Jovan sepertinya menjagaku cukup lama.
Dia mengangkat tangan dan menyentuh pipiku yang kuyu dan kurus.
Tiba-tiba, dokter masuk dengan tergesa-gesa. Dia memegang hasil tes dengan wajah terkejut sekaligus gembira. Dia berkata, “Pak Jovan, bagus sekali. Nyonya .…”
Tepat pada saat itu, ponsel Jovan berdering.
Dia segera menyuruh dokter diam, lalu mengangkat telepon.
Entah apa yang dikatakan Jenny di seberang sana, dia langsung berdiri dan bergegas pergi.
Dokter secara otomatis ingin mengejar, tetapi dihalangi oleh penjaga.
“Apa kamu yakin mau pergi? Kalau sampai mengganggu kencan Pak Jovan dan Nona Jenny, riwayatmu akan tamat.”
“Tapi … Nyonya hamil. Saya rasa Pak Jovan harus tahu kabar ini. Jika Nyonya dikurung di penjara bawah tanah, bayi ini mungkin akan dalam bahaya!”
“Hamil?”
Para penjaga semua melebarkan mata.
Namun detik berikutnya, mereka mencibir, “Sebaiknya kamu jangan cari gara-gara. Pasti kamu sudah dengar soal Pak Feri, ‘kan? Kalau begitu, kamu juga harus tahu akibat dari melindungi Yuna.”
“Lagi pula, meskipun kamu memberitahu, Pak Jovan belum tentu percaya. Kalau pun dia percaya, dia nggak akan luluh, karena sekarang semua orang di Klan bilang Pak Jovan sudah nggak mencintainya. Kalau sampai kamu menyinggung Nona Jenny, riwayatmu pasti akan tamat. Jadi, kamu harusnya tahu mana yang harus kamu pilih.”
Para staf medis saling pandang, akhirnya membuang hasil tes itu ke tempat sampah.
Jovan mengira dengan menembak Pak Feri, dia bisa menghentikan rumor menyebar. Padahal, itu hanya akan membuat mereka semakin takut membicarakannya di depannya.
Rumor akan semakin memanas, dia juga semakin tidak mungkin mengetahui kebenarannya.
Seperti itulah, aku dilemparkan ke penjara.
Aku tidak disuruh makan sisa-sisa makanan, melainkan dilayani dengan baik. Makanan mewah tidak berkurang sedikit pun dibanding sebelumnya.
Para penjaga seketika kebingungan. “Apa yang dipikirkan Pak Jovan? Bukannya ini hukuman untuknya? Kenapa rasanya ada yang aneh?”
“Kurasa mungkin Nona Jenny yang memohon ampun, dia ‘kan baik hati.”
“Masuk akal juga. Sekarang Pak Jovan hanya mendengarkan Nona Jenny. Ini pasti karena permintaan Nona Jenny.”
“Nona Jenny memang orang yang sangat baik. Andai saja dia yang menjadi Nyonya, dia pasti akan baik pada kita.”
Aku meringkuk di sudut, mendengarkan dengan tenang dan hanya merasa geli di dalam hati.
Mustahil Jenny yang melakukan ini, karena dia lebih berharap aku mati di penjara bawah tanah daripada siapa pun.
Faktanya memang begitu. Tak lama kemudian, dia mendobrak pintu penjara bawah tanah dengan marah.
Matanya merah, terlihat seperti baru menangis lama sekali.
“Kenapa? Kenapa dia hanya menganggapku mainan?!” Dia berteriak sambil menangis histeris ke arahku. Tatapannya seakan ingin memakanku hidup-hidup.
Jenny mengira dengan dikurungnya aku di penjara bawah tanah, Jovan benar-benar tidak menginginkanku. Jadi, dia memberanikan diri meminta Jovan agar dia secara resmi menjadi istrinya.
Tetapi Jovan tidak setuju. Bukan hanya itu, dia bahkan marah pada Jenny untuk pertama kalinya.
“Dia bahkan bilang nggak mau menceraikanmu .… Kenapa? Hanya karena aku adiknya? Padahal kami bukan saudara kandung!”
