Share

Penulis Cantik Mantan Napi
Penulis Cantik Mantan Napi
Penulis: Adventyna

Prolog

Gala Giyantara kembali torehkan prestasi di ajang internasional. Lewat film Mengepak Bersama Badai, produser muda sekaligus pemilik rumah produksi Fantasia Picture tersebut berhasil membawa pulang piala Grand Prix di ajang Cannes Film Festival. Penghargaan ini merupakan…

Sementara layar televisi terus menampilkan liputan berita, sepasang suami-istri yang duduk di sofa lebih tertarik memerhatikan putrinya yang baru saja masuk ke kamar dengan lesu.

“Ada apa dengannya?”

Maryam menghela napas menanggapi pertanyaan suaminya, “Seperti biasa.”

“Ditolak kerja lagi?” Bima dapat menebak dengan tepat. Ini bukan sekali dua kali putrinya ditolak kerja. Sudah tak terhitung jumlahnya ia menyaksikan putrinya berangkat dengan wajah berseri lalu pulang dengan lesu. Hanya saja kelesuan itu biasanya menghilang setelah anak itu makan, berbeda dengan malam ini. Kelihatannya ekspektasi putrinya terhadap peluang kerja kali ini cukup tinggi sehingga rasa kecewa dan sedihnya juga dalam.

“Sudah berkali-kali dia seperti itu. Haruskan kita nasihati supaya dia berhenti melamar kerja dan mendirikan usaha saja? Dia bisa buka warung atau laundry. Kalau tidak ya kembali saja ke jaga tempat fotokopi, gajinya lumayan kok.”

“Biarkan sajalah. Jadi editor atau apalah itu, kan sudah jadi keinginan dia. Biarkan saja Ariel mencari kerja yang sesuai minatnya. Biar senang juga dia.” Bima menarik Maryam ke jangkauan lengannya. “Lagi pula, mungkin itu satu-satunya cita-cita yang masih bisa diperjuangkan. Kita jangan larang.”

Maryam mengangguk, merenungkan kembali segala kesulitan yang telah dilalui oleh putri mereka. Sudah merupakan hal luar biasa bahwa Ariel tidak terpuruk, tidak larut dengan keadaan, bahkan mau bangkit dan memulai lembar hidup yang baru. Mereka sebagai orang tua hanya bisa mendukung semua langkah dan keputusan yang diambil oleh Ariel.

Di dalam kamar, orang yang dibicarakan sedang tertelungkup di atas meja, membiarkan layar laptopnya menyala menunjukkan lembar Microsoft Word yang kosong. Ariel tidak sanggup jika harus menulis surat lamaran lagi.

“Kalau begini terus, aku bisa gila.” Perlahan ia mengangkat kepalanya lalu mengalihkan pandang ke daftar lowongan kerja yang ia tempel di dinding hanya untuk menambahkan satu lagi coretan panjang di sana. Tidak ada lagi daftar yang tersisa, semua lowongan yang ia kumpulkan sudah ia coba dan gagal.

Namun, ia belum boleh menyerah. Satu lembar habis, masih ada lembar lain yang sudah ia siapkan. Ia tidak mengira akan membutuhkannya sebab ia sudah sangat yakin akan mendapatkan pekerjaan hari ini. Bidang yang dilamar sudah sesuai dengan keahliannya, penugasan juga ia kerjakan dengan sempurna, bahkan wawancaranya lancar tanpa hambatan. Tapi siapa sangka pemberitahuan yang ia terima kemudian adalah kalimat ‘dengan menyesal kami beritahukan bahwa Anda tidak lolos wawancara’. Tidak lolos wawancara dengkulmu!

Ariel membuang napas lesu. Hal ini bukannya tidak terduga sama sekali. Ia hanya terlalu berharap terhadap perusahaan tempatnya melamar baru-baru ini karena mereka sangat terbuka menerima karyawan lulusan SMA, tidak mengharuskan memiliki pengalaman kerja terkait, asalkan penugasannya bagus dan prospek kerjanya menjanjikan. Ariel kira perusahaan ini akan berbeda, nyatanya sama saja dengan yang lainnya. Ia tahu, bukan wawancara yang membuatnya tidak lolos, melainkan rekam jejaknya. Dikeluarkan dari kampus, pernah masuk penjara karena kasus berat, siapa pula yang bisa mempercayakan perusahaan mereka kepada mantan napi sepertinya. Huh, stereotipe masyarakat memang begitu. Mau bagaimana lagi.

