Adinda memang sangat lapar, sebab siang tadi saat di pesta dia sama sekali tidak nafsu makan karena perkataan ibunya. Malam ini ibunya bersikap baik, bahkan sampai mengambilkan nasi goreng dan kue sehingga tekanan yang mengendap di benaknya menghilang.
"Sudah selesai mandi?" tanya Diajeng. "Sudah, Bu." "Ayo makan!" "Terima kasih, Ibu. Emh, ibu nggak mau makan sekalian?" tanya Adinda. "Sudah kenyang," balas Diajeng. Adinda tersenyum, diapun segera menyantap apa yang ibunya siapkan. "Ayo diminum teh hangatnya," sela Diajeng membantu mengambilkan gelasnya. Adinda sangat senang, pasalnya sudah lama ibunya tidak seperhatian ini. "Ibu kenapa malam ini berbeda sekali?" tanya Adinda heran. "Ibu hanya merasa lega, akhirnya kakak kamu sudah berhasil menikah dengan Satya. Dengan begitu kakak kamu tak perlu khawatir akan masa depannya lagi sebab semua terjamin. Sekarang Ibu tinggal memikirkan kamu." "Ibu tidak usah khawatir. Selain menjadi guru nanti aku akan membuka usahan sampingan," bujuk Adinda meyakinkan. "Rencananya kamu mau usaha apa?" "Aku sangat suka dengan sesuatu yang berhubungan dengan anak-anak. Aku ingin membuka toko khusus perlengkapan bayi dan anak-anak, akan aku jual secara online dan offline," ucap Adinda dengan semangat. "Tapi membutuhkan modal yang besar itu, kalau cuma buka kecil-kecilan nggak dapat untung. Karena kamu mesti harus menyewa toko, biaya operasional seperti menyewa karyawan," sela Diajeng. "Aku sudah berbicara dengan ayah dan Kak Rangga, mereka sangat mendukung dan akan memberikan semua modalnya." "Kamu beruntung masih memiliki ayah dan Kakak yang peduli. Sementara Amanda? Dia sampai mengorbankan dirinya sendiri demi karir, punya ayah pun sama sekali tidak berguna malah menyusahkannya," gumam Diajeng. "Tapi sekarang Kak Amanda punya Kak Satya yang akan selalu mendukungnya." "Kamu benar, itulah kenapa mereka tidak boleh sampai bercerai. Karena efek Satya sebagai CEO di agensi hiburan sangat berpengaruh untuk kesuksesan kakak kamu," balas Diajeng. "Kak Satya terlihat jelas mencintai Kak Amanda, begitu juga sebaliknya. Aku yakin mereka akan baik-baik saja," timpal Adinda. "Adinda ... " "Iya, Ibu?" "Ibu sayang sama kamu, maaf kalau selama ini terkesan ibu pilih kasih. Hanya saja kakak kamu membutuhkan perhatian yang lebih karena dia hanya punya ibu. Sedangkan kamu masih memiliki banyak orang yang sayang padamu selain ibu," tutur Diajeng. "Iya, Ibu. Aku mengerti kok." "Kamu memang anak yang baik, maaf dengan perkataan ibu yang kasar dan sangat menyakiti perasaan kamu ya?" bujuk Diajeng lagi. "Iya, Ibu. Aku sudah memaafkan Ibu. Aku juga sangat sayang sama Ibu." Usai selesai makan, ibunya memberikan sebuah pil. "Ini apa, Bu?" "Vitamin kesehatan, biar capek-capek kamu hilang. Ibu tadi juga sudah meminumnya," tutur Diajeng. "Baiklah, Ibu. Aku akan meminumnya sekarang." "Oh iya, kakak kamu beli parfum mahal-mahal tapi katanya suaminya nggak suka. Diberikan ke Ibu, tapi Ibu sudah terlalu tua untuk memakai aroma yang terlalu wangi," sela Diajeng lagi. "Ya sudah biar aku pakai saja, sayang kalau dibuang." Diajeng menyemprotkan parfum tersebut ke badan Adinda. " Bagaimana? Wangi sekali bukan?" "Iya, Ibu. Pilihan kakak memang selalu berkelas," ucap Adinda senang sambil memperhatikan botol parfumnya yang bentuknya juga cantik. Tetapi tiba-tiba saja Adinda merasa pusing. "Bu, kenapa kepala aku pusing ya?" tanya Adinda sambil memijat kepalanya. "Mungkin kamu kecapean, ayo Ibu bantu tiduran di kamar," bujuk Diajeng. Adinda pun patuh, dia segera rebahan di ranjangnya. Tubuhnya terasa lemas, tulang-tulang seakan menjadi jelly yang lunak. Bahkan untuk bergerak saja rasanya tidak memiliki tenaga. "Bu, AC nya mati ya? Kenapa panas sekali?" gumam Adinda. Meskipun