Share

Jendela Baru

Penulis: Queenara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-26 14:50:46

Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai tipis kamar. Suara pintu yang menutup pelan menandakan Arga sudah berangkat ke kantor. Seperti biasa, kepergian suaminya meninggalkan keheningan yang terasa hampa di rumah megah itu.

Freya duduk di tepi ranjang, menatap kamar yang tertata rapi. Hatinya masih berat setelah pertengkaran semalam. Kata-kata Arga terus terngiang, membuat dadanya sesak.

Ia menghela napas panjang, lalu bangkit. Setelah merapikan tempat tidur dan menyiapkan sarapan seadanya untuk dirinya sendiri, Freya duduk di ruang keluarga. Televisi menyala, tapi pikirannya melayang entah ke mana.

Akhirnya, ia meraih ponselnya. Jari-jarinya membuka aplikasi media sosial hanya untuk mengusir rasa sepi. Namun apa yang ia lihat pagi itu justru membuatnya tertegun.

Beranda ponselnya dipenuhi video-video orang yang sibuk berbagi cerita, menjual produk, atau hanya sekadar menghibur dengan konten kreatif. Ada remaja yang menjual kue buatan sendiri, ibu rumah tangga yang merangkai bunga lalu menayangkannya secara langsung, hingga mahasiswa yang menjadikan hobinya sebagai sumber penghasilan.

Freya menggulir layar, matanya membesar sedikit demi sedikit. Mereka… bisa menghasilkan uang hanya dari ini? Dari rumah?

Ia menekan salah satu video, seorang wanita muda sedang memamerkan koleksi jilbab hasil jualannya. “Alhamdulillah, baru buka online shop dua bulan, sekarang sudah kirim ratusan paket tiap minggu!” kata wanita itu dengan semangat.

Jantung Freya berdegup lebih cepat. Ada sesuatu dalam dirinya yang bergetar. Sesuatu yang sudah lama terkubur di balik rasa rendah diri dan penghinaan keluarga Arga.

Kalau mereka bisa… kenapa aku tidak?

Namun seketika itu pula keraguan menghantam. Aku siapa? Aku tidak punya modal. Aku tidak punya pengalaman. Aku hanya… istri dari keluarga miskin yang dianggap beban.

Freya memejamkan mata, mencoba menepis pikiran itu. Tapi rasa penasaran sudah terlanjur tumbuh. Ia mulai menelusuri lebih dalam: tips berjualan online, cara membuat konten menarik, hingga strategi pemasaran digital sederhana.

Setiap video yang ia tonton seperti menyalakan api kecil di dalam hatinya. Ia bahkan mulai mencatat ide-ide di buku kecil—sesuatu yang tidak ia lakukan selama ini.

Jam demi jam berlalu tanpa ia sadari. Rumah yang biasanya terasa membosankan kini seolah menjadi ruang baru penuh kemungkinan.

Di luar sana, orang-orang mungkin masih memandangnya rendah. Keluarga Arga mungkin masih menyebutnya beban. Tapi pagi itu, untuk pertama kalinya, Freya melihat secercah jalan keluar. Sebuah pintu kecil menuju kehidupan yang mungkin berbeda—kehidupan di mana ia bisa berdiri dengan kakinya sendiri.

Ia menutup buku catatannya, menatap jendela dengan sorot mata baru. Senyum tipis muncul di bibirnya, bukan senyum kepura-puraan seperti biasanya, tapi senyum yang lahir dari harapan kecil.

Aku akan coba. Sekali saja. Kalau gagal, tidak ada yang tahu. Tapi kalau berhasil… mungkin ini awal dari kebebasanku.

***

Suasana makan malam itu hening. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring. Arga sibuk dengan ponselnya, sesekali mengetik cepat, seolah urusan pekerjaan jauh lebih penting daripada percakapan dengan istrinya.

Freya menatapnya, ragu. Ia sudah mengumpulkan keberanian sejak pagi untuk membicarakan hal ini. Berkali-kali ia menunda, tapi jika terus ditahan, ia tahu keberanian itu bisa lenyap.

“Ga,” panggil Freya pelan, suaranya terdengar hati-hati.

Arga mendengus kecil tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Hm?”

“Aku… aku ingin mencoba sesuatu. Aku kepikiran untuk mulai jualan online.”

Arga berhenti mengetik, lalu menoleh dengan alis terangkat. “Jualan online?” ulangnya, seakan kata itu asing di telinganya.

Freya mengangguk, mencoba menahan gugup. “Iya. Aku lihat banyak orang bisa sukses dari sana. Ada yang jual makanan, baju, produk kecil-kecilan. Aku pikir… mungkin aku juga bisa coba. Supaya aku punya kegiatan, dan juga bisa bantu meringankan kamu.”

