Share

Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!
Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!
Author: Falisha Ashia

Terjebak Di Tubuh Baru

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-04-11 15:20:24

“Pangeran, tolong pelankan gerakanmu...”

Suara desahan diiringi derit ranjang kayu bergema di ruang mewah itu.

“Pangeran, sekarang giliranku, kamu melupakan istri keduamu?”

Sebuah tangan putih, halus, namun kekar menarik tangannya yang tengah memeluk seorang wanita yang ada di bawah tubuhnya.

“Di ... di mana ini ... Kenapa semuanya begitu ... nikmat...”

Laki-laki yang disapa pangeran itu tak kuasa menahan gejolak yang terbakar di dalam tubuhnya.

“Pangeran, jangan abaikan istri ketigamu...”

“Pangeran ... aku sudah tak tahan...”

Suara para wanita di sisinya saling bersahut-sahutan, menarik-narik tubuhnya seperti mahkota yang hendak diperebutkan.

Sementara itu, pandangan Raka, pangeran tersebut, semakin buram dan mulai membuatnya terhuyung.

“Apakah ini... surga?”

***

“Bangun, Yang Mulia. Tolong jangan tinggalkan kami...” ucap seorang wanita cantik.

Raka menatap kosong.

Yang Mulia? Siapa yang dipanggil Yang Mulia? Aku?

Raka ingin bertanya, tapi tenggorokannya kering dan lidahnya kelu. Napasnya berat.

Suara teriakan lain terdengar dari luar dan lebih membuat dada bergetar.

“Lindungi Pangeran Rajendra! Jangan biarkan mereka mendekat!”

Raka kembali terkejut. Pangeran Rajendra? Siapa pula itu?

Namun begitu ia menggerakkan tangannya, ia melihat kulit tangan yang bukan miliknya. Putih. Halus. Jari-jari panjang dan bersih. Bukan tangan keras dengan kulit sawo matang milik seorang polisi berpangkat rendah seperti dirinya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Suara teriakan. Derap kaki. Gemuruh ledakan kecil terdengar di kejauhan.

Kerajaan Bharaloka sedang terjadi peristiwa mengerikan. Kudeta dilakukan dan semua anggota kerajaan diburu untuk dibunuh.

Suara perintah kembali menggema, dan wanita cantik lainnya, dengan pakaian perang sederhana tapi tubuh anggun luar biasa, mendekat dengan langkah mantap.

“Cepat, bawa Pangeran ke tandu! Kita harus mundur sekarang!” teriaknya sambil menoleh ke belakang. Dia adalah Ranjani. Istri lain pangeran Rajendra.

Empat pria bersenjata langsung mengangkat tubuh Raka dan meletakkannya di atas tandu darurat. Tubuhnya masih dipenuhi luka, tapi mereka tampak sangat berhati-hati, seolah memperlakukan tubuhnya seperti pusaka.

Dalam kebingungannya, Raka melihat wajah wanita kedua itu. Tegas, cantik luar biasa, dan memiliki aura pemimpin. Tapi kenapa mereka semua memanggilnya pangeran?

“Apa aku sedang mimpi? Atau ini rekaman VR?” batin Raka.

Tandu bergerak cepat, diangkat oleh empat pria sambil berlari melewati jalan setapak hutan. Suara ledakan dan dering senjata kini semakin dekat.

“Naikkan Pangeran dan para permaisuri ke atas kuda! Kita harus menyebrang sungai!” seru seorang pria tua berjanggut putih panjang. Wajahnya keras, matanya tajam. Dialah Surapati, pengawal senior kerajaan Bharaloka.

Surapati harus berpikir cepat untuk menyelamatkan pangeran dan permaisuri. Dan jika hanya ditandu, mereka akan terkejar oleh pasukan musuh.

Dalam waktu singkat, mereka semua naik ke atas beberapa ekor kuda, Raka diapit dua wanita cantik. Lalu sepuluh pengikut yang setia padanya, harus bergantian naik ke atas kuda karena hanya ada 3 kuda lagi yang tersisa.

