Begitu lampu menyala, Mahesa melihat Athalia telah tidur miring di atas sofa panjang yang ada di ruang tengah. Ternyata wanita itu menungguinya pulang.
“Athalia?”
Mahesa menghampiri sofa tempat dimana tubuh Athalia terbaring. Menunduk di sampingnya dan menyibak rambut yang menghalangi wajah cantik Athalia.
Melihat Athalia yang begitu tenang dalam tidurnya, membuat Mahesa tak kuasa untuk menarik kedua ujung bibirnya, melengkungkan senyum manis.
"Bukankah sudah kubilang jangan menungguiku pulang. Tapi kau sangat keras kepala," gumam Mahesa. Tapi tangannya menyusup ke bawah tubuh Athalia, lalu mengangkatnya ke dalam gendongan.
Sebelum kemudian kakinya menapaki tangga sambil menggendong Athalia. 
"Dengar, Athalia. Sampai kapanpun aku masih ayahmu. Dan tidak ada satu pun yang bisa mengubah hal itu. Tega sekali kalian mencampakkan Ayah, meninggalkan Ayah sendirian di dalam kontrakan kumuh itu. Ayah kebingungan mencari keberadaan kalian. Untung saja Ayah mendapat informasi dari temanmu kalau kalian pindah ke sini."Athalia memutar bola matanya jengah mendengar penuturan Baron. Tingkah lelaki paruh baya itu memang selalu membuat Athalia sebal. Sebab yang Baron lakukan hanya membuat ibu dan adiknya susah. Tak pernah sekalipun Baron bersikap tanggung jawab selayaknya seorang Ayah."Katanya ... sekarang Yasna sudah sembuh? Benarkah? Kalian dapat uang darimana sampai bisa membayar biaya transplantasinya? Hmm? Mengapa tidak memberitahukannya pada Ayah? Ayah adalah ayah biologisnya Yasna, Ayah juga berhak tahu darimana uang itu didapat?" pertanyaan Ba
Karena merasa lelah, Athalia hanya menatap makanan itu dan beranjak ke kamarnya dengan Mahesa.Saat membuka pintu kamar pun, lelaki itu tidak ada di sana. Athalia celingukan mencari Mahesa di balkon, tetapi hanya ada kursi dan meja kosong di sana."Apa mungkin Mahesa sedang mandi?" gumamnya bertanya-tanya.Athalia menempelkan telinga kanannya ke daun pintu, lalu suara gemercik air terdengar dari dalam."Jadi dia memang sedang mandi," ucapnya lega.Setelah itu, Athalia melepaskan tas slempangnya dan menaruhnya di atas nakas."Hahh ... Malam ini betul-betul sangat melelahkan. Kenapa Ayah harus datang lagi menemui kami. Semoga saja dia tidak akan m
Athalia perlahan membuka matanya, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.Tidak. Saat ini Athalia tidak sedang berada di dalam kamar mandi tempat dimana sebelumnya dirinya tak sadarkan diri, melainkan Athalia sudah berada di dalam kamar Mahesa. Bahkan Athalia pun tidur nyaman di atas ranjang besar itu."Siapa yang menggendongku ke sini? Apakah Mahesa yang melakukannya?" Athalia terkejut, mengubah posisinya menjadi duduk. Tapi kemudian ia membuang napas pelan saat menyadari bahwa pertanyaannya amat konyol.Tentu saja Mahesa yang sudah menggendongnya ke kamar. Sebab di dalam apartmen itu tidak ada lelaki selain Mahesa yang memiliki tenaga cukup untuk membopong tubuh Athalia.Athalia meraba perutnya, ia baru menyadari bahwa bathrobe
Perjalanan pulang dari kantor menuju ke apartmen, Athalia merasa gelisah duduk di samping Mahesa.Pasalnya, sampai detik ini pun lelaki itu masih marah padanya."Oh iya, pelayanmu bilang, katanya persediaan apel sudah mau habis di kulkas. Nanti kau akan belanja buah apel di mana? Di toko buah, atau di supermarket?" tanya Athalia, yang sebenarnya hanya ingin memancing Mahesa untuk bicara.Tapi sayangnya lelaki itu tetap diam, tidak menggubris Athalia sama sekali. Matanya tetap lurus ke depan, dimana jalanan terhampar di sana.Diamnya Mahesa membuat Athalia menggigit pelan bibir bawahnya."Mahesa masih marah. Sampai sekarang dia masih mengabaikanku. Sebesar itukah kesalahan yang kulakukan, sa
