Pernikahan seorang CEO agensi besar dan artis ternama tentu saja sangat meriah. Banyak wartawan yang datang untuk mengabadikan momen mereka menjadi berita di media.
Adinda mendampingi Amanda, menuntun sang kakak berjalan bersama ibunya untuk diserahkan ke Satya Pranama. "Nak Satya, tolong sayangi dan lindungi Amanda ya? Selama ini dia sudah hidup menderita," pinta Diajeng berurai air mata. "Tentu Ibu, aku sangat mencintai Amanda," jawab Satya. Pernikahan yang sakral dan mengharukan, Adinda tak berhenti berdoa demi kebahagiaan sang kakak. Para tamu pun mengagumi kecantikan Amanda, sebagai artis semakin bertambahnya usia memang Amanda semakin cantik karena merawat tubuhnya dengan baik sampai menghabiskan biaya yang banyak. Adinda dan Amanda, meskipun terlahir dari rahim yang sama tetapi kepribadian mereka sangat bertolak belakang. Jika Amanda begitu mekar seperti bunga teratai yang penuh percaya diri, maka Adinda seperti putri malu yang jika disentuh sedikit langsung menutup diri. "Adinda, lihatlah betapa semua orang mengagumi kakak kamu. Andai saja kamu memiliki separuh saja dari kehebatan kakakmu. Tentunya kamu tidak akan membuat ibumu ini khawatir," gumam Diajeng. "Aku tidak bisa berakting, Ibu. Cita-citaku sejak kecil menjadi guru," jawab Adinda. "Percuma kamu kuliah dan menjadi anak pintar, tapi ujung-ujungnya hanya dapat gaji yang tidak seberapa itu. Buang-buang uang saja!" cibir Diajeng lagi. "Nanti selain menjadi guru aku akan mencoba usaha sampingan yang lain, Ibu. Aku yakin suatu saat bisa sukses, hanya saja jalan setiap orang kan beda-beda," bujuk Adinda mencoba untuk menenangkan ibunya. "Usaha apa? Jualan es teh dan jus di pinggir jalan? Kalau gitu bagaimana bisa kamu akan mendapat suami yang kaya seperti Satya?" sergah Diajeng. Adinda menundukkan kepalanya, hatinya berasa disiram air mendidih yang membuatnya melepuh—sangat panas. Adinda memilih untuk menyapa keluarga kakak iparnya yang seumuran dengannya dari pada diomelin oleh Diajeng. Jika sampai didengar oleh tamu hanya akan membuat malu kakaknya saja. "Hay, kamu adiknya Kak Amanda kan?" sapa seorang gadis. "Iya, nama aku Adinda. Kamu masih kerabat Kak Satya?" tanya gadis itu dengan ramah. "Aku adiknya Kak Satya. Aku kuliah di Singapura, makanya kemarin pas acara lamaran aku tidak bisa pulang. Kenalin nama aku Nabila," ujar gadis itu dengan ramah. "Oh iya, salam kenal," balas Adinda senang hati. "Lihatlah, Kak Amanda sangat cantik ya? Serasi sekali dengan Kak Satya?" bisik Nabila. "Iya, kamu benar sekali. Semoga saja mereka selalu bahagia dan segera mendapat momongan," balas Adinda. Meski keduanya baru kali ini bertemu, tetapi mereka sudah nampak akrab. Saling mengobrol sepanjang acara berlangsung. "Tamunya banyak banget dari golongan artis, kamu tak ingin gitu cari artis cowok yang ganteng?" bisik Nabila terkekeh. "Aku malu, aku cukup sadar diri. Aku hanya menjadi guru SD, para artis tentunya memilih yang setara," balas Adinda. "Kamu tuh cantik tahu, lebih cantik dan manis dari Kak Amanda. Cuma karena kamu sering menunduk makanya tidak pernah ternotice. Lagian jadi guru itu pekerjaan yang mulia loh, jadi nggak perlu minder!" Adinda tersenyum senang ada yang menghargainya, pasalnya ibunya sendiri selalu menghina profesinya karena gajinya yang kecil dibanding kakaknya. Setelah pesta berakhir, Adinda diajak oleh ibunya untuk menginap di sebuah kamar hotel yang sama dengan tempat pesta. "Bu, kenapa kita menginap di sini?" tanya Adinda. "Hitung-hitung untuk melepas penat, kakak kamu nyuruh kita liburan di sini," balas Diajeng dengan ramah. Melihat perubahan ibunya, Adinda jadi sedikit lega. "Ibu sudah tidak marah denganku lagi?" "Jadi menurut kamu aku marah ya? Padahal niat aku hanya menasihati, untuk mencari pekerjaan lain yang mendapat penghasilan lebih tinggi. Kehidupan kedepannya