Share

Jadi Kebanggaan

"Ingat! Kau harus menemui Adrian Dinata. Dia yang bertanggung jawab atas semua ini … ini rencananya … dia yang Bertanggung jawab atas dirimu dan semua ini … bertanggung jawab atas dirimu dan semua ini.”

Kata-kata terakhir Danu terngiang-ngiang di telinga, hingga menarik Lita untuk kembali menghadapi kenyataan.

Lita bangun dengan napas yang tersengal, berusaha mencerna mimpi yang menariknya untuk segera bangun dari tidurnya.

Begitu ia melihat ke sekeliling kamar, hingga matanya kembali tertuju pada ceceran darah yang memanjang di depan pintu. Butiran air mata kembali meluncur membasahi pipinya.

“Bang ...,” ucapnya disela-sela tangisan. Namun, tangisannya tiba-tiba terhenti begitu mengingat nama yang Danu sebutkan tadi malam, sekaligus nama yang membangunkannya dari mimpi.

"Adrian Dinata?! Siapa dia? Apa dia Bos dari orang-orang yang semalam menyerang abang? Semalam Abang bilang, dia yang bertanggung jawab atas semua ini. Apa itu berarti dia lah yang ingin membunuh Abang?” Lita mencoba menebak.

“Semalam Abang juga bilang, kalau aku sudah menikah, tapi dengan siapa aku menikah? Dan seperti apa rupa suamiku?” Ribuan pertanyaan mengisi pikiran Lita tanpa ada jawabannya satu pun. Hingga akhirnya ia beranjak dari duduknya untuk membersihkan diri.

Lita melewati hari ini penuh tangisan, mengingat dia benar-benar belum siap kehilangan kakak yang selalu bersamanya. Terlebih, saat ia membuat laporan di kantor polisi dan menceritakan kejadian penganiayaan yang dialami Danu.

Saat ini, Lita sedang tidur di kamar Danu, setelah kepulangan polisi yang datang ke apartemen untuk keperluan penyelidikan dan olah TKP.

           *****

Lita masih tidak percaya jika ia sudah kehilangan Danu, dan kata ‘Abang jangan pergi’ selalu menghiasi tidurnya tiap malam. Walaupun sudah tiga bulan berlalu semenjak kejadian nahas itu, Lita masih merasa kejadian itu baru beberapa jam yang lalu.

Belum hilang kesedihan atas kehilangan Danu, tepat satu Minggu yang lalu pihak kepolisian mengatakan dan menduga jika Lita sengaja membuat laporan palsu. Pasalnya, tidak ada bukti yang menunjukkan ada orang asing masuk saat jam kejadian. Rekaman CCTV pun tidak menunjukan adanya kedatangan Danu maupun ketiga pria penganiaya Danu. Walaupun polisi tidak menyangkal bahwa keberadaan mobil Danu satu jam sebelum  kejadian tidak terparkir, lalu setengah jam setelah kejadian mobil Danu sudah terparkir rapi. Namun, mereka mengabaikan fakta tersebut.

Yang paling membuat Lita tak habis pikir, ketika polisi mengatakan bahwa bercak darah yang ada di kamarnya adalah darah hewan yang sengaja ia bunuh untuk mengelabuhi petugas. Pintu yang rusak karena didobrak pun menurut polisi Lita lah yang melakukannya.

Laporan yang ia buat di kantor polisi dan ia anggap sebagai senjata untuk menemukan Danu, malah menjadi bumerang untuk dirinya. Bahkan, polisi sempat menyuruh Lita agar melakukan tes kejiwaan untuk mengetahui kondisi mentalnya. Sejak saat itu ia sadar, membuat laporan pada polisi adalah satu kesalahan. Sejak saat itu pula Lita bertekad untuk membalas dendam dengan caranya sendiri.

Beberapa minggu setelah Danu mengatakan Lita telah menikah, ia memeriksakan dirinya untuk mengetahui keperawanannya. Walaupun sejak awal ia merasa tidak ada yang sakit di bagian mana pun. Tetapi, tetap saja ia merasa khawatir mereka 'melakukan' saat tertidur. "Syukurlah ... dia tidak 'melakukannya'." Lita bernafas lega setelah mengetahui tidak ada selaput organ intimnya sobek.

