Wuuut...! Pedang itu kenai tempat kosong karena Delima Gusti menghindar dengan lompatan ke samping.
Weess...! Dan ternyata dengan sentakan tangan yang terjulur bergerak ke belakang, pedang bergagang hitam itu bisa kembali mundur dengan cepat.
Wuuut!
Taab...! Dalam sekejap pedang itu sudah kembali ke tangan pemiliknya. Jurus itu belum pernah dilihat oleh Baraka. Tangan perempuan berpakaian hitam itu seperti mempunyai daya sedot yang mampu membuat pedangnya yang sudah melayang lurus menjadi kembali ke tempat semula. Tentu saja hal itu bisa dilakukan karena tenaga dalam yang tinggi dan sangat terkendali.
"Bahaya sekali jurus pedangnya itu," gumam Baraka masih belum mau bertindak.
Tetapi di lain sisi, Delima Gusti pun lakukan jurus yang memukau, ia tak mau mundur setapak pun ketika lawannya maju menyerang. Pedangnya berkelebat cepat membuat tangkisan-tangkisan sambil mencuri kesempatan untuk merobek perut atau dada lawannya. Bahkan dalam satu keeempata
BARAKA terpaksa menemani Delima Gusti dalam perjalanan ke Lembah Sunyi, untuk menemui Resi Wulung Gading. Hal itu dilakukan Baraka demi memperoleh keterangan sejelas-jelasnya dari Delima Gusti tentang kebenaran kata-katanya itu. Sebab, hati Pendekar Kera Sakti kini diliputi kecemasan yang tersembunyi. Jika benar Pedang Kayu Petir akan dijadikan maskawin bagi Raja Tumbal untuk melamar Delima Gusti, itu berarti Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal. Semakin sulit menumbangkan orang yang telah memiliki pusaka Seruling Malaikat itu."Kabarnya memang begitu, Gandar Saka sudah berusia banyak, tapi ia masih awet muda karena memang mempunyai ilmu awet muda. Ia seperti lelaki berusia tiga puluhan," tutur Delima Gusti."Kau pernah bertemu dengannya?""Pernah, yaitu ketika ia selamatkan ayahku dari ancaman orang-orang Pulau Dadap. Waktu itu kami masih bermusuhan dengan Pulau Dadap. Setelah itu aku tak pernah bertemu lagi, karena aku jarang ada di kadipaten. Bel
Mereka tiba di padepokan sang Resi ketika matahari mulai bergeser ke barat. Cahayanya masih terang benderang. Kedatangan mereka disambut oleh dua murid sang Resi yang luput dari pembantaian Dampu Sabang. Kedua orang itu adalah Dul dan Sukat."Guru tidak ada di tempat," kata Sukat"Ke mana beliau?""Pergi ke Bukit Kayangan," jawab Dul."Ke Bukit Kayangan!" Baraka berkerut dahi."Ya. Beliau ingin temui seorang tokoh sakti di sana bergelar si Setan Bodong!" kata Sukat tanpa menyadari bahwa yang diajak bicara adalah murid si Setan Bodong. Hal itu membuat Delima Gusti memandangi ke arah Baraka, sebab ia tahu bahwa Baraka adalah murid si Setan Bodong. Tapi karena Baraka berpikir beberapa saat, maka Delima Gusti pun segera ajukan tanya kepada Sukat."Kapan beliau pulang kemari?""Menurut hitungan, hari ini Guru pulang. Mungkin sedikit sore baru tiba.""Kalau begitu begini saja," kata Baraka kepada Delima Gusti. "Kau tunggu sang Resi d
Pendekar Kera Sakti hanya meraba kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh para tokoh tua. Diam-diam dia mempunyai kecemasan walau kecil sekali. Kecemasan itu berupa bayangan kesaktian Raja Tumbal jika pedang maha sakti itu tak jadi diberikan kepada orangtua Delima Gusti. Menurut Baraka, kesaktian Raja Tumbal akan semakin berlipat ganda; punya pedang maha sakti dan Seruling Malaikat.Siapa orangnya yang bisa mengalahkan dua pusaka dalam satu tangan itu"Baraka sempatkan diri berhenti sejenak. Tanpa terasa, perutnya terdengar mengeluarkan suara aneh.“Ah... sudah lapar aku” membatin Baraka, rupanya karena ruwetnya apa yang saat ini dipikirkannya, sampai Baraka lupa mengisi tenaganya. Gagasan yang terlintas adalah singgah di desa Pucangan, karena desa itulah yang terdekat dari tempatnya berhenti."Aku akan mampir ke kedainya Ki Rosowelas dan mengisi perut di sana. Sekalian ingin melihat kabarnya Sundari, anak gadis Ki Ros