Perjalanan menuju pinggir sungai dipenuhi ketegangan. Tapi akhirnya, saat matahari mulai turun, mereka berhenti di tepi aliran sungai yang jernih. Udara dingin menyapa kulit mereka yang berkeringat.

Raka didudukkan bersandar pada batang pohon besar. Dadanya naik turun, sementara seorang wanita cantik mengelilinginya.

Seorang wanita yang tadi dilihat oleh Raka saaat pertama kali bangun, datang.

“Bagaimana kondisimu, Yang Mulia?” tanya wanita bernama Kirana itu.

Raka mengangkat alis. “Kamu bertanya padaku?”

“Ya, tentu saja. Siapa lagi yang berhak dipanggil Yang Mulia kalau bukan dirimu?” jawab Kirana.

Raka menghela napas berat. Ia tak tahan lagi. “Aku bukan Pangeran Rajendra. Aku adalah Raka Adiwangsa.”

Semua yang mendengar itu terdiam. Bahkan suara burung pun seperti lenyap dari hutan.

“Benarkah, kamu bukan Pangeran Rajendra?” tanya Kirana. Tangan lentiknya menyentuh dada Raka yang terbuka akibat luka.

Desiran aneh menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Raka mematung. Selama 25 tahun hidupnya, belum pernah ada wanita secantik ini yang menyentuh tubuhnya. Raka bahkan tak pernah punya pacar karena wajahnya yang tidak menarik.

Namun saat ini, dia hidup di raga seorang pangeran yang tampan.

“I-iya...” jawab Raka terbata. “aku bukan pangeran. Siapa kalian sebenarnya?”

Kirana, menatap Raka dalam-dalam sekali lagi. “Kamu sungguh bukan suamiku?”

“Ini omong kosong!” bentak seorang wanita lainnya. “dia hanya terbentur keras. Kepalanya pasti belum waras.”

Semua orang langsung menoleh ke arah wanita tersebut dengan ekspresi terkejut.

“Tuan Putri Ranjani, tolong jaga bicaramu!” ucap Surapati.

Semua orang tegang. Mereka tahu, Pangeran Rajendra dulu adalah pribadi kejam dan temperamental. Sekali marah, satu nyawa bisa melayang.

Kirana memegang lengan Ranjani dengan wajah yang cemas.

“Minta maaflah. Kamu tahu bagaimana pangeran,” ucap Kirana.

Ranjani menggertakkan gigi. Tapi akhirnya menunduk. “Maafkan aku Yang Mulia.”

Ketika semua orang sudah mengira jika pangeran Rajendra akan murka, mereka dibuat terkejut karena nyatanya tidak ada ledakan emosi. Tak ada tatapan mematikan seperti biasanya.

Bukan amarah dan perintah membunuh. Raka malah berkata, “Aku ingin buang air kecil.”

Kirana tertawa pelan setelah mendengarnya.

“Yang Mulia mau buang air kecil? Baiklah, biar aku menemanimu, Yang Mulia. Itu tugas istri, bukan?” ucap Kirana.

Raka membelalak. “Istri?”

“Bukankah sudah dibilang kalau kami berdua adalah istrimu, Yang Mulia,” jawab Kirana sambil tersenyum manis. “dan sebenarnya masih ada dua lagi. Tapi ...”

Seketika, raut wajah Kirana berubah drastis. Wajahnya yang ceria berubah suram.

“Apa? Masih ada dua lagi? Jadi … aku punya empat istri?” tanya Raka dalam hati.

Raka semakin bingung dengan apa yang terjadi. Dan hal ini membuat kepalanya berdenyut.

Tiba-tiba saja potongan ingatan mulai muncul. Dia ingat saat pagi tadi, ia masuk ke rumah seorang ilmuwan tua yang mati terbunuh. Sebagai petugas polisi, ia ditugaskan mengolah TKP.

Namun, ketika sedang memeriksa barang bukti yang bisa membawa kepada kebenaran yang terjadi, Raka menemukan sebuah bom waktu.

Ketika dia berusaha untuk menghentikan waktu pada bom tersebut, justru bom itu meledak.

