Share

Pendekar Cincin Giok
Pendekar Cincin Giok
Penulis: DRIANS

anak sampah

***

Disebuah desa terpencil bernama desa Uruk yang terletak dihutan belantara kerajan Alrnat. Hiduplah para orang orang tangguh. Mereka terkenal dengan pengendalian energi yang bernama Quantum. Tidak hanya itu saja para manusia yang tinggal didesa Uruk juga terkenal dengan ilmu bela dirinya.

Desa itu memiliki kebiasaan tertentu. Setiap anak berusia empat belas tahun diwajibkan untuk melakukan tes pengukuran energi dalam. Barang siapa yang memiliki energi dalam ditubuhnya, dia memiliki hak untuk berlatih bela diri dipedepokan Uruk.

Hembusan angin menerpa pepohonan besar menjulang tinggi hampir mendekati awan. Dibawah pohon itu berderet barisan anak anak berusia 14 tahun yang sedang berlatih ilmu beladiri.

"Jika kalian kelelahan silahkan kemasi barang barang kalian dan pulang kerumah. Tempat ini bukan taman kanak kanak yang bisa menghiburmu Long Cai."

Semua orang ditempat itu tertawa, sedangkan Long Cai malu, wajahnya merah padam.

"Siap guru, aku tidak kelelahan sama sekali," ucap Long Cai.

Disisi lain ada sosok anak berusia 14 tahun berjalan pulang sambil membawa tiga keping koin perak beserta sebungkus nasi dan lauk pauk.

"Syukurlah paman paman tadi baik hati dengan ku," ucap anak itu.

Nasibnya tak seberuntung anak anak lainnya yang diberkati para dewa. Wajahnya penuh keringat dan debu debu, pakain compang camping lengkap sudah keaadaan yang memperihatinkan itu.

Anak itu baru saja pulang dari pekerjaan kuli bangunan.

Namun walaupun keaadaannya cukup memperihatinkan untuk anak sesusianya. Dia tetap memancarkan senyuman bahagia, seolah olah keringat dan debu debu dipakaiannya itu tidak menapakan kelelahannya.

Ditengah tengah perjalanan untuk pulang, anak bernama Lixuan itu melihat sesuatu. Apa lagi kalau bukan teman teman sebayanya yang sedang berlatih beladiri.

Dia pun segera bersembunyi disemak semak belukar yang ada didepannya. "Baiklah mari kita lihat dan pelajari dirumah," gumanya.

Anak itu begitu fokus menatap kedepan. Tanpa sadar tangannya melakukan pergerakan yang sama seperti teman sebaya yang dilihatnya.

Namun tak berselang lama kemudian anak anak itu berhamburan satu persatu. Mungkin saja mereka sudah kelelahan.

'Kenapa mereka sudah selesai?' Batin Lixuan.

Dia ingin belajar lagi, tapi apalah daya. Dia bukan tetua desa yang bisa memerintah seenaknya. Lixuan pun keluar dari semak belukar itu. Namun ketika dia baru saja menampakan wujudnya, sekelompok geng anak anak yang berlatih barusan menemukan keberadaannya.

"Ah ternyata ada sampah disini. Mengintip lalu mencuri ilmu pedepokan sungguh tak termaafkan sekali tindakan mu itu, apakah urat malumu sudah terputus karena tak memiliki energi Quantum?" Semua orang tertawa, Long Cai mendekati Lixuan, "Rasakanlah pukulanku ini untuk menebus kesalahanmu."

Pukulan melesat mengenai pipi Lixuan. Pukulan itu membuat tubuh dan makanan yang dibawanya jatuh berhamburan. Dalam sekejap mata tempat itu menjadi hura hura tak terkendali, Lixuan terus dipukuli sampai babak belur. Tidak ada satupun yang menolongnya semua orang disana menutup mata atas kejadian tersebut.

"Hentikan! makanan itu untuk ibuku." Dia tak peduli dengan pukulan yang terus menghujani tubunya. Makanan yang seharusnya dapat menyenangkan ibunya itu dinjak tanpa ada keraguan.

"Hentikan? Jangan konyol seperti itu manusia menjijikkan."

Namun ketika anak anak itu terus menerus melakukan tindakan tidak pantas. Sosok wanita muda seumuran dengan mereka berteriak. "Berhentilah kalian, kekuatan yang kalian miliki tidak untuk mendinas orang yang lemah. Kalian semua bertarung lah dengan ku yang kuat ini."

Anak anak itu berhenti seketika. Suara tak asing itu membuat Lixuan bisa bernafas lega. Makanan yang hampir saja tak layak dimakan itu bisa terselamatkan.

Gaguan yang tidak diharapkan itu membuat anak anak itu mendecakkan lidah.