Jenny menangis tersedu-sedu sambil berkata, “Jadi pada akhirnya, dia hanya menginginkan tubuhku saja? Menurutmu, apa setelah pernikahan ini selesai, setelah anak ini lahir, dia akan meninggalkanku? Nggak … itu nggak boleh terjadi, aku nggak akan mengizinkannya!”
Dia tiba-tiba mendongak, menatapku dengan tatapan kejam. “Asal kamu mati, Kak Jovan pasti akan mencintaiku seorang!”
Aku mengerutkan kening, mau tak mau mundur selangkah dan berkata, “Apa yang mau kamu lakukan?”
Tangannya yang gemetar mengeluarkan pisau kecil dari sakunya. Mataku langsung menyipit.
Detik berikutnya, pisau itu langsung menusuk perutku. Darah mengalir deras.
Aku memegangi perutku, menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
Cinta cacat macam apa yang membuat seorang gadis muda sepertinya memutuskan untuk menjadi pembunuh?
Sebelum aku sempat bereaksi, sehelai kain hitam menutupiku.
Aku diangkat oleh beberapa orang keluar dari penjara bawah tanah. Dalam guncangan itu, aku benar-benar pingsan.
Namun, tak kusangka saat aku membuka mata lagi, Pak Feri yang menjagaku di samping dan ada seorang penjaga yang berdiri di dekatnya.
Aku langsung memeluknya. Air mataku mengalir tak terbendung.
“Syukurlah, beberapa orang yang mengangkatmu kebetulan adalah orang kepercayaanku. Kalau bukan karena orang itu, Nona pasti .…”
Suaranya bergetar hebat, dia juga terlihat sangat ketakutan.
Aku menepuk punggungnya untuk menenangkannya, mengatakan aku baik-baik saja. Tapi wajahnya tetap terlihat buruk, seolah ada yang ingin dia katakan tapi tertahan.
“Nona … anak Anda .…”
“Aku tahu.”
Aku sudah tahu sejak aku bangun.
Detak jantung yang kukenal itu telah hilang.
Namun, alih-alih bersedih, aku lebih merasa lega.
“Nona, waktu penerbangan yang dijadwalkan akan segera tiba.”
Pak Feri mengingatkanku dari samping.
Awalnya, aku masih merencanakan cara untuk melarikan diri, tak kusangka Jenny membantuku.
Meskipun harus dibayar dengan nyawa anak ini...
Pak Feri juga harus kehilangan satu kaki karenaku.
Bisa dibilang, dalam pernikahan ini, aku kalah telak.
Tapi aku tidak akan membiarkan Jovan lolos begitu saja.
Aku meletakkan embrio kecil itu di dasar kotak dan menyerahkannya kepada penjaga itu.
“Di pernikahan Pak Jovan besok, pastikan ini terkirim tepat waktu.”
“Dan sampaikan kata-kata dariku, selamat atas pernikahan keduanya.”
(Sudut Pandang Orang Ketiga)
“Pak Jovan, Pak Feri yang dirawat di rumah sakit hilang!”
Dokter berkata dengan tergesa-gesa, tetapi Jovan bahkan tidak mengangkat kepalanya, hanya bergumam pelan, “Dia hanya orang yang tidak penting, pergilah.”
Namun, dokter tidak pergi.
Baru saat itulah, dia mendongak.
Dokter ragu-ragu, lalu berkata, “Pak Jovan, sebenarnya ada satu hal yang ingin saya sampaikan, Nyonya .…”
“Cukup, aku nggak mau tahu tentang dia.”
Mendengar nama itu, Jovan dengan tidak sabar memotongnya.
Dokter pun menghela napas dan pergi dengan bijak.
Dada Jovan naik turun dengan hebat. Dia sendiri tidak tahu ada apa dengannya. Begitu mendengar nama Yuna, hatinya langsung terasa sakit.
Dia teringat lagi wajah Yuna yang setenang air saat mendengar jawabannya.
Seolah-olah … dia sudah tahu kebenarannya sejak lama.