“Apakah karena hal itu aku berada di sini? Apakah ini adalah kehidupan setelah kematian?” tanya Raka dalam hati. Kini Raka semakin bingung.

Raka tersentak saat Kirana menarik tangannya, membawanya menuju semak-semak di tepi sungai.

“Aku bisa sendiri,” ucap Raka panik.

“Tapi tanganmu terluka. Biar kubantu untuk membukanya,” kata Kirana.

“A-aku tidak...”

Tangan Kirana perlahan bergerak ke arah ikatan celananya.

“Ya Tuhan. Apa-apaan ini?” batin Raka, jantungnya berdetak liar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Ini Adalah Awal

    Raja Wicaksana tersentak di kursinya, tatapannya terpaku pada pintu kayu yang baru saja menelan dua pengawal terakhirnya. Pikirannya dipenuhi gambaran efisiensi iblis Rajendra.“Bodoh!” geram Raja Wicaksana, suaranya parau, dipenuhi rasa frustrasi dan teror yang mematikan. “Mereka mencari ke mana?! Rajendra ada di sini! Di Istana! Dia ada di luar pintu ini! Aku dikepung!”Baru saja kalimat itu keluar dari mulutnya, Rajendra mengirimkan pesan yang jauh lebih mengerikan dari sekadar teriakan.BRRUUUUK!Sebuah benda tumpul dan berat dilempar keras ke lantai menara. Benda itu menggelinding ke depan Raja Wicaksana yang sedang duduk.Raja Wicaksana menatap benda itu dengan mata melebar. Itu adalah kepala manusia. Wajahnya sangat ia kenal—itu adalah kepala pengawal yang baru keluar tadi untuk memeriksa! Wajahnya kaku dengan ekspresi ketakutan yang abadi, matanya terbuka lebar seolah melihat neraka sebelum mati.Raja Wicaksana menjerit. Teriakan itu bukan teriakan Raja, tetapi jeritan ngeri s

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Teror Dari Rajendra Datang

    Tama tersenyum lebar. Keputusan Rajendra untuk berbalik dan menggunakan pasukan pengejar sebagai perisai adalah strategi yang brilian, menghidupkan kembali harapan dan optimisme di tengah tim kecil itu.“Itu benar, Yang Mulia,” kata Tama, suaranya dipenuhi semangat yang membara. “Kita akan menjadi pemburu Raja. Bukankah ini jauh lebih menyenangkan daripada melarikan diri seperti tikus?”Ekspresi optimis terpancar di wajah Tama. Ia sangat percaya diri bahwa momen balas dendam terhadap Raja Wicaksana akan segera tiba. Bahkan, di dalam hatinya yang paling dalam, Tama telah bersumpah:Jika Yang Mulia Rajendra ragu untuk mengambil nyawa tiran itu, aku sendiri yang akan melakukannya. Kehormatan Putri Ayana adalah kehormatan seluruh pasukan Rajendra!Surapati mendekat, pandangannya dingin dan fokus. “Kita bergerak sekarang, Yang Mulia?” tanyanya. “Kita lewat jalur belakang. Jika masih ada kelompok kecil yang tertinggal di belakang, kita habisi saja satu per satu. Kita harus membuat jalan yan

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Balik Membalas

    Kemarahan Rajendra menular. Bukan hanya urat di lehernya yang menegang, tetapi juga suasana di sekitar mereka. Kata-kata Ayana tentang pemukulan itu adalah minyak yang disiramkan ke api kebencian yang sudah membara.Bukan hanya Rajendra dan Ranjani yang tersulut. Tama yang mendengarkan di belakang ikut mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Surapati, meskipun wajahnya kaku, matanya berkilat mematikan.Bahkan Sarno, bocah jalanan yang baru beberapa jam mengenal mereka, ikut merasakan amarah yang sama. Ia melihat bagaimana seorang wanita bangsawan diperlakukan seperti pengemis, sama hinanya dengan ibunya yang sakit di rumah.“Aku tidak terima!” geram Tama, maju selangkah. “Kalau mau kembali lagi, masih keburu, Yang Mulia! Raja Wicaksana pasti masih lumpuh dan terikat di Menara! Kalau mau, kita bergerak sekarang dan habisi dia!”“Ya, saya akan mengantarnya agar bisa lebih cepat sampai!” seru Sarno, matanya dipenuhi tekad balas dendam. “Saya tahu jalan yang lebih cepat dari Jalan Naga Bu