"Ayo semua kita pergi dari sini," semua orang meninggal kedua orang itu.

Beginilah keseharian yang dialami oleh Lixuan, ketidak adilan itu disebabkan hanya karena satu kekurangan saja. Mereka begitu keji dan tak berperasaan sama sekali.

Anak perempuan berambut perak yang tidak lain adalah sahabat dekat Lixuan itu pun berjalan kearahnya.

"Terimakasih Sasa. Seandainya saja kau tidak datang entah akan bagaimana nasibku selanjutnya. Mungkin aku akan babak belur lagi." Lixuan tersenyum, itu adalah senyum penuh kepalsuan yang sering dia perlihatkan.

"Bukan masalah. Lixuan seharusnya kau tak perlu repot-repot datang kesini. Jika kau ingin belajar ilmu beladiri, aku sahabat mu ini bisa menjadi gurumu tahu."

"Tapi bukankah itu akan menyulitkan mu nanti?"

"Tidak jika kita merahasiakannya."

Sambil berbincang bincang kedua orang itu memunggut makanan yang diinjak injak tadi. Namun ketika mereka sedang asik mengobrol dua orang ibu ibu berbisik didepan mereka.

"Hey lihat lah anak yang tak bisa mengeluarkan energi Quantum itu. Bukankah dia pantas disebut sampah seperti makanan yang dipungutnya." Dua wanita dewasa yang sedang berjalan itu tak membantu Lixuan sedikitpun. Mereka menertawakan anak itu.

Apakah memang pantas mereka melakukan itu karena Lixuan tak bisa mengeluarkan energi Quantum?

Hanya itu saja kekurangannya, tapi entah mengapa semua orang didesa Uruk menganggap Lixuan adalah seorang serangga.

Bisikan bisikan penghinaan itu membuat darah Lixuan mendidih, tangannya mengepal dengan sangat erat. "Lihat saja aku akan menjadi kuat tanpa tenaga dalam konyol itu." Kedua orang itu sudah selesai memungut makanan itu.

"Lixuan aku pulang dulu." Lixaun mengangguk, dia tak ingin mencegah wanita itu untuk meninggalkan dirinya lagian hari sudah hampir petang.

Setelah mendapatkan persetujuan dari Lixuan melalui anggukkan barusan. Wanita itu pun meninggal Lixuan . Tempat itu menjadi sunyi.

***

"Ibu aku pulang." Lixuan membuka pintu kayu yang hampir roboh. Rumah itu memang buruk tapi itu adalah tempat ternyaman bagi dirinya.

Uhk..uhuk... Suara batuk bergema dari dalam sana, segera dia bergegas menuju ketempat sumber suara itu.

Didalam bangunan itu tidak terawat sama sekali penuh dengan jaring laba laba diatas atap. Lixuan memasuki kamar milik ibunya, wanita itu keriput tak bertenaga. Dia hanya terbaring lemas disana.

Disamping ibunya yang terbujur kaku itu duduk sosok wanita paruh baya, dia adalah tetangga baik hati yang selalu menolongnya. Ketika melihat kehadiran Lixuan, wanita itu meletakkan piring tak berisikan apapun didekat ibu Lixuan.

"Selamat datang Lixuan," ucap bibi itu.

Lixuan pun duduk disamping wanita paruh baya itu, dia merapikan piring yang tergeletak ditanah. Lalu setelah selesai melakukan itu dia mencium ibunya.

"Bibi maaf karena selalu merepotkan mu," ucap Lixuan.

"Bukan masalah. Lixuan bibi ada urusan kau rawat ibumu dengan baik ya."

"Ya tentu saja."

Wanita paruh baya itupun meninggalkan rumah itu, namun ketika beberapa detik meninggalkan ruangan itu, dia berteriak dengan sangat keras.

Kyhh... Debug...

Tiba tiba saja warna merah mengalir membuat lantai coklat itu berubah. Melihat itu Lixuan segera berdiri, dia melentangkan tangan untuk melindungi ibunya dari sesuatu.

"Maaf mengganggu kesenangan kalian." suara berat dari seorang peria terdengar.

Dihadapannya monster mengerikan berjalan perlahan, mata hitamnya mentap Lixuan dengan hasrat membunuh. Air liur itu seperti manusia yang haus akan daging panggang.

Monster mengerikan berbentuk harimau putih seukuran beruang raksasa. Ya itu benar benar mengerikan, terlebih lagi untuk Lixuan yang tak bisa apa apa.

"kenapa monster mengerikan ini ada di rumahku."

Ketidak percayaan akan mahluk didepannya membuat Lixuan berdiri kaku. Bulu kuduknya berdiri memberitahu tentang situasinya saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status