia berbalik, tiba-tiba ia mendengar suara bising yang terdengar aneh di telinga Vira. Suara itu berasal dari sebuah ruangan yang berada tidak jauh dari tempat Vira berdiri.

Vira menghentikan pergerakannya kemudian ia berjalan mendekat ke arah pintu ruangan itu dengan perasaan yang berdebar-debar. Detak jantungnya bertalu-talu saat ia mendengar suara tersebut semakin menusuk indera pendengaran Vira.

Tubuh Vira bergetar, kedua tangannya bergetar saat meraih gagang pintu ruangan itu.

Ceklek!

Dengan sangat amat pelan, Vira berhasil membuka pintu itu. Vira menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum kemudian ia mengintip dari celah pintu tersebut.

"Andi?" gumam Vira dengan suara bergetar.

Vira membekap mulutnya . Vira tercengang, matanya membulat sempurna. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Vira benar-benar syok saat ia mendapati Andi, kekasihnya itu sedang bergumul dengan begitu panas tanpa sehelai benang pun di atas ranjang bersama dengan seorang wanita.

--

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 39 Wanita itu Bukan Ibuku!

    Pria paruh baya itu melangkah mantap ke tengah ruangan, sorot matanya tajam menyapu setiap sudut hingga membuat suasana terasa kian menegangkan. Para pegawai sontak terdiam, tak ada yang berani bersuara. Vira yang berdiri paling ujung hanya bisa menatap penuh tanya, siapa sebenarnya orang ini hingga semua orang begitu menghormatinya?Vira menelan ludah, ia tak tahan lagi untuk berbisik pada Ana, "Siapa dia, Na?"Ana meliriknya sekilas, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Vira. "Itu… Ayahnya Pak Nathan, namanya Pak Bramantyo!"Dengan suara berat namun penuh wibawa, pria paruh baya itu akhirnya membuka mulutnya, "Apa Nathan ada di ruangannya?" tanyanya. Ana yang berdiri di samping Vira buru-buru menyikut pelan lengannya, memberi isyarat agar ia segera maju. Bagaimanapun juga, Vira adalah asisten pribadi Nathan jadi sudah sepatutnya dialah yang harus berurusan langsung dengan pria penting itu.Mau tak mau, Vira melangkah mendekat, menundukkan sedikit tubuhnya sebagai bentuk hormat. "S

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 38 Tumpukan Berkas di Meja CEO

    Makan malam akhirnya usai, menyisakan meja yang dipenuhi piring dan gelas kotor. Namun, alih-alih beranjak, Nathan masih bersandar santai di kursinya, matanya tak lepas dari sosok Vira di seberangnya. "Vira," suaranya dalam, membuat wanita itu menoleh dengan bingung. "Ada sesuatu di sudut bibirmu!" ucap Nathan sambil menunjuk dengan telunjuknya. Refleks Vira menyeka dengan punggung tangannya. "Sudah belum?" tanyanya polos.Nathan menggeleng, sudut bibirnya terangkat tipis. "Bukan di situ… di sebelah kanan!"Dengan kikuk, Vira mencoba lagi, menggunakan ujung jarinya. "Sekarang?" tanyanya, semakin salah arah.Nathan mendesah pendek, matanya menyipit antara kesal dan geli. "Bukan di situ. Kau justru membuatnya semakin berantakan!" Wajah Vira memanas, ia kembali menyeka dengan buru-buru. "Dimana sebenarnya? Ini tidak ada kok!" ucapnya sedikit jengkel.Nathan hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya bangkit dari kursinya. "Sudahlah…" gumamnya pelan.Tanpa banyak kata, ia melangkah

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 37 Tugasmu Menghangatkan Ranjangku!