Saat ini, Lita sedang membereskan kamar Danu yang sekarang menjadi kamarnya. Lita juga sudah lama menggunakan ATM milik Danu untuk keperluan hidupnya. Jika dulu Danu selalu memberinya berupa uang tunai, sekarang Lita sendiri yang mengendalikan keuangannya.

Lita juga sempat merasa heran dengan adanya pemasukan sebanyak lima puluh juta ke rekening Danu sebanyak dua kali, dan itu terjadi setelah satu bulan kepergian Danu, yang berati sudah total seratus juta lebih uang yang ada di ATM Danu. Tapi Lita pikir mungkin itu dana kompensasi yang diberikan perusahaan Danu, walaupun ia sendiri tidak tahu apa pekerjaan Danu jika dana kompensasinya saja sebesar itu.

Sedangkan sosok suami yang Danu katakan, tidak pernah muncul sama sekali semenjak kepergian Danu. Entah benar atau tidak jika ia sudah menikah. "Bang aku akan terima pernikahan ini sebagai baktiku padamu. Aku yakin dengan pilihanmu, kau tidak mungkin menikahkan aku dengan orang yang salah."

Air mata kesedihan yang ia pikir sudah kering, kini kembali membanjiri pelupuk matanya ketika Lita menemukan sebuah buku tabungan atas namanya di dalam lemari Danu dengan nominal yang sangat besar.

Jika disatukan jumlah uang yang ada di rekening milik Danu, juga tabungan miliknya yang baru saja ia temukan, sudah amat sangat cukup untuk kebutuhan hidup Lita yang hanya sebatang kara, juga biaya kuliah Lita hingga beberapa tahun ke depan.

“Bang, aku kangen,” tangis Lita sambil memeluk buku tabungan yang baru saja ia temukan.

Dua tahun kemudian …

“Lit! ayo kita foto bareng sambil lempar toga!" ajak Putri, teman kuliah Lita.

"Sory, Put, gue buru-buru mau pulang,” tolak Lita.

“Ck … bentar doang. Ini ‘kan hari terakhir kita ke kampus. Besok-besok kita pasti bakalan sibuk sama karier masing-masing.” Putri langsung menarik Lita untuk berfoto.

“tahu, nih. Lita sombong banget, gak mau foto bareng kita-kita.” Timpal Tia yang juga teman sekelas Lita dan langsung disambut dengan sorakan dari dua teman Lita yang lainnya, Mira dan Desi.

“Ok, ok. Kita foto bareng sekarang. Mau foto gaya apa pun, gue jabanin. Demi kalian, apa sih, yang gak,” ujar Lita menunjukkan semangatnya.

Kelima gadis itu pun berdiri menghadap kamera dengan berbagai gaya resmi maupun gaya konyol mereka masing-masing.

“Yeay …!” teriak mereka bersamaan digaya terakhir foto.

Lita langsung bergegas pergi menuju mobilnya di parkiran kampus. Ralat! Lebih tepatnya mobil Danu yang sekarang menjadi miliknya. Lita juga terburu-buru karena tidak mau terbawa perasaan melihat keluarga teman-temannya ikut menghadiri acara wisuda sebagai bentuk dukungan untuk orang yang mereka sayangi. Sedangkan dirinya hanya datang sendiri.

Begitu tiba di apartemen, Lita langsung masuk ke kamarnya yang merupakan bekas kamar Danu untuk memberitahukan kelulusan kepada Danu melalui sebuah foto yang terbingkai cantik berwarna silver.

“Bang, lihat! Aku berhasil lulus dengan nilai memuaskan. Abang pasti bangga, kan? Sama, aku juga bangga jadi adik Abang.” Lita terus mengoceh dengan foto yang tidak akan mungkin membalas perkataannya satu pun, karena memang itu sudah menjadi kegiatan wajibnya sejak dua tahun terakhir.

“Bang, setelah ini aku akan membalas perbuatan Adrian Dinata juga orang-orang yang dulu menyiksa Abang. Ini adalah salah satu caraku berbakti sama Abang. Setelah itu, baru aku akan mencari suami yang Abang bilang sudah menikahiku. Meskipun aku tidak tahu, seperti apa sosoknya, tapi aku akan tetap berusaha sebisaku untuk menemukannya. Aku sayang Abang.” Lita mencium foto Danu kemudian menaruh kembali di tempatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status