"Masuk, Pak Akram. Silahkan duduk," "Terimakasih," Pak Handoko berjalan menuju sofa tempat duduk tamu. "Pak, sudah hampir empat bulan ini saya perhatikan kinerja kamu semakin menurun, sebelum membuat peringatan saya ingin tau apa alasan kamu sehingga sering tak masuk, dan ijin pulang cepat, mohon maaf saya melihat Pak Akram jauh berbeda dengan sebelumnya. Sesuai peraturan harusnya Pak Akram sudah dapat SP, tapi saya masih menimbang mengingat pertemanan ku dengan mertua Pak Akram. Memang tidak boleh mencampuradukan urusan pribadi dan perusahaan, namun aku tak tega jika bertindak tanpa bertanya terlebih dahulu. Pak Akram kinerjamu sangat bagus dulu, bahkan menjadi karyawan teladan kami," ucap Pak Handoko panjang lebar. Aku malu hendak menjawab. "Pak Handoko, terimakasih atas pengertian Bapak. Mohon maaf akhir-akhir ini saya lagi kurang fokus,""Tidak masalah, yang terpenting kedepannya kamu bisa memperbaiki diri. Mertua kamu adalah sahabat baikku, maka kamu sudah seperti anakku. Jad
Akram bangkit bergegas menemui tamu, matanya tertegun melihat siapa yang datang. "Apa kabarnya, Akram. Baru dua hari tidak bertemu tampang kamu berubah sekali. Memalukan sekali istri sampai dua malah tampilan semakin semrawut, nanti sebelum pulang pangkas rambut dulu supaya agak mending,""Kak, jangan meledek. Efek lapar mungkin jadi kelihatannya lesu," ucap Akram kikuk, Farid bukan orang pertama yang menegur penampilannya. "Aku serius bicaranya, jangan sampai orang lain menegur. Nanti habis ini kamu ngaca deh. Biar nggak penasaran dikira aku hanya berniat mengejek kamu. Aku benar-benar peduli sama kamu. Aku kesini mau menyampaikan kalau Fitri barusan aku antar pulang, memilih ketemu karena ada urusan juga dengan Pak Handoko jadi sekalian jalan,""Terimakasih, Kak Farid. Aku lanjut bekerja dulu,""Ngaca dulu, biar kamu yakin omonganku karena peduli bukan mengejek," ucap Farid serius.Meskipun aslinya Farid kesal dengan dengan Akram namun melihat penampilan Akram yang seperti itu rasa
Kedua bocah kecil itu hanya saling pandang tanpa menghiraukan kehadiran Ayahnya. Biarpun anak kecil tetap punya perasaan, Syifa masih belum bisa melupakan kejadian yang baru satu hari berlalu sementara Daffa mendukung penuh aksi yang dilakukan Kakaknya. Meski mendapat penolakan Akram tidak menyerah begitu saja, dia hendak mengambil alih Hilda namun balita itu tidak mau lepas dari Kakeknya. Akram sangat malu dengan dirinya sendiri, ternyata mereka bisa bahagia tanpa dirinya, Hilda ada sosok penggantinya namun dia yang tak mendapat ganti. "Akram, yang sabar. Mereka kecewa karena sering tidak melihat ayahnya pulang," kata Ibu. Batin Akram mengatakan bukan itu penyebabnya Bu, anak-anak kecewa karena kemarin aku membentak Syifa."Iya, Bu. Mereka masih marah denganku, tidak apa mereka punya hak untuk itu. Aku memaklumi, Bu," ujar Akram.Fitri mendekati keluarganya yang sedang berkumpul membawa minuman beserta kudapan. Celoteh mereka membuat semua bahagia, Akram merasa asing ditengah anak-a
Aku terdiam beberapa saat untuk menyusun puzzle kalimat yang tepat, namun ini diluar hati nurani, aku menjawab karena sebuah tanggungjawab."Pak, untuk saat ini aku akan bertahan. Demi sebuah tanggungjawab setelah ikrar ijab qobul yang aku ucapkan, Pak," ucap Akram tegas."Jika itu keputusanmu tidak apa-apa, tapi jangan pernah membawa dia dihadapan Bapak dan Ibu. Bagi kami menantuku hanya Fitri, aku tidak akan tahan menghadapi wanita konyol seperti dirinya, apalagi setelah kehadirannya membuat cucu-cucu ku tersiksa,"Aku tak bisa berkata apa-apa jika Bapak sudah seperti itu. Kata-kata Bapak merupakan sebuah ultimatum, akupun tidak akan membawa Indah saat ini sebelum sifatnya berubah. "Ibu juga tidak setuju jika kamu membawa istri barumu, ibu tidak tegar seperti Fitri. Ibu tidak sanggup membayangkan dia berada di tengah-tengah kita. Melihat Syifa rasanya hati Ibu sangat iba, Ya Allah betapa malang nasib cucuku," Ibu mulai terisak. "Maaf, Bu. Jangan seperti ini, aku ingin anak-anakku m
