Home / Romansa / Perangkap Cinta TUAN CEO / RA 6. Bertengkar Lagi

Share

RA 6. Bertengkar Lagi

Author: Ziya_Khan21
last update Last Updated: 2025-09-17 08:06:27

Malam itu, langit menggantung mendung kelabu, jalanan lengang hanya disinari lampu kota yang temaram. Aurora pulang larut malam, langkahnya lelah, tubuhnya lunglai. Pekerjaan yang awalnya ringan tiba-tiba menumpuk tanpa ampun. Beberapa dokumen penting dilemparkan begitu saja ke mejanya sejak pagi. Deadline dipercepat tanpa alasan jelas, dan semua mata seperti menyorotinya dengan sinis.

Tak hanya Rafael yang memperlakukannya dingin sejak kejadian terakhir, tapi seluruh rekan kerja pun mulai menunjukkan ketidaksukaan yang sama. Tatapan mencibir, bisik-bisik di sudut ruangan, bahkan instruksi yang bertentangan sengaja diberikan hanya untuk menjebaknya.

Atasannya yang dulu bersikap netral kini mulai menegur hal-hal kecil seperti kopi yang tidak cukup panas, salinan laporan yang terlambat satu menit, atau cara duduknya yang dianggap tidak profesional. Aurora merasa seperti diasingkan secara perlahan, didorong ke tepi jurang yang hanya bisa dia tahan dengan sisa-sisa harga diri dan keinginannya untuk bertahan hidup.

Sesampainya di rumah Rafael, yang juga kini menjadi tempat tinggalnya, Aurora membuka pintu dengan hati-hati. Tak ada suara. Rumah itu sepi, dingin, nyaris tak bersahabat. Ia menaruh tasnya di meja makan, duduk sejenak tanpa menyalakan lampu, membiarkan gelap menyelimuti tubuhnya.

Pikirannya kacau. Semua terasa sempit. Di tempat kerja, ia dianggap beban. Di rumah, ia hanya bayangan masa lalu yang tidak diinginkan.

Aurora tahu, posisinya seperti duri di mata semua orang. Tidak ada yang benar-benar ingin dia ada. Ia hanya alat yang ditinggalkan ayahnya, lalu diseret dalam permainan yang tak pernah ia pilih. Tapi yang lebih menyakitkan, tak ada satu pun tangan yang terulur.

Air matanya mengalir perlahan. Bukan karena kelemahan, tapi karena lelah terus menjadi kuat sendirian.

Tiba-tiba suara pintu ruangan kerja terbuka keras. Rafael keluar dengan langkah tegas, wajahnya gelap. Tatapannya tajam tertuju pada Aurora.

“Hebat,” sindir Rafael dingin, “Pulang larut malam, rumah berantakan, dan aku belum makan malam. Apa sekarang kau sudah menganggap rumah ini milikmu, Aurora? Sampai-sampai kau merasa bebas mengabaikan tugasmu?”

Kata-katanya menusuk seperti pisau. Aurora yang sudah dua minggu ini menjalani hari-hari berat, tubuhnya seperti habis dirontokkan habis-habisan oleh pekerjaan dan tekanan sosial, hanya bisa menunduk. Lidahnya kelu. Ia ingin membela diri, tapi tahu tak akan ada gunanya.

Perlahan, dengan nada lelah, Aurora bangkit dari kursi. “Aku akan siapkan makan malam,” gumamnya.

Namun langkahnya langsung terhenti.

“Di mana seragammu, Aurora?” tanya Rafael ketus. “Apa kau lupa aturan rumah ini?”

Aurora menatapnya, tubuhnya menegang. Wajahnya mengeras menahan amarah yang mendidih di dalam dada. Nafasnya tertahan.

“Kenapa?” tanyanya tajam, suaranya pecah di ujung kalimat. “Kenapa aku harus memakai seragam menjijikkan itu setiap saat? Apa kau puas melihatku direndahkan seperti ini?”

Rafael tak bergeming. “Karena itulah tempatmu di rumah ini. Seorang pelayan. Jangan terlalu nyaman dengan belas kasihan,” balasnya, dingin dan kejam.

Ucapan itu bagai cambuk keras yang menghantam harga diri Aurora. Ia menatap Rafael penuh luka, matanya mulai berkaca-kaca, tapi tak ada lagi yang bisa ia tahan. Amarahnya yang selama ini dikubur akhirnya meluap.

“Tidak, bukan aku yang nyaman! Tapi kau yang tak punya perasaan!” teriaknya dengan suara gemetar. “Kau memperlakukanku seperti barang, bukan manusia. Aku lelah, Rafael. Aku ke sini bukan untuk menjadi budak! Aku ke sini karena tidak punya pilihan!”