Baraka memandang dengan sengaja tak berkedip supaya kelihatan sedang meneropong mata dan membaca pikiran wanita itu. Si wanita mulai tertarik dan mendesak pertanyaan, "Kalau kau memang peramal, sebutkan nama guruku!""Hmmm... gurumu adalah Nini Pancungsari, orang berilmu tinggi yang punya dendam dengan tokoh sakti bernama Raja Hantu Malam!"Angin Betina mulai semakin tertarik dengan gerak mata yang sedikit melebar tanda terperanjat. Padahal semua keterangan itu sudah diperoleh Baraka jauh sebelum ia bertemu dengan Angin Betina."Apa kau tahu siapa pembunuh guruku?""Hmmm... ya, tahu! Tapi berbeda dengan alam pikiranmu.""Jelaskan!""Gurumu bertarung melawan Raja Hantu Malam, bekerja sama dengan Sri Maharatu. Mereka berhasil membunuh Raja Hantu Malam, gurumu mengambil kalung pusaka Raja Hantu Malam, sedangkan Sri Maharatu mengambil pusaka Cambuk Getar Bumi. Tapi Sri Maharatu orang kejam. Gurumu dipakai bahan percobaan kesaktian cambuk itu. Sr
TIDUR bersama bagi Baraka punya dua pengertian; memang benar-benar tidur, atau justru tidak bisa tidur. Jika memang benar-benar tidur, Baraka tidak keberatan. Tapi jika ternyata justru tidak bisa tidur, itu yang repot. Angin Betina dibiarkan tidur di kamar yang dulu pernah disewa oleh Baraka. Ia sendiri tidur di bangku panjang kedai."Asal sekarang ia tidur, aku juga tidur, bukankah itu namanya juga tidur bersama. Cuma beda tempat," pikir Baraka. Ia sudah persiapkan alasan untuk mengelak kekecewaan Angin Betina jika esok mereka sama-sama bangun dari tidurnya.Ternyata ketika Baraka bangun dari tidurnya di pagi hari, kamar tempat bermalam Angin Betina itu sudah kosong. Sundari memberitahukan bahwa Angin Betina sudah pergi meninggalkan tempat ketika ayam berkokok. Baraka sempat tertegun di tempat. Dongkol hatinya karena merasa ditinggalkan."Sial! Dia benar-benar meninggalkan aku!" gerutu Baraka. "Rupanya yang dikehendaki bukan tidur bersama tapi melek bersama. Ah
Baraka sengaja biarkan mereka bermain dan hanya dipandangi dari bawah sebuah pohon berdaun rindang."Angon Luwak...," gumamnya. "Kangen juga aku padanya. Jiwa pendekar ada di dalam darahnya, ia memang butuh seorang guru untuk membimbing darah satrianya. Sayang sekali aku tak punya waktu, sehingga tak bisa ajarkan ilmu silatku kepada Angon Luwak. Aku suka kepada anak itu. Nakalnya adalah nakal sang ksatria yang tidak takut menentang bahaya," kecamuk Baraka dalam hati sambil tersenyum-senyum."Gayanya sudah seperti seorang jago pedang saja," gumam Baraka menertawakan gaya Angon Luwak yang belum punya jurus silat sedikit pun tapi sudah sok berlagak bisa silat. Pedang-pedangannya dimainkan asal tebas sana-sini membuat teman-temannya terpaksa mati walau belum sampai terkena pedang-pedangannya.Teriakan Angon Luwak melengking-lengking sambil lompat sana-sini dan akhirnya jatuh telentang sendiri karena salah satu temannya ada yang menyampar kakinya."Curang kamu
