Share

Bab 6

Setiap perkataan perawat itu menyiratkan sindiran kepada Kyra. "Kalau kamu nggak berencana mau operasi, bawa pulang saja dia. Untuk apa dibiarkan di rumah sakit kami? Ini namanya sedang menyalahgunakan sumber daya umum."

Padahal perawat ini baru saja menerima sogokan darinya dengan tersenyum semringah, tapi sekarang malah bersikap seketus ini pada Kyra. Namun saat ini Kyra tidak ada waktu untuk menyalahkan orang lain. Dia juga mengerti bahwa tidak ada orang di dunia ini yang akan membantu orang asing tanpa imbalan apa pun.

Karena takut ibunya akan dipersulit, Kyra terpaksa berbohong, "Uangnya sudah bisa ditransfer sebelum malam ini."

"Oh ya?" Nada bicara perawat itu terdengar agak kaget.

"Tunggu saja uangnya." Setelah berkata demikian, Kyra menutup panggilan itu dan menelepon Deven. Dia ingin menyuruh Deven pulang untuk membahas masalah perceraian. Satu-satunya pegangan Kyra saat ini adalah perceraiannya dengan Deven.

Ironisnya, hal terakhir yang menghancurkan pernikahannya ternyata adalah uang 10 miliar. Kyra pergi ke sebuah toko fotokopi di pinggir jalan dan mencetak surat perceraian yang terbaru. Dia mengubah persyaratan perceraiannya, kemudian mengemudikan mobilnya ke Grup Scott.

Deven adalah seorang maniak kerja. Dia tidak suka bersosialisasi dengan orang lain dan selalu menghabiskan waktunya untuk lembur. Kyra sengaja memilih waktu pulang kerja untuk mengunjunginya. Di saat seluruh lampu gedung sudah dimatikan, hanya tersisa ruangan kantor Deven yang lampunya masih menyala.

Sejak perselisihannya dengan Deven terakhir kalinya, Kyra tidak pernah lagi datang ke Grup Scott. Grup Scott yang dulu hanya merupakan bangunan dua lantai. Tak disangka, di bawah pimpinan Deven sekarang, perusahaan mereka telah berkembang menjadi sebuah gedung besar.

Di layar gedung Grup Scott yang besar, terpampang sebuah foto yang berukuran sangat besar. Pria di foto itu adalah suaminya. Perawakannya ramping dan tinggi, dia mengenakan jas dan sedang duduk di kursi dengan kedua kakinya yang disilangkan. Ekspresinya tampak datar dan tatapannya sangat tajam. Sekujur tubuhnya memancarkan aura yang elegan.

Aura manusia memang selalu ditentukan penampilannya. Saat Kyra baru pertama kali mengenal Deven, pria itu mengenakan sebuah kemeja yang warnanya telah luntur dan sedang makan makanan murahan. Siapa sangka, pria yang dulunya rendah diri dan pendiam itu akan menjadi seangkuh dan setangguh ini sekarang?

Kyra tidak punya waktu untuk bermuram durja. Hal terpenting saat ini adalah mencari Deven dan meminjam uang untuk biaya operasi ayahnya.

Saat Kyra mendorong pintu ruangan Deven, pria itu berkata, "Kamu pulang saja dulu. Nggak usah pedulikan aku."

Pria yang mengenakan kemeja putih dan rompi hitam itu berbicara dengan nada yang sangat lembut. Kyra terkejut sesaat mendengarnya. Ternyata perlakuan Deven terhadap bawahannya bahkan lebih baik daripada terhadap dirinya.

Saat Deven mendongak dan melihat sosok Kyra yang sedang berdiri di sana, ekspresinya sontak berubah drastis. Dia memicingkan mata dan menyunggingkan senyuman sinis. "Bukannya kamu bilang, harus langkahi mayatmu dulu kalau ingin menyuruhmu menyerahkan posisimu sekarang? Kenapa masih belum mati saja kamu sudah datang sendiri?"

"Deven, berikan aku 10 miliar," pungkas Kyra mengajukan syaratnya dengan terus terang.

Deven tidak terlalu peduli dengan kedatangan Kyra. Namun, dia menatap Kyra dengan sinis dan menyindirnya, "Memangnya kamu pantas dihargai 10 miliar?"

Kyra memang tampak tenang saat ini, tetapi tangannya yang memegang surat cerai di belakang punggungnya telah gemetaran. Tidak ada yang lebih memahami Deven dari dirinya, pria tampan di hadapannya ini hanyalah seorang pengkhianat dan serigala berbulu domba.

Kyra membuka lembaran surat perceraian itu, lalu meletakkannya di hadapan Deven. "Ini adalah surat cerai yang sudah kurevisi."

"Memangnya apa hakmu negosiasi denganku? Kyra, dari mana kepercayaan dirimu ini?" Deven bahkan tidak melirik surat perceraian itu sama sekali. Dia hanya menatap Kyra dengan tatapan meremehkan.

"Karena orang yang disukai Pak Deven adalah sahabatku, Irish. Kamu ingin menikahinya dan memberinya sebuah keluarga."

Deven tetap terlihat tenang seperti biasanya. Jarinya yang ramping mengelus dagunya sejenak. Suasana di ruangan itu tiba-tiba menjadi hening. Kyra merasa sangat lelah berpura-pura tersenyum di hadapannya.

"Deven, hanya dengan 10 miliar saja kamu sudah bisa mencampakkanku."

Deven menatapnya dan mendengus, "Ternyata kamu begitu memedulikan si tua bangka Nelson itu ya."

"Deven, setidaknya kamu harus sedikit menghormati mertuamu. Mengenai persyaratan perceraian, kita bisa bahas lebih lanjut." Kyra mengepalkan tangannya dengan erat saat berkata demikian. Namun akal sehatnya tetap menyuruhnya untuk menahan emosi. Di saat-saat penting seperti ini, Deven adalah harapan satu-satunya bagi Kyra.

Ekspresi Kyra masih tetap tenang dan nada bicaranya juga terdengar lembut. Namun begitu ucapan itu dilontarkan, Deven langsung mengambil surat perceraian itu dan merobeknya, lalu membuangnya ke tong sampah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status