Share

Bab 8

Sofia kebingungan mendengar omelan Agatha.

Namun Sofia adalah orang yang berpengalaman, dia sering menemui tamu-tamu yang aneh dan tidak masuk akal.

Untungnya Sofia cerdas, dia langsung meminta maaf dan berkata, "Maaf, Nona Agatha, aku baru kembali ke hotel, tadi aku ada urusan di luar. Aku tidak mengerti maksudmu, bisa tolong dijelaskan ada apa ini?"

Di saat bersamaan, Sofia juga sedang memikirkan segala kemungkinan yang ada. Hotel Royal adalah hotel mewah dan besar, para karyawan tidak mungkin asal mengusir tamu.

Di hotel ini, Pak Reno adalah orang yang memiliki kekuasaan tertinggi. Saat Sofia mengeluarkan ponsel dan hendak menelepon Pak Reno, seseorang membuka salah satu pintu kamarnya dan keluar.

Evano keluar dengan mengenakan piyamanya. Raut wajahnya terlihat masam, dia menatap kesal semua orang yang berkumpul di lorong.

Sofia mengira kalau keributan ini mengganggu tidur Evano. Sofia langsung menghampirinya dan berkata, "Pak Evano, maaf mengganggu istirahat Anda. Kebetulan di sini lagi ada masalah, aku akan segera mengatur kamar yang baru untuk Anda."

Evano melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Sofia. "Tidak perlu."

Sofia kebingungan, tidak perlu? Kalau tidak perlu, kenapa Evano terlihat marah?

Evano langsung berjalan ke depan Agatha.

Tentu saja Agatha mengenal Evano. Arogansi yang ditunjukkan Agatha langsung sirna, sekarang dia malah terlihat agak gugup. "Pak, Pak Evano?"

"Agatha." Sikap Evano terhadap Agatha tidak seramah saat dia berhadapan dengan Sofia. "Pak Liam yang mengusirmu. Untuk alasannya ... kamu pasti sudah tahu, 'kan?"

Agatha membeku di tempat, dia terlihat ketakutan.

Evano tersenyum dingin dan lanjut berbicara, "Kalau tidak mau dipermalukan, sebaiknya bereskan barang-barangmu dan pergi."

Agatha mengerutkan bibir, lalu segera kembali ke kamar untuk membereskan barang-barangnya. Tak sampai 5 menit, Agatha keluar bersama seorang asistennya dan langsung pergi.

Agatha mengenakan topi serta kacamata hitam. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menundukkan kepala dan beranjak pergi meninggalkan hotel. Asistennya menyeret koper sambil mengejar Agatha yang berjalan tergesa-gesa.

Setelah Agatha pergi, satpam kembali bertugas, sedangkan petugas kebersihan langsung membereskan kamar yang ditinggalkan Agatha.

Di lorong hanya tersisa Sofia dan Evano.

"Bukannya kamu lagi cuti?" tanya Evano.

Sofia tak memiliki banyak tenaga untuk memikirkan bagaimana Evano tahu bahwa Sofia sedang cuti.

Tanpa basa-basi, Sofia langsung bertanya, "Pak, apakah Anda ada waktu sebentar? Aku membutuhkan beberapa saran pengacara."

Melihat Evano yang diam, Sofia hanya bisa tersenyum canggung.

"Oh ...." Evano mengangguk. "Ayo, bicara di kamarku saja."

....

Sofia mengikuti Evano masuk ke dalam kamarnya.

"Silakan duduk. Mau minum apa?" Evano mempersilakan Sofia duduk di sofa.

Sofia menggelengkan kepala. "Oh, tidak perlu."

Evano duduk di sofa yang ada di seberang Sofia, lalu bertanya, "Kamu mau cerai?"

Ketika memperkenalkan diri, Evano memberi tahu bahwa dirinya adalah pengacara yang khusus menangani perceraian. Jadi tidak susah bagi Evano untuk menebak tujuan Sofia menemuinya.

"Iya." Sofia merasa gelisah, perceraian ini adalah aib yang memalukan. Dia menegakkan tubuhnya sambil mengepalkan tangan.

Sofia pikir Evano akan menanyakan alasan perceraiannya, tetapi nyatanya tidak. Evano bersikap layaknya pengacara profesional dan bertanya, "Bagaimana masalah pembagian harta?"

Sofia tersenyum kecut. "Aku mencari Anda untuk membicarakan masalah ini."

Evano tidak tampak terkejut, lalu lanjut bertanya, "Apa kata suamimu?"