Adinda memejamkan matanya, tetapi dia masih memiliki sedikit kesadaran. Dia mendengar ada suara kakaknya yang masuk ke dalam kamar. "Bagaimana, Bu?" "Sudah beres." "Ayo pindahkan Adinda ke kamar aku," ajak Amanda. "Ayo," balas Diajeng. "Bu, Kak, kalian mau bawa aku kemana?" lirih Adinda. "Maaf, Dek. Tapi Kakak tidak punya pilihan lain. Tolongin kakak sekali ini saja, kedepannya Kakak akan lebih sayang padamu dan membelikan apapun yang kamu mau," jawab Amanda. "Jangan, Kak. Aku nggak mau," tolak Adinda mencoba untuk melawan. Sayangnya tenaganya yang hilang tidak akan mampu melawan kakak dan ibunya. "Adinda, kamu masih punya ayah yang kaya raya. Tak masalah kalau kamu mendapat lelaki yang miskin. Tapi berbeda dengan kakak kamu, dia tidak punya siapa-siapa untuk diandalkan kecuali Satya," bujuk Diajeng. "Kenapa kalian jahat padaku, aku nggak mau," tangis Adinda. Sayangnya semua sudah terlambat, mereka memasukkan secara paksa Adinda ke sebuah kamar pengantin yang remang-remang. Dia di kunci dari luar. Adinda mencoba menggedor-gedor pintu, tetapi mereka sama sekali tidak peduli. "Kak ... Ibu ... Kenapa kalian tega sama aku," tangis Adinda. Efek obat semakin kuat, Adinda tidak tahan lagi. Kesadarannya semakin lama semakin memudar. Dia butuh sesuatu yang bisa melepaskan dahaga hasratnya. Adinda tidak bisa menopang tubuhnya sendiri, dia bersandar pada pintu sambil memeluk dirinya sendiri yang sangat membutuhkan sentuhan. "Apa yang sudah Ibu berikan padaku? Kenapa aku jadi begini?" gumam Adinda.Betapa selama ini Adinda sudah banyak menelan pil pahit, itulah kenapa Satya berusaha untuk membahagiakan sang istri agar bisa melupakan masa lalu. "Kenapa mataku ditutup?" tanya Adinda heran. "Tunggu sebentar," pinta Satya.Hari ini memang bukan ulang tahun Adinda, tetapi Satya memberikan surprise berupa banyak hadiah dari kalung, bunga, kue dan juga boneka. Satya tahu, jika selama ini selalu dibeda-bedakan oleh ibunya. Adinda yang sederhana tidak pernah meminta apapun, memakai baju pun pasti bekas milik kakaknya.Setelah semua siap di atas meja, Satya pun mengajak istrinya pindah duduk di sofa. "Sekarang baru boleh buka matanya," tutur Satya.Adinda melepaskan penutup mata secara perlahan, setelah melihat apa yang ada dihadapannya diapun sampai menganga. "Apa ini? Kenapa ada banyak hadiah?" tanya Adinda heran."Ini hadiah untuk istri dan seorang mama yang hebat seperti kamu. Terima kasih sudah merawat aku dan anakku dengan baik," ucap Satya memeluk sang istri penuh kasih sayang
Andika kini sudah berusia empat bulan, anak tampan itu sudah mulai bisa tertawa menggemaskan. Satya yang dulu suka pergi keluar kota, kini tidak betah lama-lama meninggalkan rumah. Tentu karena ada istri dan putranya yang selalu dia rindukan. Malam ini adalah malam ulang tahun Adinda, itulah kenapa Satya sepulang bekerja dari kantor mampir ke toko perhiasan untuk membelikan istrinya hadiah berupa kalung berlian. Bahkan saat melewati tokonoakaian dalam, Satya melihat lingeri warna merah muda. Satya sudah bisa membayangkan jika istrinya memakai itu pasti akan sangat cantik.Selain itu dia juga sudah memesan kue ulang tahun. Malam ini—dia ingin memberikan kejutan. Tetapi sesampainya di rumah, bukan sambutan manis seperti biasa yang dia dapatkan. Melainkan tatapan dingin dari sang istri yang membuat Satya merasa heran.Satya mengira jika Adinda marah karena dia pulang telat, itulah kenapa Satya pura-pura tidak menyadari jika istrinya tengah kesal. "Kamu sudah makan malam?" tanya Satya
