"Ayah, minum jusnya. Nenek bilang, Ayah suka jus. Aku sudah mengambilkannya untuk Ayah."
Hannah menyodorkan jus pada Dallen yang terlihat menahan diri agar tidak meledakan kemarahannya sekarang. Ketika ibunya mengatakan akan mengawasi semua yang ia lakukam pada Hannah, maka Dallen tahu itu tidak main-main, jadi ia akan lebih berhati-hati. "Maafkan saya, Pak Dallen. Saya tidak tahu kalau Hannah pergi mengambil jus." Elena pun langsung datang untuk meminta maaf. Elena sempat membungkuk pada Dallen, lalu mengambil gelas di tangan Hannah dan mengajaknya segera pergi dari hadapan Dallen. Tangan Hannah sudah cukup memar karena terbentur tadi. Elena tidak mau terjadi masalah yang lebih besar lagi, apalagi jika Hannah sampai terluka. "Berhenti di sana!" Namun, suara dingin Dallen seolah membekukan langkah Elena dan membuatnya seketika terdiam dengan tangan yang menggandeng tangan kecil Hannah. Elena pelan-pelan memutar badannya dan ketika berbalik, Dallen sudah ada tepat di depannya di depannya dalam jarak yang begitu dekat. "Aku perlu bicara dengannya." Dallen bicara dengan mata yang melirik Hannah. "Apa?" Elena terkejut sampai langsung menyembunyikan Hannah di belakangnya. Walau Elena ingin mendekatkan Dallen dan Hannah, tapi tangannya malah bergerak membawa Hannah menjauh dari Dallen ketika pria itu mencoba mendekati Hannah. Elena refleks melakukannya karena melihat tatapan Dallen yang sangat tidak bersahabat. "Tadi, aku mendengar kau sudah bicara dengan Ibuku, jadi kau pasti sudah tahu situasiku saat ini. Sebagai seorang pengasuh bukankah kau seharusnya membantuku dekat dengannya? Lalu, kenapa kau malah menjauhkannya dariku?" Dallen bicara sembari terus bergerak mendekati Hannah. "Tunggu sebentar!" Elena ingin mendorong Dallen menjauh, tapi ia malah menumpahkan jus di celana pria itu. Elena menjadi semakin panik karena bukan hanya Hannah yang membuat kesalahan, tapi juga dirinya. "Maafkan saya. Saya tidak sengaja." Elena melepaskan genggaman tangannya pada Hannah, lalu mengambil tisu untuk membersihkan minuman yamg ia tumpahkan di celana Dallen. "Sial! Kenapa kau sangat ..." kalimat Dallen tertahan karena kaget ketika Elena membersihkan noda itu. Elena begitu merasa bersalah sampai membuatnya tidak fokus melihat di mana tepatnya noda itu berada. Elena membersihkan noda itu dari paha Dallen, lalu akhirnya tersadar kalau noda itu juga mengenai bagian yang menutupi "adik" Dallen dan Elena baru saja menyentuhnya. Elena memutar badan Hannah agar dia menatap ke arah lain, lalu ia menatap Dallen dengan ekspresi yang begitu canggung. Dallen pun terlihat begitu terkejut sampai membuatnya tidak bisa mengatakan apa-apa. "Maafkan saya. Ini di luar kendali saya." Elena bicara dengan begitu canggung. "Apa katamu? Di luar kendali? Kau jelas sengaja melakukannya! Dasar gadis mesum." Dallen memilih untuk pergi karena merasa malu setelah apa yang baru saja terjadi. "Saya tidak bermaksud seperti itu. Pak Dallen, saya bukan ..." Elena ingin mengejar Dallen, tapi ingat pada Hannah yang harus ia urus. "Kakak, mesum itu apa?" Hannah menatap Elena dengan wajah penasarannya. Pertanyaan yang mengejutkan, pikir Elena. "Itu adalah ..." Elena bahkan tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada Hannah. "Ayo kita makan buah." Elena mencoba untuk mengalihkan perhatian Hannah. "Aku harus memberikan jus pada Ayah." "Kita akan memberikannya nanti. Ayo." Elena menggandeng tangan Hannah. "Lalu, apa itu mesum?" Hannah kembali bertanya karena rasa penasarannya belum terjawab. "Kakak punya dongeng baru. Apa kau mau mendengarnya? Ceritanya sangat menarik." Elena lagi-lagi mengalihkan perhatian Hannah, sebab ia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan apa itu mesum pada anak kecil berusai 4 tahun.