Tidak, itu sama sekali tidak mungkin. Jovan segera menepis pikiran itu.
Mengingat kepribadian Yuna, jika dia tahu Jovan selingkuh, dia pasti akan hancur dan mengamuk, tidak mungkin setenang itu.
“Kakak .…” Suara Jenny memotong lamunan Jovan.
Dia segera tersadar, tetapi nadanya tidak sehangat dulu, “Ada apa?”
Jenny terkejut sejenak, lalu memaksakan senyum yang buruk. “Nggak ada apa-apa, hanya ingin memberitahumu kalau para tamu sudah lengkap. Kita harus pergi ke lokasi pernikahan.”
Jovan pun bergumam pelan, mengikat dasinya dengan santai.
Gimanapun, tamu-tamu terhormat ini hanyalah aktor yang dia undang.
Mengatakan ini adalah pernikahan, hanyalah obat penenang untuk Jenny.
Dia khawatir penolakannya akan membuat Jenny nekat mengungkap hubungan mereka, jadi dia harus menenangkan wanita itu terlebih dahulu.
Dia tidak pernah berpikir untuk menikahi Jenny. Atau lebih tepatnya, di hatinya, posisi Nyonya akan selamanya menjadi milik Yuna.
Dia pintar, dewasa, dan bakat serta kepribadiannya tidak bisa dibandingkan dengan Jenny.
Hanya saja kehidupan seks yang monoton selama bertahun-tahun, membuatnya ingin mencari udara segar.
Begitu lelah bermain, dia akan mengirim Jenny ke luar negeri dan mengurungnya, lalu kembali ke sisi Yuna.
Memikirkan hal ini, hatinya sedikit tenang.
“Ambilkan dasi ungu itu.” Dia menoleh ke pelayan.
Pelayan itu segera pergi mencari di ruang penyimpanan. Setelah lama, dia kembali. “Pak Jovan, dasi itu tidak bisa ditemukan.”
Jovan terkejut sejenak, tetapi tidak terlalu memikirkannya. “Kalau begitu, ambil saja yang mana pun.”
Tiga puluh menit kemudian, dia berangkat ke lokasi pernikahan. Sebelum pergi, dia memanggil asistennya, “Pergi ke lantai B2 dan pastikan nggak ada seorang pun yang bisa masuk.”
Setelah itu, dia naik mobil, memasang senyum yang hanya dimiliki pengantin pria.
Di pulau kecil itu, suasana tampak meriah. Jenny mengenakan gaun pengantin berharga mahal dan berjalan ke arahnya.
Mereka mengucapkan janji pernikahan di depan pendeta, lalu berpelukan dan berciuman di bawah tatapan semua orang.
Tak lama kemudian, semua orang memberikan ucapan selamat dan menyerahkan hadiah pernikahan mereka.
Jenny dengan gembira membuka hadiah-hadiah itu. Jovan hanya berdiri di samping, mengawasi dengan dingin.
Lagi pula, semua hadiah ini sudah dia siapkan sebelumnya.
Tiba-tiba, pandangannya tertuju ke sudut dan dia tertegun.
Itu adalah kotak hadiah yang asing.
Jovan mengerutkan kening, maju, dan mengambil kotak itu.
Kotak itu sangat polos, dengan tulisan kecil di sudut kanan bawah.
[Sampai jumpa lagi di kehidupan selanjutnya.]
“Apa ini? Kenapa terlihat sangat menyedihkan?” Jenny mengerutkan kening, secara otomatis ingin membuangnya.
Tepat pada saat itu, Jovan menahan tangannya. Dia menatap tulisan itu, jantungnya seakan diremas.
Dia membuka kotak hadiah itu dengan tangan gemetar. Tiba-tiba tubuhnya menegang.
Di bagian paling atas kotak, ada selembar kertas tipis.
[Surat Perjanjian Cerai]
Dia mengambil surat itu dengan tangan gemetar. Pandangannya langsung tertuju pada bagian akhir kertas itu. Saat itu, seluruh dunia seakan berhenti.
Karena di sana tertera jelas dua nama.