Di gundukan tanah pemakaman yang belum kering, Adinda menaburkan bunga untuk tempat peristirahatan terakhir kakaknya. Nyatanya dia menangis setelah kepergian Amanda, meski luka kecewa itu juga belum sembuh secara total. "Kak, aku tahu jadi kamu pasti sakit. Karena orang yang kamu cintai kini malah menjadi suami adikmu sendiri. Tapi aku tidak menyangka kamu akan senekat ini, mengakhiri hidup dengan cara yang tragis. Andai kamu tahu, meskipun aku dulu selalu iri karena kamu mendapat perhatian lebih dari ibu tapi aku juga menyayangimu. Aku selalu berharap kamu hidup bahagia, tapi kamu sendiri yang memilih jalan salah," gumam Adinda sembari meneteskan air matanya. Satya yang berada di sisi Adinda hanya diam saja, sudah tidak ada hal yang ingin dikatakan pada mantan istrinya—Amanda. Karena memang semuanya sudah selesai.Kalau dikatakan apakah kini Satya bisa move on sepenuhnya dari Amanda? Jawabannya adalah iya. Cinta Satya hanya untuk istri dan putranya semata."Adinda, ayo kita pulang
Setelah mendengar jikalau Adinda menerima lamaran dari Satya. Prilly dan juga Rangga saling berpelukan dengan perasaan bahagia, bibir keduanya tidak henti mengucapkan syukur kepada pemilik alam semesta yang sudah membuat hati Adinda luluh akan perhatian Satya.Apalagi Mahardika, sebagai seorang ayah sampai sujud syukur karena akhirnya Adinda mau membuka hati. Dengan begini beban di hati Mahardika telah hilang.Satya tidak pernah menduga jikalau Adinda akan menerima lamaran darinya kali ini, Satya merasa sangat bahagia sekali dia segera beranjak menghampiri bayi mungil yang kini ada di dekapan ibunya.Satya berulang kali mencium. pipi gembul Andika. Bayi kecil itu bergeliat karena merasakan geli akibat ciuman papanya yang bertubi-tubi."Sudah Mas, nanti Andika bangun," kata Adinda menegur calon suaminya tersebut dengan suara yang terdengar rendah."Aku sangat bahagia, Adinda. Terima kasih, ucap Satya.Saking bahagianya, tadi Satya reflek ingin memeluk Adinda. Karena sadar jika mereka
Beberapa hari merawat Andika, sekarang Satya sudah tidak canggung lagi menggendong putranya dan nampak begitu luwes.“Kasihan dia habis menangis tadi, pasti karena karena ASI aku nggak lancar," ucap Adinda sedih, merasa bersalah sebagai seorang ibu tidak bisa memberikan yang terbaik."Aku sudah membelikan kamu vitamin penyubur ASI. Ayo aku suapi makan, Mama sudah memasak sayuran daun katuk yang juga bagus buat ASI."kata Satya dengan menatap Andika dan detik berikutnya dia mulai mengalihkan pandangan pada Adinda yang kini sedang mendekap bayi mereka."Iya, aku bisa makan sendiri. Kamu sebaiknya gendong Andika saja, dia kalau di taruh di tempat tidur menangis," cicit Adinda.Suara ketukan pintu dari luar ruangan ini mengalihkan perhatian mereka berdua dari bayi mungil itu. Satya dan juga Adinda menatap ke arah Dokter yang baru saja berjalan masuk ke dalam ruangan ini.Dokter tersebut segera memeriksa kondisi Adinda. “Bagainana keadaan istri saya dokter?” tanya Satya setelah dia berdi
Usai mengadzani anak lelakinya, Satya keluar ruangan karena gantian dengan mamanya yang ingin melihat cucunya. Satya pagi tadi datang ke Yogyakarta bersama mamanya.Sebenarnya Satya ingin menjaga Adinda, tetapi Mahardika terus membujuknya untuk makan terlebih dahulu. Karena memang sejak pagi ini Satya belum makan, lebih tepatnya tidak nafsu makan. Tetapi bukannya ke kantin, Satya malah merokok di luar rumah sakit. Dia nampak frustrasi.“Satya, kenapa kamu malah di sini?" tanya wanita paruh baya itu sembari menatap ke arah putranya yang baru saja mematikan rokoknya.“Aku tidak nafsu makan, Ma."“Ada apa? Bukankah kamu seharusnya senang karena anak kamu sudah lahir dengan selamat?"” tanya Haryani yang bisa melihat kecemasan di wajah putranya tersebut.“Aku tidak tahu, kenapa hati ini tiba-tiba merasa cemas. Aku takut karena sampai detik ini Adinda masih menolak aku. Ma, aku takut kalau Adinda nanti menikah dengan lelaki lain, terus anak aku memanggil lelaki lain sebagai papa, aku sungg