Rafael yang tersulut emosi mempercepat langkahnya dan berdiri tepat di hadapan Aurora.

“Jika kau tidak suka diperlakukan seperti ini,” bentaknya, suara rendah namun mengguncang ruangan, “maka carilah ayahmu!”

Aurora terkejut. Tubuhnya menegang. Ia menatap Rafael yang menatapnya dengan sorot mata penuh kemarahan yang sudah terlalu lama terpendam.

“Semua ini terjadi karena perbuatan Edgar Marvelo!” Rafael mengatupkan rahangnya kuat-kuat. “Karena pria pengecut itu! Jadi kenapa kau menyalahkan aku?!”

Aurora terdiam. Matanya melebar, dadanya naik turun cepat menahan perasaan yang bergumul antara luka dan kemarahan.

“Bencilah ayahmu!” teriak Rafael lagi, suaranya kini mulai retak. “Bawa dia ke hadapanku jika kau ingin bebas dari semua ini! Jangan memohon pengertian dari orang yang bahkan tidak pernah kau beri jawaban!”

Keduanya saling menatap dengan mata penuh bara. Tapi di balik amarah Rafael, ada luka yang mulai terlihat, sebuah rasa dikhianati, ditinggalkan, dan ditikam oleh orang yang paling ia percaya.

Tubuh Aurora gemetar. “Kau pikir aku tak ingin menemukannya?” jawab Aurora bergetar mengandung emosi yang dalam. “Kau pikir aku belum cukup hancur karena ulahnya? Kau bukan satu-satunya yang merasa dikhianati, Rafael.”

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
bian cilla
kenapa harus sekejam itu sama aurora sih Rafael kan Aurora juga korban dr ayahnya hadew
goodnovel comment avatar
Yanti5699
si Rafael keterlaluan banget,,kamu udah kelewatan memperlakukan Aurora seperti itu
goodnovel comment avatar
Ratih Tyas
Tega banget kamu Rafael...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 204. Welcome to the World Azriel

    Aurora menangis lega, tubuhnya lemas tapi senyumnya merekah. “Itu… anak kita,” suaranya bergetar. Suster dengan sigap membersihkan dan membungkus bayi itu dengan selimut hangat sebelum menyerahkannya pada Rafael. Tangan Rafael gemetar saat menerima putra kecilnya untuk pertama kali. “Halo, anakku…” ucapnya pelan, air mata bahagia membasahi wajahnya. Ia mendekat ke Aurora, menunjukkan bayi mereka. “Lihat, sayang… dia sempurna. Kau luar biasa,” Rafael mengecup kening istrinya, suaranya penuh rasa syukur. Aurora menatap bayi mungil itu dengan mata berbinar, lalu menyentuh pipi anaknya yang lembut. “Aku… aku tidak percaya dia benar-benar ada,” katanya sambil tersenyum lemah. Rafael duduk di sampingnya, merangkul Aurora dan bayi mereka sekaligus. Suara tangisan kecil si bayi memenuhi ruangan, namun bagi mereka, itu adalah melodi terindah yang pernah mereka dengar. *** Langit sore tampak cerah ketika mobil Rafael perlahan memasuki halaman rumah mereka. Aurora duduk di kursi b

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 203. Hari Kelahirannya

    Di luar, langit malam bertabur bintang, suara deburan ombak mulai terdengar samar. Rafael memeluk Aurora dengan erat menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya. “Aku mencintaimu, Aurora. Mulai malam ini, dan untuk selamanya.” Aurora menatapnya dengan senyum tulus, matanya berkilau. “Aku juga mencintaimu, Rafael.” Perlahan mata mereka mulai terpejam di sisa-sisa kenikmatan. Kelelahan dan kebahagiaan malam pengantin itu menambah cinta yang akan terus tumbuh. *** Satu bulan kemudian, di rumah mewah mereka Aurora tengah duduk di tepi ranjang dengan napas berdebar. Di tangannya, sebuah test pack menunjukkan dua garis merah yang jelas. Aurora terdiam beberapa detik, memastikan matanya tidak salah melihat. Saat kesadaran penuh menghampirinya, matanya membesar dan bibirnya terbuka lebar. “Ya Tuhan,” ucapnya lirih, lalu jeritan kecil penuh kebahagiaan meluncur dari bibirnya. “Rafael!” panggilnya dengan suara bergetar. Rafael, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hand