semakin membutuhkan biaya banyak," tutur Diajeng. Adinda pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Meski cara ibunya mendidik tergolong keras tapi dia berusaha untuk menerimanya. Sesampainya di kamar, Diajeng menyentuh kedua bahunya dan menatapnya dengan pandangan lembut. "Adinda, Ibu sayang sama kamu. Ibu ingin kamu menjadi anak yang hebat, karena bergantung dengan lelaki itu tidak menguntungkan untuk perempuan. Aku tidak mau kamu bernasib seperti aku, setelah bercerai dengan suami hanya bisa mengandalkan anak. Kamu harus mandiri dan kuat, buktikan tanpa lelaki kamu masih bisa hidup dengan tegak dan dipandang hormat!" bujuk Diajeng serius. "Iya, Ibu," jawab Adinda sembari memeluk ibunya dengan erat. Diajeng pun membalas pelukan putrinya. "Adinda ..." "Iya, Ibu?" "Sudah malam, kamu sebaiknya mandi. Ibu mau mengambilkan kamu makanan, aku lihat tadi kamu tidak makan. Jangan sampai kamu sakit karena telat makan," bisik Diajeng. "Terima kasih, Ibu," balas Adinda antusias. Diajeng pun segera meninggalkan putri bungsunya, dan di depan kamar rupanya sudah ada Amanda yang menunggu. "Bu, bagaimana ini? Satya sudah menanti malam pertama. Aku takut kalau ketahuan aku sudah tidak suci nanti akan diceraikan dia," rengek Amanda. "Kamu tenang saja, Ibu akan mengatur semuanya," bujuk Diajeng. "Tapi Adinda tidak mau membantuku, Ibu. Kalau menyewa orang lain bagaimana jika nanti malah bocor? Aku tidak mau kehilangan Satya, Ibu." "Sudah kamu percaya sama Ibu, semua akan berjalan dengan lancar. Sekarang kamu temani Satya dulu, jangan jauh-jauh dari ponselmu mengerti?" "Iya, Ibu. Aku paling sayang sama Ibu. Besok ibu pengen beli apapun akan aku turuti," balas Amanda.Sebelum kesadaran Adinda pulih sepenuhnya, dia sudah diserang oleh rasa perih dan ngilu pada bagian bawah inti Tubuhnya. Dia kebingungan, mencoba mencari kebenaran antara mimpi atau kenyataan.Sampai saat sebuah ingatan tentang semalam muncul, Adinda segera membuka matanya. Akan tetapi kondisi masih seperti semalam, remang-remang. Dia bahkan tidak bisa melihat wajah seseorang yang kini mendekapnya. Adinda bisa merasakan, jika tubuh mereka saling menyatu tanpa adanya kain penghalang.Tidak salah lagi, ibu dan kakaknya benar-benar telah mengorbankan dirinya. Jantung Adinda berasa remuk, hancur lebur oleh rasa kecewa dan amarah."Aku tidak pernah menyangka, jika kebaikan ibu yang tiba-tiba itu hanya sebuah sandiwara untuk membuat aku lengah. Ibu—kenapa kau tega padaku?" tangis Adinda sembari menutup mulutnya sendiri agar tidak menimbulkan suara.Adinda pun berusaha untuk menyingkirkan tangan kekar kakak iparnya dari perutnya secara perlahan."Amanda sayang, mau kemana?" Suara lelaki de
Apakah Amanda baik-baik saja saat menjebak adik serta suaminya sendiri untuk menghabiskan malam bersama? Tentu saja tidak. Hatinya begitu hancur telah mengkhianati mereka berdua. Dia juga cemburu.Tetapi Amanda tidak punya pilihan lain. Dia terlalu mencintai Satya. Apapun yang terjadi dia akan mempertahankan lelaki tersebut. Dan demi menjamin keharmonisan keluarga dia harus melakukan ini, membuktikan jika dirinya ada gadis polos yang suci seperti yang selama ini dia tunjukkan pada Satya.Bukannya Amanda tidak mempercayai cinta tulus dari Satya, melainkan dunia mereka sangat berbeda. Satya terlahir dari keluarga terhormat, meskipun kaya raya dan memiliki paras yang tampan tetapi Satya lelaki yang menjunjung tinggi kehormatan dirinya. Satya bukan lelaki sembarangan yang mau menyentuh perempuan lain. Bahkan selama Amanda dan Satya berpacaran, mereka belum pernah sama sekali berciuman. Bahkan saling bersentuhan tangan saja teramat jarang. Lalu bagaimana jadinya jika nanti saat malam pe
