Seorang wanita berusia sekitar 46 tahun berjalan dengan anggun menuju kamar rias pengantin. Wanita itu membuka pintu dan masuk menghampiri seorang gadis cantik yang saat ini sudah menggunakan gaun kebaya pengantin. Gaun kebaya pengantin berwarna putih dengan payet bling-bling kristal membuat keanggunan gadis cantik itu semakin terpancar.
"Arini, apa kamu sudah siap, Nak?" tanyanya pada sang putri."Arini sudah siap, Bunda.""Nak, maafkan Bunda. Seharusnya Bunda tidak melakukan ini padamu. Namun, semua ini sudah diatur oleh kakekmu semenjak kau masih kecil," kata wanita itu sambil mengelus pipi anaknya.Sebenarnya, Laudia sangat tidak menghendaki pernikahan itu. Hanya saja, pernikahan itu sudah diatur oleh keluarga mereka dengan keluarga Nero. Kakek Arini berpesan kepada anaknya sesaat sebelum meninggal bahwa ketika Arini sudah berusia 20 tahun, dia harus menikah dengan salah satu putra dari keluarga Nero."Bunda, apa yang Bunda pikirkan?" tanya Arini yang melihat ibunya melamun sesaat."Ah … tidak apa-apa, Bunda hanya berpikir, apakah kamu bahagia dengan pernikahan ini?""Bunda," jawab Arini menghela napas. "Jujur saja, meskipun Arini tidak pernah tahu dengan siapa akan dinikahkan, Arini sungguh bahagia. Sebab, Arini akan melaksanakan pesan terahir dari almarhum kakek."Melihat anaknya bahagia, segala kerisauan hati Laudia menghilang. Terlebih lagi, putri satu-satunya itu tidak menolak perjodohan, walau Arini tidak pernah melihat wajah calon suaminya.Tak lama kemudian, tiba-tiba pintu kamar rias pengantin yang dipenuhi kebahagian antara ibu dan anak itu kembali terbuka. Tampak seorang lelaki paruh baya menghampiri keduanya yang sedikit terkejut."Kamu sudah siap, Arini?""Arini sudah siap, Ayah.""Baiklah, mari ayah antar kamu ke tempat ijab kabul." Adrian mulai melangkah bersama Arini keluar dari ruang rias. Semua mata yang melihat kecantikan Arini tampak kagum dan terpesona dengan keanggunan gadis berusia sembilan belas tahun itu."Wah ... menantu keluarga Nero begitu cantik, ya? Tidak salah kalau Marvin Nero memilihnya," ucap salah satu orang yang hadir di acara itu.Adrian Alister menuntun putrinya hingga sampai ke hadapan penghulu dan meminta Arini duduk sambil menunggu mempelai pria. Perasaan Arini jadi tak menentu saat ia menanti pasangan yang akan menjadi teman hidupnya kelak.Beberapa saat telah berlalu, tetapi mempelai pria tidak kunjung datang. Lina Nero lalu mendekati suami dan anak pertamanya."Abah, Dave, bagaimana ini? Ini sudah hampir satu jam, tapi kenapa Marvin belum datang juga?""Sebentar, Umi. Dave akan coba hubungi Marvin dulu," kata Dave mengeluarkan ponselnya, lalu mencoba menghubungi Marvin. Namun, tidak ada jawaban. Marvin bahkan mematikan ponselnya."Bagaimana, Dave? Ada kabar tentang Marvin?" tanya Aldebarn Nero kepada anak pertamanya."Belum."Lama menunggu, penghulu mulai jenuh. "Bagaimana Pak Aldebarn? Apakah pernikahan ini akan dilanjutkan atau bagaimana? Sudah hampir sejam kita menunggu," keluh pak penghulu itu mendengkus. "Tampaknya mempelai pria tidak akan datang. Masih ada pasangan lain yang harus saya nikahkan di tempat lain.""Maaf, Pak. Apa bisa kita menunggu sebentar lagi? Kami sedang berusaha menghubungi Marvin," sergah Dave saat sang ayah seperti sulit menjawab pertanyaan dari penghulu.Arini seketika merasa gelisah. Kenapa calon suaminya belum juga muncul? Padahal ini sudah hampir sejam mereka menunggu. Dalam keresahan hati Arini, tiba-tiba mbok Ijah