Share

Pendekar Tombak Matahari
Pendekar Tombak Matahari
Penulis: Rana Semitha

Nasib Buruk Surya Yudha

Di depan gerbang utama kerajaan, orang-orang tampak berjubel menunggu giliran untuk masuk. Namun, kerumunan itu mendadak terbelah ketika suara derap langkah kuda mendekat.

"Bertahanlah Yang Mulia ...," desis seorang pemuda sambil mengendalikan kuda, selagi seorang lainnya tampak tak sadarkan diri.

Kuda itu kian mendekat. Orang-orang yang dilewati tampak terbelalak sesaat, sebelum akhirnya membungkuk penuh hormat. Ketika kuda telah menjauh, mereka mulai berbisik.

"Bukankah itu Pangeran Abimanyu?"

"Ya, benar. Sepertinya Pangeran terluka parah."

"Ya Dewa, baru kemarin aku melihat rombongan Pangeran Abimanyu, apa yang terjadi dengan mereka?" 

Saat kuda sudah begitu dekat dengan pintu gerbang, beberapa prajurit langsung membuka pintu lebar-lebar.

"Minggir!" bentak Surya Yudha ketika beberapa prajurit menghadangnya, seperti berniat mengambil alih Pangeran Abimanyu dari tangannya.

Wirmo, kepala prajurit yang sedang bertugas di gerbang kerajaan mengejar Surya Yudha dengan kudanya. "Surya Yudha! Biarkan kami membawa Yang Mulia!"

"Kalian kawal aku saja!" jawab Surya Yudha, membuat Wirmo mengangguk paham dan mendekati kudanya.

Surya Yudha sudah menempuh jarak yang begitu jauh dari Alas Pejagalan hingga Kota Arta Jaya, ibu kota dari kerajaan Nara Arta. Seseorang dengan kondisi prima sangat mungkin mengalami kelelahan. Lalu, bagaimana dengan Surya Yudha sekarang?

"Semoga Dewa memberinya kekuatan," batin Wirmo khawatir jika Pangeran Abimanyu atau Surya Yudha tiba-tiba terjatuh dari kuda.

Di sepanjang jalan menuju istana raja, orang-orang yang melihat Pangeran Abimanyu di atas kuda bersama Surya Yudha langsung memberi hormat. Hingga akhirnya mereka sampai juga di depan gerbang istana.

"Yang Mulia Pangeran Abimanyu memasuki istana!" Gerbang istana langsung terbuka lebar saat para penjaga mendengar teriakan Wirmo. 

Surya Yudha kembali mengepakkan tali kekangnya hingga kuda perang yang ia tunggangi kembali berlari kencang. "Bersabarlah yang mulia ... sebentar lagi kita sampai."

Surya Yudha bermaksud membawa Pangeran Abimayu ke balai pengobatan istana agar lekas mendapat perawatan. Tempat tersebut berada di sisi timur istana, dekat dengan barak prajurit yang terletak di sebelah selatan. Beberapa orang tabib yang mendengar berita tentang terlukanya Pangeran Abimanyu telah mempersiapkan berbagai alat dan obat.

"Selamatkan Yang Mulia!"

Begitu Pangeran Abimanyu tiba, mereka langsung membawanya masuk. Awalnya mereka panik karena jubah sutra yang dikenakan Pangeran Abimanyu basah oleh darah di bagian punggungnya. Namun setelah diperiksa kembali, tak ada luka di punggung sang pangeran.

"Surya!" pekik seorang tabib melihat Surya Yudha terjatuh dari kuda. 

Tabib bernama Ki Anwar itu berlari menghampiri Surya Yudha. Melihat wajahnya yang pucat dan tubuhnya mulai dingin, Ki Anwar berteriak, "Bawa Surya Yudha masuk!"

Orang-orang pun membopong Surya Yudha ke dalam balai pengobatan. Ki Anwar langsung berusaha untuk menyadarkannya. "Surya! Surya Yudha! Bangunlah!"

"Argh ...." Tidak ada jawaban, selain suara lenguhan Surya Yudha yang masih menutup mata.

"Panggilkan Dewi Mayangsari! Katakan padanya kita membutuhkan Pil Rembulan Bersinar." Prajurit yang sedari tadi berjaga di ambang pintu mengangguk saat mendengar perintah Ki Anwar.

"Buatkan ramuan sambang getih, dia terlalu banyak kehilangan darah." Tabib muda yang mendengar ucapan Ki Anwar dengan tangkas meracik ramuan yang diminta. Tak lama sesudahnya, ia menyerahkan semangkuk ramuan pada Ki Anwar.

Ramuan sambang getih berhasil diminumkam ke Surya Yudha. Pendarahan pun berhenti seketika, tetapi itu tak membuat kondisinya membaik.

Terdapat luka menyilang dari dada kiri hingga perut kanan bawah Surya Yudha. Tak hanya itu, sebuah luka yang menjebol pusar Surya Yudha juga membuat kondisinya semakin parah.

"Ya Dewa! Apa yang terjadi?" teriak seorang wanita yang baru memasuki balai pengobatan dan melihat Surya Yudha terbaring lemah tak berdaya. Wanita itu adalah Dewi Mayangsari.

"Dewi, apa Anda membawa obat itu?"

Dewi Mayangsari mengangguk dan memberikan sebuah botol giok pada Ki Anwar. Ketika botol terbuka, semerbak harum Pil Rembulan Bersinar memenuhi ruangan. 

"Bertahanlah," lirih Ki Anwar sembari mengambil sebutir pil, lalu memasukkannya ke mulut Surya Yudha. Ia menyalurkan hawa murninya untuk membantu Surya Yudha. 

"Uhuk!" Surya Yudha menyemburkan darah segar dari mulutnya. Tak lama kemudian tubuh pemuda itu kejang.

Kecemasan pun menyergap Dewi Mayangsari. Ia langsung melakukan hal yang sama dengan Ki Anwar. "Bertahanlah, nak!"

Sinar berwarna emas terpancar dari tubuh Surya Yudha. Tubuh yang awalnya mengejang, perlahan mulai terdiam sejalan dengan cahaya yang meredup. Tak ada hawa kehidupan yang tersisa dalam tubuh Surya Yudha.

"Tidak! Tidak mungkin!" Ki Anwar tidak percaya dengan kondisi yang sedang dihadapinya. Hawa kehidupan Surya Yudha menghilang, menandakan jika pemuda itu sudah pergi ke nirwana.

"Surya! Tidak ... tidak mungkin ini terjadi. Anakku, kau dilahirkan dengan kekuatan Dewa Surya! Kau ditakdirkan menjadi pemimpin! Itulah takdir yang tak bisa kau ingkari!"

Dewi Mayangsari seperti kehilangan akal sehatnya. Dia menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh putranya secara maksimal. Hingga akhirnya, sebuah ledakan yang cukup besar terjadi. Hawa kehidupan yang sangat tipis dapat dirasakan oleh Ki Anwar keluar dari tubuh Surya Yudha.

"Langit tak mengizinkanmu kembali terlalu cepat, anak muda."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rana Semitha
Makasih Kak
goodnovel comment avatar
Djisamsoe
Bab 1, clifehanger nya dapat, ..........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status