Arga terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. Tawanya bukan tawa senang, melainkan tawa meremehkan. “Freya, Freya… kamu kira semua orang bisa sukses begitu saja? Jangan percaya omongan orang di media sosial. Itu cuma keliatan indah di kamera, kenyataannya nggak semudah itu.”

Freya menelan ludah. “Aku tahu nggak mudah. Tapi aku ingin coba. Aku nggak mau terus-terusan dianggap cuma diam di rumah. Aku ingin…” ia berhenti sebentar, lalu menatap Arga dengan mata yang berkaca-kaca, “…aku ingin punya harga diri, Ga.”

Arga meletakkan kembali ponsel nya dengan bunyi tak! yang membuat Freya terlonjak kecil. Tatapan pria itu dingin, tajam menusuk. “Harga diri apa yang kamu maksud? Kamu istriku. Itu saja sudah cukup. Kamu nggak perlu sok-sokan ikut-ikutan tren. Aku tidak mau kamu buang-buang uang buat hal nggak jelas.”

“Bukan buang-buang uang—” Freya mencoba membela diri.

Namun Arga memotong cepat, suaranya meninggi. “Dengar baik-baik, Freya! Aku kerja siang malam untuk mencukupi hidup kita. Kamu tinggal duduk manis, nikmatin hasilnya, itu tugasmu. Jangan coba-coba main bisnis online yang cuma bikin malu kalau gagal. Aku tidak yakin kamu bisa!”

Kata-kata itu menghantam hati Freya lebih keras daripada tamparan. Tangannya gemetar di bawah meja. Selera makannya hilang seketika.

Hening kembali menguasai meja makan. Hanya terdengar detak jam dinding yang seakan ikut menyaksikan bagaimana satu mimpi kecil dihancurkan begitu saja.

Freya menunduk, tak berani menatap suaminya lagi. Namun di dalam hatinya, ada sesuatu yang justru semakin menguat. Luka itu berubah menjadi bara kecil. Dan tanpa Arga sadari, dengan kata-katanya sendiri, ia sedang mendorong Freya semakin jauh—menyulut tekad yang suatu hari akan membuat Freya berdiri tanpa bergantung padanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perempuan Yang Kalian Remehkan   pilihan Yang Menyakitkan

    Malam Itu Hujan turun tipis. Udara terasa lembab. Lampu-lampu jalan terlihat redup di balik kaca. Freya membungkuk, satu tangan memegang ujung meja, satu tangan menekan perutnya yang seperti diremas dari dalam. > “Ah—” Sebuah erangan kecil lolos. Tidak keras, tapi jelas penuh rasa sakit. Talita yang sedang melipat pakaian-pakaian pesanan berhenti seketika. > “Freya? Kamu kenapa? Mukamu pucat banget.” Freya mencoba tersenyum, senyum yang terlalu dipaksa. > “Cuma… sakit perut biasa. Mungkin masuk angin.” Namun tepat setelah itu rasa nyeri datang lebih kuat, membuat lututnya hampir goyah. Talita memegang bahunya, suaranya panik: > “Ini bukan masuk angin! Kamu bahkan nggak bisa berdiri tegak! Kita ke rumah sakit sekarang!” Freya menggeleng pelan, menahan sakit sambil menarik napas pendek-pendek. > “Tunggu… Telepon Arga dulu. Dia harus tahu…” Talita mengambil ponsel Freya dan menekan panggilan. Nada berdering. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Tidak diangkat. Talita mencoba

  • Perempuan Yang Kalian Remehkan   Desas Desus Yang Nyata

    Kabar itu tidak langsung meledak besar. Namun seperti bara kecil yang tertiup angin, gosip itu merayap pelan, menembus sela-sela percakapan kantor, komunitas sosialita, hingga media online yang haus sensasi. Awalnya hanya sebuah foto: Arga dan Eveline terlihat keluar dari sebuah hotel konferensi di Bandung. Foto itu sebetulnya bersih—mereka menjaga jarak yang sopan. Namun ekspresi mereka terlalu nyaman untuk sekadar rekan kerja. Lalu muncul foto lain. Arga tertawa lepas saat Eveline menyentuh lengannya. Foto itu diambil candid, tanpa kesadaran mereka. Sebuah momen yang seharusnya hanya milik udara dan waktu, kini menjadi konsumsi publik. > “CEO muda Arga Pratama terlihat semakin dekat dengan putri tunggal pengusaha tekstil, Eveline Prawira. Apakah ini pertanda adanya hubungan spesial?” - GossipStar ID > “Istri? Tidak terlihat dalam lingkaran sosial Arga belakangan ini.” - HypeDaily Media Tagar mulai bermunculan. #ArgaEveline #PasanganSempurna #FuturePowerCouple T

