Lake Wera menatap tajam ke arah Jaka Geni yang terkejut didatangi oleh seseorang berbadan besar dengan golok merah besar di punggungnya.
Melihat rambut dan kumis orang itu Jaka menebak orang itu sudah tua."Pemuda, aku tanya padamu. Apakah kamu dengan dua wanita ini ada hubungan khusus!? Jawab dengan jujur!" hardik Lake Wera membuat semua pengunjung kedai tertuju padanya.Jaka tersenyum."Kenapa aki bertanya seperti itu? Jelas-jelas dua gadis ini adalah orang penting dalam hidupku. Apakah ada yang salah aki?" tanya Jaka sambil tersenyum sedikit mengejek.Lake Wera meradang seketika melihat senyum penghinaan itu. Para pengunjung yang melihat gelagat tidak baik segera berhamburan keluar. Termasuk si pemilik kedai.Topeng Mas yang melihat para pengunjung kedai berhamburan panik, segera mendatangi kedai tersebut. Saat melihat Lake Wera yang tengah menatap marah ke arah Jaka, dia terkejut. Bukan terkejut pada Lake Wera yang marah ataupunSaat perang pecah di gerbang Selatan, dari Gerbang sebelah Timur ribuan pasukan Panglima Karna yang dipimpin Lawe Segara bergerak maju mendekati barisan pertahanan Sigaluh. Barisan pertahanan kerajaan Sigaluh di penuhi persenjataan lengkap. Ribuan prajurit khusus juga di tempat kan di sana. Sesepuh yang memimpin adalah Empu Ragil Swara atau dikenal sebagai Resi Swara. Salah satu resi sahabat dari Resi Sumbing. Resi Swara terkenal dengan kesaktiannya yang bisa membuat lawannya terpental sebelum mendekati tubuhnya. Ajian ini disebut Tameng Dewa. Sebuah ajian sakti yang berguna sebagai pertahanan. Ajian ini bisa digunakan untuk menahan puluhan bahkan ratusan musuh di sekitar Resi Swara. Lawe Segara berhenti dengan jarak seratus tombak dari barisan pertahanan kerajaan yang ada di hadapannya sana. Matanya menatap nanar ke arah ribuan prajurit kerajaan yang telah siap dengan persenjataan lengkap. Tiba-tiba ada seorang prajurit melapor kepada Lawe Segara.
Dengan perasaan heran Ki Sapta mencoba lagi ajian Kipas Neraka Hitam miliknya. Saat satu sinar hitam melesat ke arah Pendekar Sinting, tiba-tiba serangannya seperti menembus tubuh Bantara. Pendekar Sinting tertawa cekikikan. "Hei orang bodoh! Apa kau pikir serangan mu itu bisa mengenai diriku? Dasar bodoh!" ucap Bantara sambil tertawa cekikikan. Ki Sapta menatap sekitarnya. Terlihat semua orang tengah bertempur. Sapta merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Saat tadi dia mendengar suara Bantara, meski dia tahu Bantara ada di hadapannya dan berbicara kepadanya, namun Ki Sapta merasakan suara itu tidak keluar dari mulut orang tua itu. Setelah beberapa saat lamanya dia berpikir, akhirnya Ki Sapta menyadari sesuatu, dia telah terjebak ajian Kala Mudeng. Ki Sapta terus berpikir bagaimana caranya keluar dari ajian Kala Mudeng itu sebelum tubuh aslinya terbunuh. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa di dalam ajian sakti milik Pendekar Sinting