    Nathan menarik napas dalam, membiarkan jarak di antara mereka terasa lebih intim. Matanya menatap Vira, seolah ingin menembus setiap perasaan yang tersembunyi di balik tatapannya.Vira masih meringkuk di sudut sofa, jantungnya berdegup kencang, campuran rasa gugup dan hangat yang tiba-tiba membanjiri dadanya. Ia tak tahu harus berbuat apa, hanya bisa menatap Nathan dengan mata yang sedikit membelalak.Vira menunduk, bibirnya bergetar sedikit. "Nathan…" ucapnya dengan suara lirih, nyaris tersedak. "A-apa… kau tidak lapar?" Lanjutnya terbata. Nathan tersenyum tipis, matanya berkilat nakal. "Tentu saja aku sangat lapar… sampai aku ingin memakanmu sekarang juga!" jawabnya sambil menyeringai, nada bercandanya berhasil membuat wajah Vira memerah hebat. Vira terdiam sejenak, menelan ludah dan menundukkan wajahnya. Jantungnya berdetak lebih kencang, antara kesal dan malu. "Bu-bukan itu maksudku… hmmpptthh…" ucapnya terbata, wajahnya memerah hebat.Namun sebelum kata-katanya tuntas, Natha

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 36 Aku Menunggumu

    Kini hidangan yang ia olah dengan sepenuh hati, tersusun rapi di atas meja makan. Vira duduk di kursinya, menyendok nasi lalu menambahkan lauk ke piringnya. Perutnya pun mulai keroncongan, membuatnya benar-benar ingin segera menyuapkan makanan itu ke mulutnya. Namun saat sendok nyaris menyentuh mulutnya, sebuah kalimat Nathan kembali terlintas di kepalanya, "Aku tidak suka makan sendirian." Vira terdiam. Tangannya yang memegang sendok refleks terhenti di udara. Pandangannya jatuh pada kursi kosong di seberangnya, kursi yang semestinya terisi oleh Nathan. Seketika rasa lapar itu sirna, digantikan dengan perasaan hampa. Entah mengapa, ia merasa tidak tega menghabiskan makanan itu sendirian. Seolah Nathan benar-benar hadir di antara ingatannya, menahannya untuk tidak menikmati makan malam itu tanpa dirinya. Dengan helaan napas panjang, Vira meletakkan kembali sendoknya di atas piringnya. Ia hanya duduk memandangi meja, membiarkan makanan tetap utuh, sembari berharap pintu apartemen i

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 35 Milikku, Hanya Milikku

    Keheningan di antara mereka tak berlangsung lama. Nathan menarik napas dalam, seolah tengah menimbang sesuatu yang berat. Dia tidak mengerti kenapa dirinya harus semarah itu. Namun jujur saja, Nathan merasa tidak terima jika ada pria lain yang menyentuh Vira.Tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan gejolak yang mendesak keluar."Sekarang aku ingin kau... memberikan identitas orang itu padaku!" ucapnya penuh penekanan. "Untuk apa, Pak?" tanya Vira lirih. "Vira! Jangan membantah. Lakukan saja apa yang kukatakan. Sekarang, berikan identitas pria itu padaku!" suara Nathan meninggi, tegas dan penuh tekanan."B-baik, Pak…" ucap Vira terbata. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya. Air matanya masih mengalir, membasahi pipinya saat ia menggulir layar, mencari nama yang paling ingin ia hapus dari hidupnya. Beberapa detik kemudian, data itu terkirim."Aku… sudah mengirimkannya, Pak!" ucapnya pelan, seolah melepaskan beban berat dari dadanya.Nathan segera menunduk pada layar ponselnya.

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 34 Tamparan Harga Diri

    Langkah Nathan dan Vira langsung terhenti. Nathan menoleh perlahan, rahangnya mengeras saat melihat Andi masih berdiri di tempat yang sama. "Kau masih belum tahu diri rupanya," ucap Nathan pelan, namun penuh penekanan. Andi maju selangkah, sorot matanya liar. "Kau tidak bisa membawanya pergi begitu saja!" seru Andi."Aku belum selesai berurusan dengannya!"Nathan mendorong Vira perlahan ke belakang tubuhnya, seolah menjadi tameng. Tatapannya tajam menantang."Kau sudah selesai sejak kau memilih mengkhianatinya!"Andi mendengus."Dia milikku!""Dia bukan milikmu lagi! Sekarang, dia bersamaku. Kau tak punya hak sedikit pun untuk menahannya," ucap Nathan tegas. "Pak, tenang saja. Aku hanya ingin meminjamnya sebentar. Setelah itu, akan ku kembalikan lagi padamu," ucap Andi dengan nada seenaknya."Lagi pula... wanita seperti dia, bukankah kita bisa berbagi?"Deg!Mata Vira membelalak. Berbagi?Apa dia pikir dirinya itu barang? Yang bisa dipinjam dan dikembalikan sesuka hati? Hatinya be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status