"Mahesa! Jangan!" karena Athalia tahu dosis obat tidur yang hendak Mahesa minum lebih dari dosis kewajaran, maka Athalia berteriak dan mendorong tangan Mahesa hingga obat itu berakhir berhamburan di lantai."Athalia! Kau ini kenapa?!" sentak Mahesa marah. Matanya berkilat menatap tajam ke arah Athalia."Kau akan meminum obat tidur dengan jumlah yang melebihi dosis? Apa kau sudah gila, Mahesa? Bagaimana jika kau mati?!" karena ketakutannya, Athalia balas membentak Mahesa.Athalia bukan takut akan dimarahi oleh lelaki itu. Tetapi Athalia lebih takut jika Mahesa sampai overdosis obat-obatan."Bukan urusanmu! Lagipula jika pun aku mati, tidak akan ada satu orang pun yang peduli!""Kau salah! Tentu saja ada orang yang sangat
Athalia menelan salivanya. “Maaf, Tuan. Tapi ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda. Katanya dia juga sudah membuat janji dengan Anda,” ucap Athalia.Mahesa mengerutkan alisnya. Benaknya bertanya-tanya tentang siapa kiranya orang yang ingin bertemu dengannya?“Aku tidak merasa sudah membuat janji temu dengan siapapun.” Mahesa mengelak. “Memangnya siapa nama orang itu?”“Namanya Nona Kiran Ardelia. Dan dia juga sudah ada di sini, Tuan.”“Kiran Ardelia?” ulang Mahesa, matanya melebar seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Athalia.Kiran? Bukankah Kiran itu adalah wanita yang hendak dijodohkan dengannya oleh Leuwis?
“Hhh … sebelumnya tidak pernah ada lelaki yang menolak pesonaku. Tapi Mahesa? Sulit sekali untuk menaklukannya. Sebenarnya wanita seperti apa yang disukai oleh lelaki itu.” melangkah melewati koridor kantor, Kiran terus saja menggerutu kesal. Dia teringat dengan penolakan Mahesa yang terang-terangan.Saat akan memasuki lift, tiba-tiba seorang OB menyerukan namanya. OB itu setengah berlari dari belakang untuk menyusul Kiran.“Nona Kiran! Nona Kiran!”Merasa dipanggil, Kiran pun membalikan tubuhnya dan keningnya berkerut melihat seorang OB itu kini berdiri di depannya dan menatapnya dengan senyum sumringah.“Ada apa?” tanya Kiran, melipat kedua tangannya di depan dada.“Nama saya Intan, Nona. Saya fans beratnya Nona Kiran. Bolehkah saya berfoto sebentar saja?” tanpa menunggu jawaban dari Kiran, Intan segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, kemudian dia berdiri di samping Kiran dan me
"Ayah tidak akan pergi, Athalia. Justru Ayah datang ke sini karena ingin mencarimu. Ayah ingin mengingatkanmu soal Haris. Kemarin Ayah berhutang lagi padanya, dan dia masih menginginkanmu sebagai pelunasan atas semua hutang-hutang Ayah. Ayah mohon, Athalia. Bantulah Ayah. Kau anak yang baik. Kau pasti tidak akan mungkin membiarkan ayahmu berada dalam kesusahan," pinta Baron sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Athalia menggeleng tegas. "Haris lagi? Bagaimana aku bisa membantu Ayah dari kesusahan, sedangkan Ayah sendiri membuat hidupku susah? Kau itu seorang Ayah. Tidak ada satu pun ayah di dunia ini yang akan menjadikan anaknya sebagai taruhan di atas meja judi selain kau!""Ayah sendiri yang sudah membuat masalah, 'kan? Maka Ayah juga yang harus menyelesaikannya! Maaf, Ayah. Aku tidak mau memberikan diriku pada teman Ayah yang bernama Haris itu. Untuk yang kesekian kalinya, aku minta Ayah pergi dari sini. Jangan sampai Ayah membuat masalah lalu aku