pembantu rumah tangga di keluarga Nero muncul sambil berlari menghampiri Aldebarn dan istrinya dengan tergesa-gesa. Raut wajah wanita paruh baya terlihat begitu panik."Ada apa, Bi?" tanya wanita itu seraya meletakkan tangan di pundak mbok Ijah."Ah, anu, anu, Nyonya. Ini ... bibi menemukan ini di kamar Den Marvin."Mbok Ijah lalu memberikan selembar kertas kepada majikanya itu. Dave meraih kertas tersebut dari tangan mbok Ijah dan membacanya.Abah, Umi, dan Abang, maafkan Marvin. Bukanya Marvin ingin menjadi anak durhaka karena telah melanggar amanah kakek, tapi Marvin tidak ingin menikah dengan Arini. Marvin tidak mencintainya. Marvin juga tidak mengenalnya. Marvin hanya ingin menikahi orang yang Marvin cintai, yaitu Dailyn Arabella kekasih Marvin. Sekali lagi maafkan Marvin. Marvin pergi untuk mengejar Dailyn ke New York. Maaf.Setelah membaca surat itu, kedua mata Lina terbuka lebar. Dia bahkan hampir saja terjatuh karena tidak kuasa menahan kakinya yang gemetar. Untung saja suaminya segera menahan tubuhnya. Suasana di acara itu pun seketika diselimuti ketegangan. Semua yang menghadiri ijab kabul merasa heran saat melihat keadaan Lina. Mereka dapat membaca jika ada sesuatu yang tidak baik hingga kedua orang tua Arini datang menghampiri mereka.Lain dengan pak penghulu yang sudah jenuh. Dia kembali berkata, "Bagaimana? Kenapa pengantin prianya belum juga muncul?""Maaf, Pak, tapi pengantin prianya tidak akan muncul. Dia sudah pergi ke New York pagi tadi," sahut Dave, membuat semua yang ada di ruangan itu sontak terkejut. Tentu saja tidak ada yang menyangka jika pernikahan mewah itu akan jadi seperti sekarang, ditinggal oleh sang mempelai pria.Sementara itu, Arini merasa begitu hancur saat mendengar apa yang dikatakan Dave. Pernikahan yang dia nantikan dengan bahagia ternyata malah berakhir menyedihkan. Seluruh tubuhnya diserang rasa yang tidak menentu. Bibirnya yang mungil hendak mengeluarkan kata. Namun, dia tak kuasa untuk bicara. Hanya butiran bening yang jatuh mengalir ke pipinya.Melihat putrinya sudah berlinang air mata, Adrian Alister bertanya kepada Aldebarn dan Lina, "Apa yang terjadi? Kenapa Marvin belum muncul juga?""Maafkan kami, Pak. Silakan Anda baca surat ini," ucap Dave sambil menyodorkan surat dari Marvin pada Adrian.Semua yang hadir di acara pernikahan itu berdiri. Mereka tidak menyangka mempelai prianya tidak hadir."Lalu bagaimana ini, Pak Aldebarn? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Adrian setelah membaca surat dari Marvin."Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa menanggung rasa malu yang diberikan Marvin kepada kita. Kami sungguh-sungguh minta maaf," jawab Aldebarn Nero."Tidak bisa begitu. Kalian harus cari solusinya!" Dengan suara lantang yang terdengar keras, Adrian mengatakan itu. Tentu saja dia marah, apa lagi karena kejadian ini putrinya sampai menangis. Ayah mana di dunia ini yang bisa tinggal diam melihat putrinya harus menanggung malu di hari pernikahannya.Kemarahan Adrian membuat keluarga Marvin terdiam. Mereka tentu tidak enak dan sebenarnya tidak ingin hal ini sampai terjadi di hari pernikahan putra mereka.Di saat suasana dalam sekejap terasa hening, Laudia yang sejak tadi diam kini mulai bersuara, "Begini saja. Bagaimana kalau Dave saja yang menikahi Arini?"Sontak saja Dave terkejut. Dia masih tidak menyangka harus menjadi tumbal menggantikan posisi adiknya yang tak bertanggung jawab."Ya, bukankah kakek mereka berpesan