"Kenapa? Abang sudah tidak tahan, Sayang. Ketika berdekatan denganmu rasanya sulit sekali menahan, pleace jangan kamu membenciku sehingga tidak lagi mau melayani Abang," ucap Akram dengan tatapan memohon. "Bukan itu, Bang. Tapi, ... ," Belum selesai bicara bibir Fitri sudah dibungkam dengan ciuman Akram. Fitri mendorong dada suaminya, "Bang, maaf ... aku lagi dapat," dengan tatapan bersalah dan memeluk suaminya. "Nggak apa, Sayang. Kenapa nggak bilang heh?" ucap Akram menahan kesal. Bukan salah istrinya, dia yang salah tidak memberi kesempatan istrinya bicara. "Sayang, tidurlah. Abang ingin tidur memelukmu," Akram mengancingkan kembali piyama itu menarik selimut agar menutupi keduanya lalu memeluk pinggang istrinya. Kepalanya terasa pusing akibat dari gagal pelepasan. Karena merasa bersalah Fitri berbalik menghadap suaminya, mulai melayani dengan cara lain. Ia khawatir suaminya menggunakan cara onani. Mengingat onani sendiri menurut sebagian besar ulama mengatakan haram hukumnya
"Akram, ikutilah kata hatimu. Kembali bekerja, itu dipikir setelah pekerjaan selesai, jangan sampai berpengaruh terhadap hasil kerja kita, bisa-bisa potong gaji akibat lalai," ucap Ihsan serius menasihati sahabatnya."Hem ..., "Jam istirahat dia mendapatkan pesan dari kedua istrinya, dia lebih memilih membuka pesan Fitri mengingat waktunya hari ini buat Fitri. [Bang, motor pesanan Abang sudah sampai barusan. Papa juga mengirim mobil ke rumah, maaf jika Papa tidak ijin sama Abang dulu. Itu bukan mobil Papa, tapi mobilku. Jadi Papa pikir nggak perlu ijin katanya] Ia memilih Honda All New CB 150R untuk menjadi alat transportasi kedepannya yang harganya dibawah 30 juta.Fitri pernah cerita punya mobil tapi tidak bertanya lebih lanjut karena itu bukan wewenang suami mengusik milik istrinya. Apalagi dia tau kalau Fitri anak kesayangan orang tuanya. Mungkin selama ini tidak membawa mobil ke rumah untuk menghargai suaminya. Sementara sekarang? Apa yang mesti dihargai, bahkan Akram selalu me
Akram beranjak dari tempat duduknya lalu memeluk erat tubuh anak gadisnya. "Sayang, jangan bicara seperti itu. Ayah sangat menyayangi kamu," ucap Akram dengan senyum tulus dan raut penyesalan. Syifa mendorong tubuh ayahnya tidak nyaman dengan tatapan Indah."Papa, Lulu juga mau di peluk ini, mau nangis anaknya," kata Indah, membuat suasana semakin tidak nyaman."Ayah, sudahlah. Tidak usah menjelaskan, sikap Ayah akhir-akhir ini sudah cukup menjelaskan siapa Syifa di hati Ayah. Syifa tau saat ini ayah bukan lagi milik Syifa. Ada Lulu tuh, yang mau di peluk kasihan dia nggak punya siapa-siapa. Tidak perlu khawatir, banyak yang menyayangi kami. Di sini juga ada dua Uncle tampan," ucap Syifa gugup, melihat Indah terus menatap. Fitri mengamati perubahan Syifa, ia ikuti arah pandang Syifa. Ya Tuhan benarkah dia seorang wanita? Seorang ibu? Dimana hati nuraninya, mengalah sedikit dengan anak kecil bisa kan? "Hilda, sudah bangun, Sayang. Mau minum?" tanya Syafik."Num ... mi-num," celoteh H
"Mas, jawab! Mas, mau kemana?" Indah sangat khawatir melihat suaminya tampak begitu tegang. "Mas, jangan bilang kalau lagi mengkhawatirkan keluarga mu yang lain. Mas!"Akram memasang helmnya dan berniat mengancingkan tidak bisa-bisa akibat tangannya gemetar. "Mas, ada apa? Mas!" Indah terus bertanya. "Syifa, di rumah sakit. Aku harus kesana," jawab Akram masih dengan raut sangat panik. "Nggak bisa begitu, Mas. Kemarin sewaktu kamu di rumah Fitri, Lulu juga demam. Kamu tidak panik seperti ini? Kamu pilih kasih, Mas!" "Indah, Lulu itu demam bukan aku penyebabnya. Sementara Syifa demam kali ini akulah penyebabnya, aku yang egois tadi sore sewaktu di sana aku mengabaikannya! Aku muak berdebat terus. Terima tidak terima maka, kamu harus menerima! Aku tidak mungkin terus menurutimu untuk mengabaikan anak-anakku. Siapa yang tidak membolehkan aku menyapa mereka? Siapa yang terus memberikan tatapan tajam pada Syifa sehingga dia mau mengalah? Dia anak kecil Indah. Kamu ancam dengan tatapan