*** Setelah sampai di rumah sakit untuk menjenguk ibunya, Dallen langsung diberitahu semua detail segala hal yang telah ia lakukan pada Hannah hari ini. Jika ibunya sampai tahu sedetail itu, maka jelas ibunya mendengar semuanya dari Elena karena hanya wanita itu yang tahu semuanya. Dallen tidak menduga kalau Elena akan secepat ini menjadi mata-mata ibunya. Baiklah jika seperti ini cara main Elena, maka Dallen akan meladeninya. Namun, Dallen merasa harus berhati-hati dengan Elena di gadis mesum itu. Jika salah melangkah sedikit saja, maka Elena pasti akan mengadu pada ibunya. "Kau tahu? Ibu tidak mengharapkan itu darimu. Sudah ibu bilang, ibu akan mengawasi semua yang kau lakukan, tapi kau masih saja mengecewakan ibu. Apa kau ingin ibu menghentikan pengobatan ini?" Liana terdengar seperti sedang mengancam Dallen. "Aku minta maaf, Ibu. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku akan bersikap lebih baik pada Hannah. Ibu tidak akan menerima pengaduan lagi tentang perbuatanku, jadi tolong fokus pada pengobatan Ibu." Dallen tidak akan main-main dengan janjinya kali ini. "Dalam hidup, ibu, keinginan ibu hanya satu, yaitu melihatmu bisa menyayangi Hannah. Bisakah kau membiarkan ibu melihat keindahan itu sebelum ibu meninggal?" "Apa yang Ibu katakan? Ibu akan baik-baik saja dan kembali sehat. Aku tidak suka jika Ibu bicara seperti itu. Aku pasti akan melakukan apapun yang Ibu inginkan asal Ibu kembali sehat." Dallen tidak pernah menduga akan melakukan ini, tapi tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. "Ibu akan mengingatnya dan semoga kau tidak mengecewakan ibu." Liana terlihat begitu berharap pada Dallen. "Sekarang, kau pulanglah. Kau harus menemani Hannah karena dia masih belum benar-benar sehat. Malam ini, kau bisa tidur dengannya, kan?" "Apa?" Dallen begitu terkejut karena merasa belum siap bergerak sejauh itu. "Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukannya?" tanya Liana. "Aku akan melakukannya. Elena pasti akan melaporkannya pada Ibu." Dallen merasa begitu tertekan saat ini, tapi ia harus terlihat baik-baik saja dengan semua permintaan ibunya. "Baiklah. Pulanglah sekarang, lalu temani Hannah." "Ya, jaga diri Ibu baik-baik. Aku akan datang lagi besok." Dallen sempat menggenggam tangan ibunya selama beberapa saat, sebelum akhirnya pergi dari sana. Setelah Dallen benar-benar pergi, Liana langsung turun dari ranjang perawatannya untuk melakukan peregangan. "Menjadi pura-pura sakit itu melelahkan," ucap Liana seorang diri."Sudah tahu kau memiliki alergi terhadap kacang, lalu kenapa kau masih makan kacang? Bagaimana jika kau mati saat bersamaku? Aku yang akan terkena masalah!" Elena yang saat ini masih terbaring di ranjang rumah sakit ingin mengatakan banyak hal untuk mrmbalas ucapan Dallen yang bisa-bisanya membahas tentang kematiannya saat ia masih hidup, tapi Elena merasa tenaganya belum benar-benar pulih untuk bisa berdebat dengan Dallen. "Maafkan saya. Saya tidak tahu kalau makanan tadi mengandung kacang. Selain itu, terima kasih sudah membawa saya ke rumah sakit." Pada akhirnya, hanya kalimat itu saja yang bisa Elena berikan pada Dallen. Elena tidak mengerti kenapa ia bisa seceroboh ini. Elena tidak bisa membayangkan akan seperti apa nasibnya jika tidak ada Dallen atau yang menolongnya. Namun, kini, Elena menjadi mengetahui kalau Dallen tidak sedingin yang terlihat. Dallen masih punya sisi kemanusiaan dalam dirinya. "Bagaimana dengan Hannah? Apa Anda sudah mendapatkan kabar terbaru?