harus menikahkan Arini kepada salah satu anak dari keluarga Nero," sambung Lina yang membenarkan usulan dari calon besannya. Kemudian, wanita itu melihat suaminya yang berdiri tepat di sampingnya dengan wajah resah. "Gimana? Aku rasa ini adalah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nama baik keluarga kita?"Setelah sempat berpikir, akhirnya Aldebarn tak punya pilihan lain. "Baiklah."Mendengar jawaban dari suaminya, Lina pun langsung beralih menatap wajah putra pertamanya dengan penuh harap. "Bagaimana Dave? Apakah kamu bersedia menggantikan Marvin untuk menikahi Arini?"Dave masih diam. Menatap dingin seolah ingin menolak."Dave, sudah waktunya kamu membalas budi kami yang telah membesarkanmu. Menyayangimu dengan tulus. Jadi, tolonglah Umi, Dave! Umi tidak mau keluarga kita menanggung malu akibat perbuatan adikmu! Mau ya, Dave," ucap wanita itu memohon."Kalau begitu saya akan meninggalkan tempat ini. Sebab, pernikahan telah dibatalkan," kata penghulu itu lagi yang tak ingin membuang waktunya.Setelah hanya diam, Dave mulai melangkah ke hadapan penghulu. Pria itu berdiri di samping Arini yang sejak tadi hanya diam terpaku dan meneteskan air mata."Pernikahan akan tetap dilaksanakan," kata Dave datar sembari memakai songko hitam."Bagaimana mungkin, pengantin laki-lakinya saja tidak ada.”"Saya yang akan menjadi pengantin laki-lakinya menggantikan adik saya."Arini pun terkejut. Air matanya jatuh semakin deras. "Jadi, aku akan menikah dengan dia …." Di dalam hati, gadis itu menatap Dave ragu penuh tanda tanya. Jujur saja dia tidak menyangka jika pernikahannya harus jadi seperti sekarang ini.Mendengar perkataan Dave, penghulu itu pun kembali duduk dan mulai akan melaksanakan ijab kabul yang sempat tertunda lama. Semua orang yang hadir juga kembali duduk di tempatnya masing-masing."Anda siap Dave?" Penghulu itu menjulurkan tangannya yang langsung diraih oleh Dave dengan sebuah jabatan."Saya siap," jawabnya tersenyum."Saya nikahkan dan kawinkan Anda, saudara Dave Nero bin Aldebarn Nero kepada Arini Azhara Alister binti Adrian Alister, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar, tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya, Arini Azhara Alister binti Adrian Alister dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai."BersambungPernikahan yang diimpikan akan bahagia ternyata hancur berantakan bagai sebuah piring yang jatuh ke lantai. Begitu pula perasaan Arini ketika Dave Nero selesai mengucapkan ijab kabulnya. "Bagaimana saksi? Sah?" "Sah!" jawab para saksi serentak termasuk orangtua mempelai. "Arini, silakan cium tangan suamimu, Nak!" titah Laudia kepada putrinya. Dengan berlinang air mata, Arini pasrah mencium tangan lelaki di depannya. Suami yang juga tidak dikenalnya. Gadis itu merasa dipermainkan. Baru saja calon suaminya yang tidak dia kenal dan tidak pernah bertemu melarikan diri dari penikahannya. Lalu, sekarang dia dinikahi oleh lelaki pengantin pengganti untuk menutupi rasa malu kedua keluarga besar. Namun, Arini tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab, dia tidak ingin melanggar amanah kakeknya dan tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya. *** Cahaya bulan pada malam itu menembus sela-sela jendela kamar Dave. Kamar yang dihiasi bunga mawar di atas tempat tidur. Malam pertama indah selalu dii