Sofia menjelaskan secara ringkas mengenai isi surat perceraiannya.

"Cuma itu? Bagaimana dengan rumah?" Evano mengerutkan alis.

"Justru itu masalahnya." Setiap memikirkan masalah rumah, dada Sofia terasa sangat sesak. Dia mengepalkan tangan hingga kuku-kuku menusuk kulitnya.

"Hmm?" Evano mengangkat kedua alisnya.

Sofia menarik napas panjang dan menceritakan semuanya.

"Rumah kami dibeli setelah menikah. Aku yang membayar uang mukanya, aku juga yang membayar cicilan bulanannya, tapi di dalam akta rumah tertulis nama aku dan suamiku. Waktu kami bertemu, suamiku mengeluarkan kontrak peralihan kepemilikan rumah."

"Di dalam kontrak itu tertulis bahwa aku memberikan rumah itu kepada suamiku. Suamiku bahkan sudah selesai mengurus akta rumah yang baru. Sekarang di dalam akta hanya ada nama dia."

Evano mengernyit. "Kamu yang menandatangani kontrak peralihan kepemilikan?"

"Tanda tangannya memang tanda tanganku, tapi aku tidak merasa pernah menandatanganinya." Sofia menggelengkan kepala.

Evano berpikir sejenak. "Kita bisa melakukan identifikasi tanda tangan untuk membuktikan apakah itu memang adalah tanda tangan kamu. Tapi bagaimana kalau memang kamu yang menandatanganinya? Kecuali ... kamu bisa membuktikan bahwa kamu menandatanganinya dalam kondisi di bawah tekanan atau tidak sadar."

"Bagaimana kalau tidak bisa dibuktikan?" Sofia ingin mengetahui kemungkinan terburuk.

"Selama tanda tangannya sah di mata hukum, kita tidak bisa melakukan apa-apa," jawab Evano.

Dunia Sofia sontak terasa runtuh. Dia merasa seakan jatuh ke dalam jurang yang gelap, dia sama sekali tidak melihat adanya harapan.

Sofia bahkan tidak tahu kapan dan bagaimana dia menandatangani kontrak tersebut, bagaimana dia bisa membuktikannya?

"Tapi kamu jangan khawatir, kita bisa memulainya dari aspek lain." Evano berusaha menghibur Sofia saat melihat kekecewaan yang terpancar dari raut wajahnya. "Terlepas dari tanda tangan kontrak itu, suamimu pasti melakukan peralihan akta secara ilegal. Kita perlu menggali lebih dalam soal ini, siapa tahu kita bisa menemukan petunjuk. Banyak yang ingin melihat kehancuran suamimu, kita tidak perlu repot-repot turun tangan."

Ini adalah satu-satunya saran yang bisa Evano berikan, tetapi Sofia terlihat agak cemas. "Aku tidak ingin melibatkan terlalu banyak pihak ...."

Meskipun Sofia ingin melihat kehancuran Glen, Sofia tidak ingin membuat masalah ini sampai terlalu besar.

"Tenang saja," kata Evano sambil menepuk dadanya dengan bangga. "Serahkan kepadaku. Kamu hanya perlu fokus bekerja."

Dengan adanya dukungan Evano, Sofia merasa jauh lebih tenang. Sebelum berpamitan, Sofia teringat sesuatu dan bertanya kepada Evano, "Oh iya, kenapa Pak Liam mengusir Nona Agatha?"

Agatha adalah artis papan atas, dia memiliki banyak penggemar. Begitu Agatha membeberkan dirinya yang diusir dari hotel, para penggemarnya pasti akan memboikot hotel. Bahkan tidak menutup kemungkinan sebagian penggemarnya akan datang untuk membuat onar.

Menyinggung Agatha tidak akan menguntungkan bagi siapa pun.

Evano tertawa kecil sambil menjawab Sofia, "Nyalinya besar banget, dia menaruh obat perangsang di minuman Liam. Aku tidak tahu harus memuji keberaniannya atau memarahi kebodohannya."

Ternyata Agatha yang menaruh obat perangsang ke dalam minuman Liam? Jujur Sofia agak kaget mendengarnya.

"Agatha ... dia ...." Sofia tidak tahu harus berkata apa.

Ada begitu banyak pria yang berusaha untuk mendekati Agatha. Sofia tidak menyangka, seorang Agatha bisa melakukan hal serendah itu?

Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah ....

"Pak Liam mengidap penyakit tertentu?" tanya Sofia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status