  • Perempuan Yang Kalian Remehkan   Retakan Yang Semakin Besar

    Malam turun perlahan di langit Jakarta.Hujan rintik-rintik mengguyur kaca jendela, menimbulkan bunyi ritmis yang biasanya menenangkan, namun malam ini justru terasa seperti jarum yang menekan dada Freya.Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam ketika suara pintu utama terbuka.Freya menatap dari ruang tamu — wajahnya datar, bukan lagi senyum lembut seperti biasanya. Ia menunggu suara langkah yang sudah begitu ia kenal itu.Arga masuk dengan jas masih melekat di bahu, dasi longgar, dan wajah lelah yang tak berusaha disembunyikan. Hujan membuat rambutnya sedikit basah.Ia bahkan tidak menatap ke arah Freya. Langsung menuju dapur, membuka kulkas, mengambil air mineral, lalu meneguknya dalam sekali minum.Suasana di antara mereka hening.Begitu hening hingga suara detak jam dinding terdengar seperti palu kecil yang memukul waktu.Freya akhirnya berdiri. Di tangannya masih ada amplop berisi foto-foto yang tadi diberikan oleh Ny. Ratna. Ia berjalan perlahan, langkahnya tenang, tapi mata

  • Perempuan Yang Kalian Remehkan   Yang Tidak Pernah Diiinginkan

    Langit siang tampak cerah, tapi suasana di rumah itu terasa dingin.Freya baru saja selesai membereskan sisa sarapan Arga. Di meja makan masih tercium samar aroma kopi hitam dan roti panggang — kebiasaan pagi yang ia jaga dengan hati-hati, meski sering diabaikan.Ia baru saja hendak menjemput paket pesanan dari kurir ketika suara klakson mobil terdengar di halaman.Nada klakson itu khas — dua kali, cepat dan pendek.Freya terdiam sejenak.Ia tahu suara itu.Beberapa detik kemudian, suara langkah sepatu berhak terdengar di lantai marmer. Dan di ambang pintu ruang tamu, berdirilah Ny. Ratna Malik, dengan busana elegan warna krem dan tas bermerek menggantung di lengannya.> “Selamat siang, Freya,” sapanya datar, dengan nada yang tidak mengandung kehangatan sedikit pun. “Kau sendirian?”Freya menelan ludah, berusaha menjaga sopan santun.> “Iya, Bu. Arga sudah berangkat ke kantor.”Ny. Ratna melangkah masuk tanpa diminta. Tatapannya langsung jatuh pada beberapa tumpukan pakaian dan kardus

  • Perempuan Yang Kalian Remehkan   Jamuan Yang Mengubah Segala nya

    Restoran mewah di pusat kota malam itu berkilau dengan cahaya hangat. Meja panjang di tengah ruangan sudah tertata rapi, lengkap dengan lilin aromatik, bunga segar, dan deretan hidangan berkelas. Di sisi kanan duduk keluarga Malik — Tuan Baskara, Ny. Ratna, dan Arga yang datang dengan jas gelapnya. Di sisi lain, keluarga Surya — keluarga Eveline — menyambut dengan senyum ramah. Suasana awalnya hangat, diwarnai pembicaraan ringan tentang bisnis dan kerja sama kedua perusahaan: Malik Group dan Surya Kapital Group, yang belakangan semakin erat. Eveline duduk anggun di sebelah ayahnya, mengenakan gaun pastel lembut yang membuatnya tampak bersinar. Tatapan matanya sering kali jatuh pada Arga — lembut, penuh rasa kagum. Sementara Arga, berusaha bersikap profesional, meski senyum sopannya tak bisa sepenuhnya menyembunyikan kelelahan batinnya. Di sisi lain meja, Ny. Ratna tampak bersinar malam itu — bukan karena kebahagiaan tulus, melainkan karena ambisi yang sejak lama ia simpan. > “Rasa

  • Perempuan Yang Kalian Remehkan   Hati Yang Semakin Menjauh

    Waktu berjalan begitu cepat. Musim hujan datang dan pergi, namun jarak antara Arga dan Freya tak juga mencair. Kini, Malik Group telah resmi menjalin kerja sama besar dengan Surya Kapital Group, perusahaan milik keluarga Eveline. Dalam beberapa bulan terakhir, nama Eveline sering terdengar di ruang kerja Arga, di rapat, bahkan di berita bisnis nasional. Ia menjadi wajah baru yang membawa napas segar bagi banyak proyek Malik Group yang sempat goyah. Dan di balik semua keberhasilan itu, kedekatan Arga dan Eveline semakin tak terelakkan. Mereka sering bepergian bersama — rapat di luar kota, kunjungan ke proyek, dan menghadiri konferensi bisnis di hotel-hotel besar. Di awal, semua terasa profesional. Namun perlahan, batas antara urusan pekerjaan dan keakraban pribadi menjadi kabur. Sore itu, di lobi hotel bintang lima di Bandung, Arga dan Eveline berdiri berdampingan menunggu kendaraan yang akan menjemput mereka. Eveline mengenakan blazer krem dan rok pensil yang elegan, semen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status