Di sebuah hotel berbintang, resepsi pernikahan Arini Azhara Alister dan Dave Nero digelar. Banyak tamu dari kalangan atas yang diundang terutama rekan bisnis grup Alister dan Nero. Juga tidak terlupakan tiga pewaris perusahaan besar yakni sahabat-sahabat Dave. Ada juga sahabat Arini turut hadir."Arini!" teriak Keysia dan Morgan seraya berlari kecil menghampiri kawan mereka."Ah! Keisya, Morgan."Keisya dan Morgan memeluk Arini secara bergantian. Sejenak, Keisya begitu kagum dengan kecantikan sahabatnya itu. Terlebih lagi, Arini mengenakan gaun pengantin putih yang begitu indah. Gaun yang dihiasi dengan payet bunga-bunga kristal kecil melekat pada gaun itu. Rambutnya disangul mengenakan sebuah bando berwana putih. Tidak lupa sebuah kain transparan berwana putih menggantung di rambut gadis itu yang membuatnya menjadi semakin cantik dan anggun."Cantik sekali kamu hari ini, Arini," puji Morgan."Terima kasih atas pujianmu, Morgan.""Maaf, Arini. Aku tidak sempat hadir di acara ijab kabu
Malam hari di kediaman keluarga besar Nero setelah melakukan resepsi pernikahan. Acara resepsi yang digelar dari jam 19:00 sd 22:00 itu begitu melelahkan bagi Arini. Seluruh persendian tulangnya terasa sakit. Ditambah, pernikahan yang tidak seharusnya terjadi. Hal itu semakin membuat Arini lelah.Demi menghilangkan rasa letihnya, Arini membersihkan diri. Setelahnya, ia duduk di sofa yang ada di kamar Dave. Lantaran begitu lelah, gadis itu langsung tertidur di sofa dengan pulasnya. Tak berselang lama, pintu kamar terbuka. Dave masuk. Pria itu mendapati Arini sudah tertidur. Dave menghampiri Arini dan bermaksud memindahkan sang istri ke tempat tidur dengan perlahan. Dave takut jika tiba-tiba Arini terbangun. Tak disangka, gadis itu tidak bergerak sedikit pun. Dave sekilas melihat senyum yang tersirat di bibir gadis itu. 'Entah apa yang dia pikirkan sampai dia tersenyum dalam tidurnya?' pikir Dave.Bukan cuma Arina yang kelelahan. Dave pun demikian. Dia berbaring di tempat tidur tepat
Sebulan sejak pernikahan Dave dengan Arini, semenjak itu pula Dave jarang sekali pulang ke rumah. Dia hanya menghabiskan waktunya di perusahaan atau di club malam tempatnya dan ketiga sahabatnya sering berkumpul. Arini selalu kesepian sejak mertuanya pergi ke Amerika. Orang tuanyan juga sibuk dengan perusahaan mereka. Setiap harinya, gadis itu hanya ditemani Mbok Ijah, pembantu rumah tangga di rumah itu. Sesekali Dave pulang hanya untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang bersih. Dia juga sengaja menghindari untuk bertemu dengan Arini. Mungkin hanya dua sampai tiga kali Dave bertemu dengan gadis itu selama sebulan setelah pernikahan mereka. Itu pun ketika berpapasan saja seperti saat Dave hendak masuk ke rumah, sedang Arini keluar.Malam itu, tepat pukul dua puluh lewat dua puluh lima, Arini termenung sendiri di kamar. Sampai malam kian menghilang. Hening semakin nampak kesunyian. Hanya suara hati yang bising di telinganya. Tanpa ada tautan. Apalagi jawaban. Cahaya rembulan pun
Pukul tujuh lewat lima detik, Arini terbangun lagi dalam pelukan Dave. Wajahnya terlalu dekat dengan wajah lelaki itu. Sehingga dia merasakan hembusan napas lelaki itu. Dia terus memerhatikan wajah Dave. Jantungnya tiba-tiba berdetak tidak menentu. Gadis cantik itu kemudian membenamkan wajahnya di dada bidang Dave. Untuk sesaat gadis berparas cantik itu menikmati aroma mint. Aroma khas dari tubuh Dave. Untuk sesaat Arini terlena di dalam dekapan lelaki dingin yang begitu tampan, sebelum dia mulai tersadar kembali."Aargh!" Teriakan Arini membangunkan Dave.Dave yang terbangun karena terkejut langsung kalang kabut. "Apa? Apa? Ada apa, apa yang terjadi?" Melihat gelagat Dave seperti itu, tawa kecil keluar dari bibir mungil gadis itu. "Hei, kenapa kau tertawa? Di mana malingnya?" tanya Dave menyapu pandang seluruh ruangan."Maling?""Bukankah kau berteriak karena ada maling?""Ops!" Arini menutup bibirnya. "Sorry, i was just shocked so i shouted.""Kau ini. Padahal aku baru saja tertidur