Dengan sedikit kesedihan yang menjejak dalam benaknya akan fakta itu, Ariel mencoba mengembalikan fokusnya. Ia memilih lowongan yang terdekat tanggal berakhirnya, mengecek informasi persyaratannya lalu bersiap menulis resume dan membuat ulang surat lamaran.

Namun begitu jarinya menyentuh keyboard, moodnya seketika hilang. “Tidak. Aku tidak bisa menulis sesuatu dengan perasaan campur aduk begini. Ah!”

Ariel mengacak rambutnya lalu menyibaknya dari dahi sampai tengkuk untuk menemukan lagi kestabilan emosinya.

Akhirnya, Ariel menutup lembar putih di layar dan beralih ke akun web novel tempatnya menulis. Ia membaca lagi komentar-komentar di unggahan karyanya.

Siapa yang naruh bawang di sini? (emotikon menangis)

Ini terlalu (emotikon menangis)

Apa ini miskah? Kenapa sad bgt. Ini bukan endingnya kan plis

Lanjut, kak, lanjut

Gila sih, Fall emang sebagus itu. Gak tahu kenapa kaya relate aja gitu konfliknya sama kehidupan nyata

Fall the best lah (emotikon jempol)

Penasaran sih ntar endingnya Fall bakal kaya gimana. Berharapnya semua masalah sama teka-tekinya clear, tapi kok bau-bau sad ending ya? No, aku tim happy ending

Ariel tersenyum membaca setiap komentar itu. Bagi penulis, apresiasi terbesar untuk karyanya adalah dibaca dan dikomentari. Dari beberapa karya yang terbengkalai dan tidak selesai, dalam dua tahun terakhir ini Ariel konsisten terhadap satu cerita. Novel fantasi yang ia tulis dan kembangkan berdasarkan kisah hidupnya sendiri. Dari hanya beberapa ratus pembaca lalu naik ke lima ribu, puluhan ribu, ratusan ribu, sampai sekarang mencapai tujuh juta pembaca.

Semangat lanjutin ceritanya kak @sunshine

Aku bayangin kalo novel ini jadi film atau drama pasti bakal pecah bgt

Berharap novel ini punya versi cetaknya, hayuk kak @sunshine (emotikon tersenyum)

Sukses selalu buat kak @sunshine. Gak sabar nunggu bab berikutnya

Sukses ya? Kalau saja mereka tahu, penulis Sunshine yang populer di internet ternyata hanyalah pengangguran. “Hah, satire di siang bolong.” Ariel mengejek dirinya sendiri.

Selalu dibuat penasaran di setiap bab. Keren. Lanjutkan (emotikon jempol)

Next next next

Up up up!

Ngalamat gak bisa tidur nih karena penasaran. Ayo up secepatnya kak @sunshine

Gawat. Dibanding mood menulis lamaran kerja, mood untuk melanjutkan novel jauh lebih membara. Tidak, sekali Ariel masuk dalam cerita, ia bisa lupa waktu, menulis sampai pagi buta. Kalau gitu kapan ia bisa dapat kerja? Ariel menepuk dua pipinya, menekan keinginan menulis dalam dirinya. Sebagai gantinya, ia menghibur diri dengan lanjut membaca beberapa komentar lagi yang ditinggalkan oleh pembacanya.

Gak kebayang sih kalo jadi tokoh utamanya (emotikon sedih)

Aku jadi ngerti kenapa cerita ini dijudulin Fall. Tahu gak sih feelnya pas baca itu loh bener-bener ngerasa kaya kitanya yang jatuh

Cobaan oh cobaan, kak @sunshine jangan dikasih yang terlalu sedih kaya gini (emotikon menangis)

Ariel hampir tertawa membaca komentar itu.

Habis happy terus sedih terus happy terus sedih, ah roller coaster pokoknya

Kalau dipikir-pikir ya, walaupun genrenya fantasi, tapi cerita di Fall tuh emang realistis sama kehidupan kita. Kaya siapa juga yang gak pernah ngerasain jatuh, ngerasain down dalam hidupnya

Mata Ariel berhenti pada komentar terakhir. Benar, siapa yang tidak pernah mengalami masa-masa terpuruk? Saat-saat jatuh dan merasa tidak berdaya? Merasa seluruh dunia berpaling darinya? Siapa orang di dunia ini yang tidak pernah mengalami persimpangan dalam hidupnya? Tidak ada.

Ariel menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengalihkan pandang dari layar ke jendela, menamati halaman yang temaram oleh cahaya bulan. Kalau diingat-ingat, persimpangan hidupnya mungkin dimulai saat itu, malam enam tahun yang lalu.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status