"Apa yang dia lakukan? Dia minum saat anaknya hilang? Memangnya ini sebuah perayaan?" gumam Elena saat ia kembali setelah makan dan melihat Dallen yang sedang duduk dengan ditemani oleh beberapa botol soju. Dallen tampak tenang saat ini, padahal Elena berharap kalau Dallen akan panik karena anaknya hilang. Melihat Dallen yang tenang seperti ini membuat Elena membayangkan kalau ayahnya pasti tidak akan pernah menangisi kematiannya nanti. Elena tidak ingin orang lain sedih karena dirinya, tapi ia ingin melihat ayahnya sedih jika suatu saat kehilangannya dan menyesal karena telah mengabaikannya. "Apa aku bisa menyadarkan Dallen dari kesalahannya? Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa pada hidupku sendiri." Elena menjadi hilang kepercayaan diri sekarang. Sebelumnya, Elena berpikir tidak apa-apa jika hidupnya tidak bisa berubah, tapi hidup Hannah harus berubah. Namun, bagaimana jika tidak ada yang berubah sama sekali? Bukankah manusia berubah dengan keinginannya sendiri? "B
"Apa maksud Anda hilang? Tolong jangan bercanda, Pak Dallen." Elena berharap kalau Dallen hanya sedang bermain-main saja. Dallen hanya diminta untuk menjaga seorang anak kecil dan anak itu adalah putrinya sendiri. Bagaimana bisa Dallen kehilangan Hannah? "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda? Aku hanya meninggalkannya sebentar untuk menelepon seseorang dan dia sudah tidak ada saat aku kembali," ucap Dallen. Elena menatap tumpukan pasir dan beberapa mainan milik Hannah yang tadi ia gunakan, lalu melempar jus di tangannya dan setelahnya langsung mencari keberadaan Hannah di sekitar pantai. Jika Hannah tidak ditemukan, maka Elena meyakini kalau itu adalah kesalahannya karena berani meninggalkan Hannah dalam tanggungjawab Dallen. Sementara Dallen masih terdiam di tempatnya dengan raut wajah yang terlihat begitu panik. Dallen tidak menduga kalau keadaan akan menjadi seperti ini. Ia meninggalkan Hannah tidak sampai 15 menit, lalu bagaimana bisa anak kecil lenyap begitu s
"Kenapa penderitaan ini tidak berhenti padaku? Kenapa Hannah juga harus merasakannya?" Elena bicara dengan begitu pelan dan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Elena juga sampai menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air matanya yang menetes setelah mendengar ucapan Hannah. Dallen terus menatap Hannah selama beberapa saat. Dallen tidak tahu apakah selama ini sikapnya selama ini tidak cukup untuk menggambarkan kebenciannya atau Hannah yang memang belum memahami sesuatu? "Ya, tentu saja ayah sayang padamu." Dallen bahkan tidak yakin dengan apa yang ia katakan saat ini. "Aku juga sayang Ayah!" Hannah tersenyum dengan begitu lebar seakan tidak pernah ada hal buruk yang terjadi padanya. Dallen hanya menatap Hannah kali ini. Pikiran Dallen melayang jauh membayangkan bagaimana jika Rosa masih ada bersamanya. Jika Rosa masih ada, maka Dallen yakin keluarganya akan menjadi keluarga yang bahagia, bukan keluarga yang hancur seperti ini. "Pak Dallen, Anda baik-baik saja?"
"Sebelumnya, Hannah sempat berkelahi dengan salah satu temannya. Saya mencaritahu penyebabnya dan itu terjadi setelah Hannah diejek karena hanya orang tuanya yang tidak hadir saat kami mengundang orang tua murid untuk menyaksikan anak-anak menyanyi pada hari anak." "Saya mengerti keadaan keluarga Anda, tapi tolong luangkan waktu untuk Hannah demi kebaikannya. Dari semua anak-anak, Hannah menjadi yang paling pendiam. Saya sudah menelepon Bu Liana terkait hal ini, tapi saya diminta untuk bicara dengan Anda." Ucapan wali kelas Hannah rasanya masih bergema di telinga Dallen bahkan setelah ia meninggalkan ruangan guru dan kini sedang menatap Hannah dari balik jendela kelasnya. Di rumah, Hannah tampak cerita, tapi sekarang, Dallen melihat Hannah duduk sendirian dengan mainannya di saat anak-anak lain sibuk bermain bersama. "Apa yang terjadi? Apa Hannah baik-baik saja selama di sekolah?" tanya Dave, tapi ia tidak mendapat jawaban dari Dallen. "Hannah kesepian," gumam Elena yang m
Setelah mencari keberadaan Hannah, Dave akhirnya menemukan Hannah yang sedang berada di ruangan khusus untuknya bermain. Di sana, Dave bisa mendengar Hannah bicara pada boneka beruang miliknya yang diberi nama Nini. Hannah bercerita kalau semalam ia tidur dengan ayahnya dan memeluknya dengan erat. Dave bisa melihat kebahagiaan di wajah Hannah saat bercerita dan air matanya jatuh begitu saja saat mendengar cerita Hannah. Anak seusia Hannah biasanya akan sangat senang ketika diberikan mainan baru, tapi Hannah bisa begitu senang hanya karena mendapatkan pelukan dari ayahnya. "Hannah," panggil Dave dengan begitu lembut. "Paman!" Hannah tampak begitu bersemangat dan langsung berlari ke arah Dave untuk memeluknya dengan begitu erat. "Kenapa Paman ada di sini?" tanya Hannah yang sekarang sudah tidak lagi memeluk pamannya. "Paman merindukanmu. Hari ini, paman yang akan mengantarmu ke sekolah," jawab Dave. "Aku tidak mau pergi dengan Paman. Aku ingin pergi dengan Ayah." Hanna