"Ma-maafkan Arini, Mas," kata Arini segera menjauh dari Dave. Sedangkan Dave yang terkejut hanya diam mencoba menata kembali detak jantungnya yang tidak karuan.Namun, semuanya berlalu begitu saja ketika Dave dan Arini kini sudah berada di meja makan untuk makan malam dibantu Mbok Ijah. Selama makan malam berlangsung, keduanya hanya diam dan saling mencuri pandang satu sama lain. Tidak lama, Arini selesai makan terlebih dulu. Gadis cantik itu beranjak dari tempat duduknya bergegas ke kamar tidur.Di dalam kamar Arini merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Rupanya ada pesan yang masuk, pesan dari Keysia mengingatkan Arini tentang ulang tahun Morgan. "Hmm ... besok ulang tahun Morgan. Hadiah, bahkan pakaian pun aku belum sempat memilihnya. Semua itu karena lelaki brengsek itu."Puas bermain dengan ponselnya, Arini meletakannya di meja samping pembaringan, lalu mencoba memejamkan matanya. Sesaat berlalu, daun pintu kamar terbuka. Nampak Dave masuk, lalu duduk di sofa sudut kam
Sebuah tamparan mendarat di wajah seorang gadis cantik. Dia terpaku, tubuhnya bergetar. dia tidak menyangka seseorang akan menamparnya di hadapan banyak orang. Matanya tidak bisa berkutik, hanya air mata yang perlahan menetes dipipinya.Keysia dan Morgan yang melihat kejadian itu tidak berani ikut campur. Mereka takut pada Dave. Ya, siapa yang tidak takut dengan Dave, seorang Presdir dingin, kejam dan mendominasi yang tidak akan mengampuni lawannya.Saat ini, Dave sudah diselimuti amarah, dia menyeret Arini keluar dari Bar itu. Semua yang melihat hanya terdiam tidak dapat menolong lantaran takut terhadap Dave Nero sang Presdir kejam.Beberapa saat berlalu. Dave telah sampai di rumah dan mengendong Arini. Gadis itu meronta dan memukul pundak Dave."Lepaskan, lepaskan aku." Arini meronta.Mbok ijah yang melihat kejadian itu hanya mampu melihat saja. Ingin sekali rasanya dia menolong Arini, tetapi Mbok Ijah takut pada tuannya."Masalah apakah gerangan yang membuat tuan muda Dave dan nona
Sebuah mobil ferarry berwarna hitam memasuki pekarangan rumah keluarga Nero. Arini mendengar suara mobil berlari ke pembaringan, lalu meringkuk di sana. Bertambah takutnya gadis itu ketika pintu kamar terbuka dan seorang lelaki masuk menghampirinya."Tidak, jangan mendekat," teriak Arini."Arini, Maafkan aku," ucap Dave."Maaf? Setelah kau berlaku sedemikian kepadaku, kau dengan mudah meminta maaf?"Deve mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sedangkan Arini memundurkan dirinya menjauh dari laki-laki itu."Arini dengarkan aku," kata Dave. Namun, gadis itu hanya diam. Dave kembali mencoba memberi penjelasan. "Arini, sejujurnya aku mulai mencintaimu?"Terbelalak mata Arini mendengar apa yang keluar dari mulut Dave barusan. Jantungnya berdegup kencang, ingin rasanya dia mengucapkan sesuatu. Tapi, itu tertahan di kerongkongannya. Gadis itu sungguh tidak menyangka kalau orang yang hampir memperkosanya menyatakan cinta padanya. Meskipun memang sudah tugasnya melayani suaminya."Arini, i