[Yuna Juniar]
[Jovan Gunawan]
Dinyatakan sudah bercerai.
Kepala Jovan terasa pusing. Pemandangan di depannya benar-benar membuatnya kehilangan kemampuan untuk berpikir.
Dia melihat tanda tangannya sendiri di surat perjanjian cerai itu. Tulisan tangan itu jelas miliknya, tetapi dia sama sekali tidak ingat kapan dia menandatanganinya.
Ulang tahun Yuna!
Tagihan-tagihan itu!
Pikiran Jovan kacau balau. Dia memeluk kotak itu dan tidak bisa bergerak.
“Kakak, ada apa?” Jenny mendekat. Dia juga terkejut saat melihat kata-kata Surat Perjanjian Cerai.
Dia jelas tidak menyangka Yuna akan mengambil inisiatif untuk meninggalkan Jovan. Bagaimanapun juga, Jovan adalah Ketua Mafia, pria yang diimpikan banyak wanita.
Jovan mengabaikan Jenny. Saat ini, hanya Yuna yang ada di pikirannya. Dia mulai mengobrak-abrik kotak itu lagi. Semakin dia mengobrak-abrik, semakin keningnya berkerut.
Isi kotak itu adalah “sampah”: boneka yang pecah, perhiasan yang rusak, dan kalung palsu tanpa ukiran lucky itu.
Ini semua adalah hadiah yang dia dan Yuna berikan satu sama lain, kenangan yang dia simpan di ruang penyimpanan.
Perasaan tidak enak tiba-tiba muncul di hati Jovan. Dia memeluk kotak itu dan berjalan keluar.
“Ke ruang bawah tanah.”
Namun, tepat pada saat itu, pintu yang tertutup rapat terbuka.
Sekelompok orang berpakaian mewah berbondong-bondong masuk.
Wajah Jovan berubah drastis, karena orang-orang ini adalah tokoh terkemuka di masyarakat.
Mengapa mereka ada di sini? Bukankah dia tidak mengundang mereka?
Para tamu berjalan serempak ke aula, mengamati lokasi pernikahan ini dengan terkejut.
Karena semua tempat duduk sudah penuh, hampir tidak ada satu pun kursi kosong.
Mereka menatap Jovan dengan bingung dan berkata, “Eh? Pak Jovan, bukannya Anda mengundang kami untuk menghadiri jamuan, kenapa Anda nggak menyisakan tempat untuk kami?”
“Benar, bukannya hari ini ada perjamuan? Kenapa dekorasinya terlihat seperti acara pernikahan?”
Para tamu saling pandang sambil memegang undangan, wajah mereka dipenuhi kebingungan.
Tiba-tiba, layar besar berkedip dan mulai memutar video-video Jovan dan Jenny.
“Kakak, andai aku tahu kamu sehebat ini, aku akan memberikan keperawananku padamu sejak kecil.”
“Kakak, cepat katakan, aku wanita yang paling kamu cintai di dunia, ‘kan?”
“Ya, aku paling mencintaimu.” Jovan terdengar terengah-engah.
“Dibandingkan dengan Kakak Ipar? Lebih suka aku juga, kan?”
“Tentu saja, aku paling mencintaimu.”
…
Para tamu yang tadinya ramai tiba-tiba terdiam, detik berikutnya, suasana menjadi heboh.
“Astaga, apa ini? Pak Jovan selingkuh? Dan dengan adiknya sendiri?”
“Nggak hanya itu, lihat wanita yang memakai gaun pengantin di atas panggung, bukannya itu yang ada di video?”
“Menikah dengan adik sendiri? Astaga, ini keterlaluan!”
Wajah Jovan suram. Layar berkedip, menampilkan tangkapan layar riwayat obrolan yang padat.
Pameran karya Jenny terungkap satu per satu di depan semua orang.
[Kamu nggak bisa mempertahankannya, hanya aku yang bisa berada di sisi Kakak.]
Para tamu langsung heboh. Wajah Jenny pucat pasi, bibirnya gemetar tak terkendali.
“Yuna, dasar jalang licik!”