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Dipaksa Membunuh

    Suara alarm Istana yang menggelegar kini terdengar jauh, tertelan oleh labirin permukiman padat di pinggiran Kerajaan Widyaloka. Udara subuh terasa dingin di kulit, namun adrenalin dalam darah mereka membuatnya terasa seperti api.Rajendra merangkul Ayana, tubuhnya yang lemah bersandar erat padanya. Sarno memimpin jalan dengan kecepatan dan keahlian yang mengagumkan, sementara Surapati dan Ranjani menjaga bagian belakang, mata mereka tajam mengawasi setiap gang yang mereka lewati.Setelah berlari beberapa ratus meter dari area kumuh, Sarno berbelok tajam ke sebuah jalan setapak yang dikelilingi kebun kecil. Jalanan ini mulai ramai dengan warga yang bersiap pergi ke pasar.“Berhenti!” seru Rajendra tiba-tiba.Semuanya langsung berhenti, menatap Rajendra dengan bingung. Sarno bahkan tersentak, mengira ada pengejar.“Ada apa, Yang Mulia?” tanya Ranjani, tangannya memegang gagang pedang.Rajendra melepaskan pelukannya pada Ayana sejenak, mengambil napas dalam-dalam.“Kita sudah berada di

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Menyelamatkan Ayana

    Mereka bersembunyi di sudut gelap lantai dua menara yang kosong, tepat di seberang Pintu Besi yang mengunci Ayana. Lantai di bawah mereka menyimpan Kapten Wasesa dan beberapa pengawal elit yang terikat dan dibungkam, umpan yang siap dimakan.“Dia datang,” bisik Ranjani, matanya yang tajam melihat pantulan cahaya obor yang bergerak cepat di halaman luar.Detik-detik berikutnya terasa seperti berjam-jam. Mereka mendengar langkah kaki yang berirama, semakin mendekat, bersamaan dengan suara denting logam yang familier.“Siapkan diri,” Rajendra mengeluarkan perintahnya, suaranya serak namun tegas.Ia menggenggam erat pedangnya, sementara tangan kirinya sudah merogoh saku, memastikan Kunci Besi pertama aman. “Ingat rencana: fokus utama adalah kunci... kunci kedua yang ada di tangan Raja Wicaksana.”Suara derit pintu kayu lantai dasar memecah keheningan. Raja Wicaksana telah masuk.Langkah kaki yang mantap, berwibawa, namun juga menunjukkan urgensi, terdengar menaiki tangga kayu yang tua. Ta

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Ide Nekat

    Rajendra tidak memberikan waktu bagi Kapten Wasesa untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan. Teriakan Kapten Wasesa yang keras itu adalah peringatan yang bisa menarik perhatian, dan Rajendra tidak akan membiarkan itu terjadi.“Sekarang!” teriak Rajendra.Kapten Wasesa melompat maju, pedangnya memancarkan kilatan perak. Dia kuat, didukung oleh pelatihan keras Naga Merah khas Widyaloka, tetapi gerakannya lambat dan terprediksi di mata Rajendra.Di mata Rajendra—atau lebih tepatnya, Raka—mantan perwira polisi dari dunia modern, gerakan Kapten Wasesa hanyalah pola yang sudah usang. Rajendra bergerak menggunakan insting bela diri modern yang dilatih untuk melumpuhkan target secepat mungkin.BUUK!Rajendra tidak menggunakan pedang. Ia menggunakan tangan kosong. Ia merunduk di bawah ayunan pedang Kapten Wasesa, menangkis bilah itu dengan sarung lengan, dan melancarkan pukulan siku cepat ke ulu hati Kapten Wasesa.Kapten Wasesa terhuyung. Sebelum ia bisa bernapas, Rajendra sudah ada di belaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status