Saladin bangkit, tengok sana-sini, menggerutu pelan, "Uuh... payah! Mereka tinggalkan aku karena tak ada yang mau akui kalau aku pantas jadi pendekar!"Saladin langkahkan kaki tiga tindak, lalu berhenti dan menengok ke arah Baraka."Aku pulang, Kang!""Ya," jawab Baraka dengan masih tertegun bengong, bagai terkesiap melihat Saladin sehat dan segera berlari pulang. Tinggallah Pendekar Kera Sakti sendirian di tegalan itu dalam keadaan dikerumuni keheranan yang tiada tara.Keheranan itu meliputi masalah luka di dada Saladin, juga nyala sinar hijaunya, juga tentang dirinya yang tak bisa bersalto lagi, tak bisa gunakan Gerak Kilat Dewa Kayangan, dan akhirnya Baraka penasaran. Lalu ia coba kembali untuk gunakan Gerak Kilat Dewa Kayangannya, berlari cepat melebihi kilat. Napasnya mulai ditahan didada, kaki pun menyentak pelan di tanah.Deeg...! Wwweesas...!Seet...!Baraka berhenti dan kembali tertegun bengong menyadari bah
"Tidak ada, Kang Pendekar! Ibu saya juga bilang belum lihat dia pulang.""Wah, ke mana anak itu, ya?" gumam Baraka."Coba biar saya yang cari, Kang. Kang Pendekar diam di sini dulu."Sabani sangat menghormati kedatangan Baraka, sehingga tak segan-segan bergerak cepat ke rumah teman-teman adiknya. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan tangan hampa dan napas terengah-engah pertanda habis lari."Tidak ada, Kang! Semua rumah temannya sudah saya sambangi tapi Angon Luwak tidak ada di sana. Malah beberapa temannya bilang, Angon Luwak habis membunuh Saladin! Saya jadi takut, Kang!""Tidak. Angon Luwak tidak sejahat itu. Apakah kau tidak bertemu Saladin?""Bertemu! Lalu saya tanya, 'Apakah kau tadi dibunuh sama Angon Luwak"', dan Saladin bliang; 'tidak'. Lalu saya pikir, benar juga. Kalau dia sudah dibunuh pasti dia tidak bisa menjawab 'tidak'."Baraka tersenyum tipis, tertawa pendek dalam gumam. Lalu ia berkata, "Kalau begitu biar kucari
Trangg, Trangg..! Wuutt! Wuutt! Trangg...! Breett...!Selama perpaduan pedang di udara, percikan bunga api terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan pertarungan itu. Tapi kecepatan gerak pedang keduanya tak bisa dilihat jelas oleh setiap orang. Hanya mereka yang terbiasa melihat kecepatan gerak pedang seperti itu saja yang bisa menyaksikannya, seperti Kusuma Sumi dan Pita Biru.Dalam sekejap mereka sudah berpindah tempat saat kaki mendarat. Tapi keduanya masih tegak berdiri dengan kaki merenggang kokoh. Rlndu Malam menggenggam pedangnya dengan satu tangan, tubuhnya tetap tanpa luka dan cidera apapun. Tapi Dewa Rayu yang juga tanpa luka sedikit pun itu sempat merasa malu karena sabuk kain pengikat celana dan tali celananya putus oleh sabetan pedang Rindu Malam. Celana itu sempat melorot sedikit ketika ia menapakkan kaki ditanah, lalu buru-buru dicekal dengan tangan kirinya."Ih...!" Dewa Rayu celingukan, malu sekali. Suara yang mengikik datang dari arah Pita
“Siapa kau sebenarnya?" tanya Rindu Malam dengan menahan hati berdebar-debar."Aku yang berjuluk Dewa Rayu!""Dewa Rayu?!" gumam lirih Kusuma Sumi yang tak berbarengan dengan gumam Pita Biru. Akibatnya Rindu Malam melirik ke arah mereka. Keduanya sama-sama malu ditahan karena gumaman tadi bernada kagum.“Namaku sebenarnya adalah Aryawinuda, Putra Raja Pengging yang dibuang oleh Ibu tiriku sejak usia delapan tahun."“Kasihan!" desah Pita Biru. Karena jaraknya amat dekat dengan Kusuma Sumi, maka tulang kakinya terkena tendangan kecil Kusuma Sumi yang menyuruhnya diam dengan isyarat kaki. Pita Biru menggerutu sambil mendesis sakit.Dewa Rayu kembali berkata dengan Suaranya yang berkharisma, “Aku dirawat oleh Paman Patih Janursulung, dan kemudian minggat dari Istana bersamaku dan akhirnya menjadi seorang resi di Bukit Karangapus"Tiga wajah cantik bungkam, bagaikan terkesima oleh cerita si tampan bermata bening itu. Rindu
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p