Pasukan bantuan datang membuat prajurit Raksa Panjalu kocar kacir tidak karuan. Kehadiran pasukan Antasena dan Lesmana benar-benar memukul pasukan pemberontak itu. Raksa Panjalu sendiri tak menyangka akan ada serangan dari arah lain lagi. Jaka Geni yang berhasil mengalahkan Ki Damar langsung kembali beraksi. Dengan seruling perak dia membuat barisan musuh semakin kacau. Jeritan kematian dan kesakitan terdengar mengerikan. Raksa Panjalu tersenyum pahit. Mungkin inilah akhirnya, pikirnya. Namun saat dia merasa putus asa, matanya menangkap Pendekar Sinting yang bertarung dengan sangat gigih. Sudah banyak prajurit yang mati di tangan nya. Baik kawan maupun lawan dia habisi. Hingga akhirnya Bara Yuda datang untuk menyerangnya. Pertarungan dua orang tua itu pun terjadi. Raksa Panjalu tidak diam saja, dia ikut menyerang Bara Yuda. Melihat Sesepuh kerajaan di keroyok, Antasena pun menyerang Raksa Panjalu. Kali ini pertarungan sangat lah seng
Raksa Panjalu berteriak kaget saat melihat potongan tangan berada di hadapan mukanya. Tadinya dia membuang wajah karena mual melihat bentuk tangan Ki Damar yang hancur seperti terkena seribu sayatan.Sekarang dengan tanpa dosa, Ki Damar malah membuang tangan itu tepat dihadapannya. Dengan wajah aneh Raksa Panjalu menendang potongan tangan itu hingga melesat ke udara dan jatuh di kepala seorang pendekar yang tengah berperang. Pendekar yang terlihat aneh itu terkejut melihat potongan tangan yang hancur mengerikan itu. "Sialan! Siapa yang melemparkan tangan ini kepadaku!? Minta mati dia!" umpat pendekar tanpa alis tersebut sambil matanya celingukan mencari siapa pelaku yang melemparkan tangan tersebut. Namun dia tak melihatnya karena Raksa Panjalu berada cukup jauh darinya, sedangkan mereka di pisahkan oleh lautan manusia yang tengah saling membunuh. Karena kesal tak menemukannya, akhirnya orang yang tak lain adalah Bantara alias Pendeka
Dengan ilmu Daun Gugur yang sudah sempurna, Ki Damar melesat ke arah Jaka Geni. Kali ini kecepatan Ki Damar telah bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Raksa Panjalu duduk saja menonton pertunjukan dua pendekar itu. Padahal pasukan yang dia pimpin tengah mati-matian menahan serangan dari dua sisi. Namun Raksa Panjalu tidak peduli. Entah kenapa dia mulai tertarik dengan kepribadian Jaka Geni. Dia tak begitu peduli lagi dengan tugas yang dia emban dari Panglima Karna. Sebagai seorang pendekar, bisa melihat pertarungan pendekar lain membuat hatinya sangat terhibur. Apalagi setelah tadi melihat betapa konyolnya Jaka Geni mempermainkan Ki Damar hingga kebakaran jenggot. Dia belum pernah tertawa sampai seperti itu. Perasaan yang begitu menyenangkan hatinya.Akhirnya dia mendapatkan kebahagian yang sudah lama dia nanti. Bukan pada jabatan yang selama ini dia inginkan, bukan sanjungan yang selama ini dia terima bukan pula kekaguman orang lain kepada dir
Raksa Panjalu dan tiga ribu pasukannya berlari menuju barisan pertahanan Kerajaan. Langkah dan gemuruh teriakan para prajurit musuh itu terasa menggetarkan tanah.Bara Yuda mengangkat pedangnya. "Panah!" teriaknya keras. Pasukan Bara Yuda dan pasukan pertahanan melepaskan anak panah berapi dan bola besi yang di lemparkan dengan pelontar.Bola besi menghantam puluhan orang hingga terpental dalam keadaan tubuh yang hancur. Bahkan potongan tubuh itu terpental hingga ke wajah prajurit lain. Panah berapi membuat ratusan prajurit berguguran. Namun langkah mereka tidak goyah. Kaki mereka terus berlari hingga tepat di depan pasukan Bara Yuda. Perang jarak dekat pun tak terelakkan. Bunyi senjata yang beradu dan teriakan kematian membuat suasana di medan perang sangat mencekam. Ribuan dari pasukan pemberontak bergerak liar. Pasukan Bara Yuda tak mau kalah, mereka saling adu pedang dan tameng. Saling dorong dan saling bacok. Darah