Adinda memang sangat lapar, sebab siang tadi saat di pesta dia sama sekali tidak nafsu makan karena perkataan ibunya. Malam ini ibunya bersikap baik, bahkan sampai mengambilkan nasi goreng dan kue sehingga tekanan yang mengendap di benaknya menghilang."Sudah selesai mandi?" tanya Diajeng."Sudah, Bu.""Ayo makan!" "Terima kasih, Ibu. Emh, ibu nggak mau makan sekalian?" tanya Adinda."Sudah kenyang," balas Diajeng.Adinda tersenyum, diapun segera menyantap apa yang ibunya siapkan. "Ayo diminum teh hangatnya," sela Diajeng membantu mengambilkan gelasnya.Adinda sangat senang, pasalnya sudah lama ibunya tidak seperhatian ini."Ibu kenapa malam ini berbeda sekali?" tanya Adinda heran."Ibu hanya merasa lega, akhirnya kakak kamu sudah berhasil menikah dengan Satya. Dengan begitu kakak kamu tak perlu khawatir akan masa depannya lagi sebab semua terjamin. Sekarang Ibu tinggal memikirkan kamu.""Ibu tidak usah khawatir. Selain menjadi guru nanti aku akan membuka usahan sampingan," bujuk Ad
Pernikahan seorang CEO agensi besar dan artis ternama tentu saja sangat meriah. Banyak wartawan yang datang untuk mengabadikan momen mereka menjadi berita di media.Adinda mendampingi Amanda, menuntun sang kakak berjalan bersama ibunya untuk diserahkan ke Satya Pranama."Nak Satya, tolong sayangi dan lindungi Amanda ya? Selama ini dia sudah hidup menderita," pinta Diajeng berurai air mata."Tentu Ibu, aku sangat mencintai Amanda," jawab Satya.Pernikahan yang sakral dan mengharukan, Adinda tak berhenti berdoa demi kebahagiaan sang kakak.Para tamu pun mengagumi kecantikan Amanda, sebagai artis semakin bertambahnya usia memang Amanda semakin cantik karena merawat tubuhnya dengan baik sampai menghabiskan biaya yang banyak.Adinda dan Amanda, meskipun terlahir dari rahim yang sama tetapi kepribadian mereka sangat bertolak belakang. Jika Amanda begitu mekar seperti bunga teratai yang penuh percaya diri, maka Adinda seperti putri malu yang jika disentuh sedikit langsung menutup diri."Adin
Pukul empat pagi MUA yang akan merias Amanda sudah datang. Adinda sebagai adik juga ikut membantu mempersiapkan kebutuhan kakaknya sebaik mungkin."Adinda, kamu cek lagi tas kakak kamu. Jangan sampai ada barang penting yang ketinggalan!" titah Diajeng."Iya, Ibu.""Setelah itu kamu masak makanan kesukaan kakak kamu, sebelum berangkat ke gedung pesta kakak kamu sudah harus sarapan!" timpal Diajeng lagi."Iya, Ibu."Pukul enam pekerjaan Adinda sudah selesai. Diapun segera mengambilkan kakaknya sarapan karena nanti setelah di gedung pesta pasti kakaknya tidak mau makan demi menjaga riasan. "Kak ayo makan dulu," ucap Adinda."Iya, Dek. Terima kasih banyak ya.""Kakak cantik sekali hari ini," timpal Amanda kagum."Karena make up nya bagus, nanti kamu kalau pakai make up juga cantik," balas Amanda.Saat Adinda mau keluar dari kamar kakaknya, tiba-tiba muncul Diajeng dari belakang."Adinda, kamu suapin kakak kamu dong. Jangan sampai gaunnya kotor!" sela Diajeng."Aku bisa makan sendiri, Bu
Adinda dan Amanda—Sebenarnya hubungan mereka selama ini baik. Meskipun mereka bukan dari ayah yang sama. Amanda menjadi sosok yang mengayomi, sementara Adinda adik yang patuh.Awalnya Adinda mengira jika ibunya lebih sayang terhadap kakaknya karena ayah kandung kakaknya bukan sosok ayah yang baik. Sementara ayah Adinda baik, masih memberikan perhatian sekalipun sekedar lewat telepon. Tetapi perbedaan itu semakin jelas ketika karir Amanda naik dan mendapatkan calon suami seorang CEO di agensi hiburan yang besar. Dan puncaknya malam ini, ketika ibunya memaksa dia untuk memenuhi permintaan Amanda yang dirasa keluar dari batas norma agama. Setelah bertengkar hebat Adinda menangis sambil memeluk bantal gulingnya, dalam hati bertanya-tanya apakah memang benar baktinya selama ini tidak pernah terlihat?Adinda dengan senang hati mencuci pakaian untuk ibunya, memasak, membersikan rumah dengan rapi, bahkan ketika ibunya sakit Adinda merawat sebaik mungkin, membersihkan bekas muntahan, memandi