“Halo, Tuan,” “Ya, bagaimana?” “Saya sudah mendarat di bandara, Tuan. Helikopter sudah siap terbang menuju Ven …,” “Oke, saya kesana.”Malam itu, William bersama dengan Sonia mempercepat langkah kaki mereka menuju lokasi keberadaan helikopter mereka yang dibawa oleh Komandan Bradley bersama dengan beberapa anggotanya. Setibanya mereka di dekat Helikopter, “Selamat malam, Tuan,” kata Komandan Bradley sambil menundukkan sedikit tubuhnya. “Malam. Ayo berangkat!” kata William dengan tegas. “Baik, Tuan.”William dan Sonia dipersilahkan masuk lebih dulu, lalu disusul oleh Komandan Bradley beserta beberapa anggotanya. Setelahnya, Helikopter pun terbang meninggalkan bandara Washington menuju bandara Venezuela. “Apa kabar, Tuan, hehe …,” sapa Komandan Bradley sambil tertawa kecil, duduk di dalam Helikopter. “Hmm? Baik. Oh iya, kemarin Helikopter ini mengalami masalah apa? Sudah diperbaiki?” tanya William. “Sudah, Tuan. Hanya ada masalah sedikit di baling – baling
“Eh guys, kalau bisa berteman dengan Angel mungkin asyik kali ya?”Pukul sebelas malam, Camille dan kedua temannya sedang tiduran di kamar asrama. Mereka sedang tidak ada kegiatan malam itu dan sedang menikmati pemandangan langit-langit kamar yang mungkin sedang indah pada saat itu. Lalu, “Hah?” Mendengar perkataan Camille, Sherly dan Hanny langsung bangkit dari tempat tidur dan menatap kearah Camille. “Eh, kamu ngga lagi sakit ‘kan, Cam?” tanya Hanny. “Tahu tuh, kenapa tiba-tiba bahas Angel,” sahut Sherly sambil sesekali menatap kearah Hanny. “Hmm …, gimana ya, sepertinya seru sih. Lihat teman-teman Angel yang miskin itu. Sekarang mereka sudah memiliki pakaian bagus dan … yah, mereka sudah memiliki tempat tinggal yang bagus pula, walaupun masih menumpang dengan Angel. Lalu …,” Camille menceritakan tentang Chelsea, Cassey dan Fanny yang secara tidak langsung memiliki kehidupan yang sudah berbeda. Dia iri melihat mereka yang memiliki teman seperti Angel. “Eh, Cam, ka
Pukul setengah dua malam, satu unit mobil Limosin putih berhenti tepat di depan sebuah rumah yang masih bertekstur batu bata dan belum memiliki warna. Rumah yang tak terlalu besar dipenuhi dengan orang – orang. “Eh, lihat! Mobil siapa tuh!?” “Eh iya, siapa ya?”Perkumpulan pria paruh baya terlihat berbisik melihat satu unit mobil yang baru saja tiba itu. “Ini rumah kamu, Chel?” tanya Angel sambil melihat kearah luar mobil. “Hehe, iya. Maaf ya, rumahku ngga sebagus rumahmu, Ngel, hehe …,” sahut Chelsea sambil tertawa tipis. “Husshh! Apasih, Chel!” bentak Fanny dengan sedikit berbisik pada Chelsea. “Hahaha, becanda. Ayo masuk!”Perlahan, Chelsea membuka pintu mobil dan diikuti dengan Angel dan yang lain. Lalu, mereka pun berjalan masuk ke dalam rumah bersama – sama. “Chelsea!?” “Chelsea!? Eh!?”Semua orang yang ada disana terkejut setengah mati melihat orang yang baru saja keluar dari mobil mewah itu ternyata adalah Chelsea. Ditambah dengan William, Joe dan Da
“Eh, kalian tahu tempat makan yang enak, ngga?” “Ah, saya tahu, Ngel. Ada sebuah restoran yang cukup enak, tapi agak sedikit jauh dari sini,” “Hmm? Ya tidak masalah, berarti kita kembali dulu ke rumah Chels … eh, Chelsea!?”Ditengah perjalanan menuju rumah Chelsea setelah berpamitan dengan Ayahnya Chelsea, tiba – tiba saja terlihat kalau Chelsea sedang duduk sendirian di sebuah pondok kayu kecil di tepi jalan. “Kalian lama sekali!” kesal Chelsea. “Eh, kamu kenapa malah disini! Pantas saja dari tadi kamu tidak kelihatan,” kata Fanny. “Tahu nih! Kamu sedang apa disini coba?” tanya Angel. “Ck! Sudah lah, ayo kita kembali.”Sepertinya ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Chelsea dan dia memilih untuk tidak menceritakannya. Dia langsung berdiri dan berjalan lebih dulu. Tap … tap … tap … “Eh, tunggu dulu!” Angel masih penasaran dengan apa yang sedang terjadi pada Chelsea. Dia berlari menyusul Chelsea dan langsung merangkulnya. Seketika, Chelsea menghentikan l