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 202. Malam Pertama

    Mobil pengantin perlahan berhenti di depan sebuah vila mewah yang berdiri di tepi pantai. Lampu-lampu taman memancarkan cahaya lembut, memantulkan siluet pohon kelapa yang bergoyang diterpa angin malam. Suara ombak yang berdebur di kejauhan memberi suasana tenang dan intim, seolah menyambut pasangan pengantin baru itu. Rafael turun lebih dulu, mengenakan tuxedo putihnya yang kini tampak lebih santai dengan dasi kupu-kupu yang dilepaskannya. Ia segera membuka pintu untuk Aurora, yang turun dengan gaun pengantin panjang berkilauan, ujungnya tersapu angin malam. Rafael tersenyum, memandang istrinya dengan penuh cinta. “Selamat datang di tempat kita malam ini,” ucapnya sambil menggenggam tangan Aurora erat. Aurora tersenyum kecil, matanya berbinar sekaligus terasa lelah setelah seharian menjalani prosesi pernikahan. Mereka berjalan beriringan menuju pintu vila. Saat Rafael membukanya, aroma bunga segar dan wangi lilin aromaterapi langsung menyambut. Ruangan itu dihias dengan sentuhan

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 201. Meninggalkan pesta

    Di tengah sorakan dan tepuk tangan, mereka berdua berjalan menuruni altar dengan tangan yang saling menggenggam erat. Senyum merekah di wajah keduanya. Menjadi tanda kebahagiaan yang akan selalu hadir dalam pernikahan mereka. *** Ballroom hotel mewah itu dipenuhi cahaya keemasan dari lampu kristal yang berkilauan, menciptakan suasana yang elegan sekaligus hangat. Meja-meja bundar berlapis taplak putih berhiaskan vas bunga mawar dan lilin beraroma lembut, sementara musik klasik mengalun pelan, menemani para tamu menikmati pesta resepsi yang baru saja dimulai setelah akad nikah yang mengharukan. Aurora menatap sekeliling, matanya berkaca-kaca melihat begitu banyak orang yang datang merayakan kebahagiaan mereka. “Aku masih tidak percaya semua ini nyata,” bisiknya pada Rafael. Rafael tersenyum lembut, menepuk tangan istrinya. “Ini nyata, Aurora. Kamu istriku sekarang, dan mulai hari ini, kita akan memulai hidup baru.” Mereka berjalan beriringan menyapa para tamu. Marissa, yang k

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 200. Sakralnya Pernikahan

    Tamu-tamu undangan mulai berdiri, menoleh ke arah pintu besar ballroom yang tertutup rapat. Detik-detik penuh harap terasa begitu panjang. Lalu, perlahan pintu besar itu terbuka, memperlihatkan sosok Aurora. Aurora berdiri di depan pintu, anggun bagaikan seorang putri dari negeri dongeng. Gaunnya panjang berkilauan, terbuat dari satin putih dengan detail payet yang memantulkan cahaya. Roknya menjuntai anggun, dengan ekor gaun yang mengikuti setiap langkahnya. Rambutnya diatur rapi dengan gelombang lembut, dihiasi mahkota kecil yang berkilau di bawah cahaya lampu. Di tangannya, ia menggenggam buket bunga mawar putih bercampur lily sederhana namun elegan. Senyumnya lembut, namun matanya berkilat penuh emosi, mencerminkan kebahagiaan yang ia rasakan. Sorakan kagum terdengar dari para tamu. Marissa yang datang bersama dengan Reynaldo menitikkan air mata melihat betapa anggun dan bahagianya Aurora malam itu. Aurora menarik napas panjang, menenangkan degup jantungnya yang berdebar cepat.

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 199. Pesta Pernikahan

    Panggilan keberangkatan untuk penerbangan mereka terdengar dari pengeras suara, membuat suasana semakin nyata. Marissa menggandeng Rey, yang melambaikan tangan kecilnya sambil tersenyum tipis. “Dadah, Kakak Aurora… Om Rafael.” Aurora melambaikan tangan dengan mata sembab, Rafael berdiri di sampingnya dengan ekspresi serius namun matanya menyiratkan emosi yang sama. Mereka berdua melihat Marissa dan Rey berjalan menjauh, melewati pemeriksaan, hingga akhirnya menghilang di balik pintu keberangkatan. Aurora menghela napas panjang, merasakan kehampaan saat sosok kecil Rey tak lagi terlihat. Rafael meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Mereka akan baik-baik saja,” ucap Rafael tenang. Aurora menoleh padanya, matanya masih berkaca. “Aku tahu… Tapi rasanya sulit melepas mereka begitu saja.” Rafael menarik Aurora ke dalam pelukannya. “Kita sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, saatnya mereka mendapatkan ketenangan.” Aurora menutup mata, membiarkan dirinya larut dalam pelukan Rafae

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status