“Huahhh ….”Setelah keributan selesai, Angel dan teman – temannya kembali ke rumah Chelsea dan langsung menuju mobil dan pergi ke restoran untuk mencari makanan. “Wah, mataku perih sekali nih! Malam hari sampai sekarang, aku belum ada tidur,” lanjut Angel sambil menguap dan mengusap – usap sedikit kedua matanya. “Hah? Belum ada tidur? Perasaan, saat didalam pesawat sebelum tiba di bandara, penumpang yang tidurnya paling terlelap itu kamu deh, Ngel?!” sahut Cassey, duduk di kursi paling belakang mobil tepat disamping samping Angel. “Hahaha, iya, penumpang yang tidur dengan suara dengkuran paling keras lebih tepatnya, Cass, hahaha,” kata Fanny dari arah depan. “Hahhh! Itu ngga perlu dibahas kali! Ya namanya juga tidur dalam kondisi lelah, wajar sih. Lagi pula, setelah tiba di bandara sampai sekarang aku belum ada tidur. Kalian sih enak bisa tidur di rumah Chelsea, aku ngga! Suhu di rumah Chelsea terasa dingin banget soalnya,” “Wahh, maaf ya, Ngel, di rumahku ngga ada pe
“Nah, itu restorannya. Kita tinggal belok saja.” “Oke!”Pukul setengah Sembilan pagi, Angel dan teman – temannya tiba di sebuah restoran sesuai dengan arahan Lyodra. Mereka pun keluar dari mobil satu – persatu dan masuk ke dalam restoran. Davin dan Samuel menyusul, karena mereka berdua harus memarkirkan mobil limosin itu terlebih dahulu. Sesampainya di dalam, “Hmm, restoran ini boleh juga,” kata Angel sambil menatap ke sekeliling ruang restoran. “Ah, benar, Ngel. Ini merupakan salah satu restoran yang sering saya kunjungi bersama dengan keluarga saya dulu. Restoran ini sudah buka selama dua puluh tahun lebih dan makanan disini sangat lezat sekali. Penampilan restoran yang sangat elegan dan sangat kekinian, terkesan seperti berada di dalam restoran yang ada di hotel berbintang dan …,” jelas Lyodra. “Ssstt! Kamu tidak perlu menjelaskannya terlalu mendalam, Lyodra. Dia memiliki restoran yang lebih – lebih mewah dari pada ini. Dia berkata seperti itu, itu tandanya restoran
“Ma – maaf, Tuan, bu – bukannya kami tidak ingin melakukannya, ta – tapi mereka baru saja duduk dan menikmati makanan. Mo – mohon berikan waktu sebentar lagi, Tuan,” “Heh! Kamu ngga bisa dibilangi ya! Sekarang, usir mereka! Kalau kamu membantah lagi, saya akan meminta Papa untuk memecat kalian semua!!!” “Hey, apa – apaan kamu! Enak saja, aku yang akan makan disana! Hey, kamu! Kalian semua! Usir mereka sekarang dan juga nih, usir si gendut ini!!!” “Eh, kamu yang pergi! Dasar je …,” “Maaf, Tuan – Tuan dan Nona – Nona sekalian. Maaf mengganggu perdebatan seru nya ….”Ditengah perdebatan yang tak kunjung usai itu, Davin pun tiba bersama dengan Angel disampingnya. Seketika, perdebatan itu pun selesai dengan seluruh mata mereka menatap kearah Davin dan Angel. “Siapa kamu! Berani sekali kamu memotong pembicaraan kami!” bentak seorang pria yang sejak dari tadi meminta seluruh pelayan restoran untuk mengusir Angel dan teman – temannya. “Maaf kalau saya lancang sudah mengga
“Sialan, berani – beraninya dia menantangku seperti itu! Memangnya siapa dia!?”Pria itu keluar dari restoran dengan perasaan marah. Wajahnya terlihat sangat merah dengan kedua tangan yang masih mengepal keras. “Hey, Queen! Kamu kenapa diam saja!? Memangnya kamu terima dipermalukan seperti itu di restoranmu sendiri, hah!?” bentak pria itu bertanya pada seorang wanita bernama Queen.Queen Valencia Roberto Christoper adalah seorang wanita cantik berkulit putih, memiliki rambut hitam lurus hingga menyentuh punggung dengan sentuhan hijau pudar di akhiran rambut, bertubuh tinggi langsing serta memiliki mata berwarna biru. Queen adalah putri pertama dari pasangan pengusaha kaya dan juga Kakak dari si Pria itu. Pria itu bernama King Maximus Roberto Chrishtoper. Seorang Pria muda yang tak terlalu tampan. Dia memiliki tubuh gemuk yang bertolak belakang dengan Queen. “Gila! Hey, aku juga masih punya harga diri tahu!” jawab Queen. “Trus, kenapa kamu diam saja saat si brengsek itu menan