Share

Menghadapi Fitnah

Penulis: Falisha Ashia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-26 17:41:32

Pria itu berdiri tegak di depan rumahnya dengan tangan bersedekap, matanya menyala menatap Rajendra.

“Kamu telah melecehkan Anindya, ‘kan?”

Ucapannya seperti bom yang meledak di tengah kerumunan warga.

Bisik-bisik sebelumnya dari para warga, kini berubah menjadi gumaman jelas. Tatapan-tatapan yang tadi sekadar curiga, kini beralih menjadi penghakiman.

“Itu tidak benar,” kata Rajendra, tenang namun tegas. “kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

“Oh, aku tahu lebih dari cukup,” balas Wira cepat.

Pria itu menunjuk Anindya yang berada di samping Ranjani, tubuhnya gemetar dan pakaiannya berantakan. “Lihat sendiri pakaiannya yang robek dan keadaannya seperti itu! Kamu masih berani bilang ini salah paham?”

Beberapa warga mulai mengangguk, lirih. Sebagian mulai bicara pelan, mendukung dugaan Wira. Sedangkan Anindya sendiri menunduk, masih dalam keadaan trauma. Suaranya belum mampu keluar meski bibirnya ingin membantah.

“Dia hanya memanfaatkan situasi!”

Suara lain muncul dari kerumuna
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Dendam Tumbuh Semakin Kuat

    Saat Arwan selesai berbicara, dua sosok dengan langkah cepat menghampiri kerumunan. Mereka adalah Tama dan Banyu.Mereka keluar rumah saat mendengar keributan terjadi. Kebetulan saat ini, mereka berdua bertiga menjaga rumah.“Tuan Rajendra, ada apa ini?” tanya Tama dengan nada khawatir, matanya menelisik wajah-wajah tegang di sekitarnya. Banyu berdiri di sampingnya, siap siaga.Kepala Desa Arwan menoleh ke arah Tama. Lalu dia berkata untuk menjelaskan, “Anindya baru saja mengalami kejadian yang mengerikan. Dia hendak dilecehkan oleh seseorang dan Rajendra di sini, sempat menjadi orang yang dicurigai sebagai pelaku.”Mendengar penjelasan itu, ingatan Tama melintas mengenai sosok Rajendra yang dulu, di mana Rajendra adalah seorang pangeran yang gemar bermain-main dengan wanita, bahkan tak segan memaksa siapapun yang menarik perhatiannya meskipun wanita itu telah memiliki suami.Namun setelah menyaksikan perubahan sikap Rajendra beberapa hari belakangan setelah terjadinya kudeta, Tama me

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-27
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tawaran Dari Kepala Desa

    “Sebagai hukuman atas tindakanmu menyebarkan fitnah dan menghakimi tanpa bukti, Wira,” lanjut Arwan, “kau harus membersihkan seluruh jalanan desa selama satu minggu penuh. Ini agar menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak terburu-buru dalam menilai seseorang.”Bukan hanya dipaksa untuk meminta maaf dsn mengakui kesalahan, Wira juga diberikan hukuman sosial. Itu membuatnya tambah malu.Kepala Desa Arwan kemudian meminta warga untuk membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing.Setelah kerumunan menipis, ia berbicara dengan Anindya, menanyakan kondisi putranya.“Obat di rumahku dan balai desa habis,” kata Kepala Desa Arwan dengan nada prihatin. “Besok pagi aku akan mengirimkan pegawaiku untuk mengambilkannya dari desa sebelah.”Mendengar itu, air mata kembali membanjiri wajah Anindya. Ia menggelengkan kepalanya dengan panik. “Tidak bisa menunggu sampai besok, Kepala Desa! Anak saya demamnya sangat tinggi. Saya takut… saya takut dia tidak selamat.”Rajendra, yang sedari tadi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-30
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Seperti Tabib

    Mendengar kata ‘imbalan’, mata Rajendra sedikit berbinar. Uang! Pikirannya langsung tertuju pada rencana membangun pabrik roti. Uang akan sangat membantu mewujudkan impian itu. Namun, ia tidak ingin terburu-buru memberikan jawaban.“Terima kasih atas tawaran Anda, Kepala Desa Arwan,” jawab Rajendra dengan nada sopan namun tidak langsung menerima. “ini adalah tawaran yang sangat menarik dan akan saya pertimbangkan dengan saksama.”Tepat saat Arwan hendak mengatakan sesuatu lagi, Anindya keluar dari kamar dengan wajah lega dan mata berkaca-kaca.“Kepala Desa, Rajendra. Arya demamnya sudah turun. Tubuhnya tidak sepanas tadi. Dia juga sudah berhenti menangis dan tertidur pulas.” Anindya mengusap air matanya dengan punggung tangan, senyum haru terukir di wajahnya. “Terima kasih banyak.”Kepala Desa Arwan tersenyum lebar. “Syukurlah kalau begitu. Anda benar-benar memiliki pengetahuan yang luar biasa.”Rajendra mengangguk kecil. “Saya hanya berusaha membantu sebisa saya.”Ranjani menatap Raj

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-01
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Harapan Semakin Terlihat Nyata

    Rajendra memanggil Tama dan Banyu. Ia memerintahkan mereka untuk membawa hadiah yang telah diberikan oleh Anindya ke rumah. Tanpa banyak bicara, keduanya langsung bergerak cepat melaksanakan perintah itu dengan penuh tanggung jawab.Namun sebelum Rajendra benar-benar meninggalkan rumah Anindya, Arwan menghampirinya. Wajah pria paruh baya itu tampak ramah namun serius saat ia mengutarakan sebuah tawaran.“Oh iya, Rajendra. Tolong pertimbangkan tentang tawaran dari saya tadi. Saya akan memberikan imbalan dua Solin per orang setiap bulannya. Dan untuk Anda, saya akan berikan imbalan lima Solin,”“Dulu, penjaga lama kami hanya menerima satu Solin sebulan. Tapi untuk kalian, saya ingin memberikan yang lebih,” ucap Arwan.Rajendra tersenyum tipis. Ia merasa dihargai, untuk pertama kalinya sejak kejatuhannya dari istana. Namun, di balik senyum itu, pikirannya berkecamuk. Ia sama sekali tak paham nilai uang di dunia ini.Satu Solin? Dua? Lima? Bisa dipakai beli apa saja? pikirnya.Namun Raje

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-01
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tanpa Busana

    Setelah semua keputusan diambil dan semangat kembali menyala dalam dada para pengikutnya, Rajendra menyuruh mereka untuk kembali tidur. Malam masih panjang. Langit belum berubah warna. Hanya nyala lampu minyak dan nyanyian jangkrik yang menemani."Kirana, Ranjani. Masuklah. Sudah larut malam," ucap Rajendra sebelum masuk ke kamar mereka.Kedua wanita itu mengangguk pelan. Suara sang pangeran lembut tapi mengandung wibawa. Sejak kembali dari rumah kepala desa, auranya seperti berubah. Lebih kuat. Dan terkesan tak tersentuh.Di dalam kamar, udara dingin menyusup perlahan dari celah jendela. Ranjani duduk bersila di atas ranjang, sementara Kirana sedang melipat selimut tipis.“Ranjani,” bisik Kirana pelan, “bagaimana Pangeran Rajendra bisa bertarung seperti itu tadi? Tama bilang, tekniknya seperti pendekar utama istana.”Ranjani mengangguk cepat. “Dia luar biasa. Bahkan gerakan tebasannya tidak seperti prajurit biasa. Aku pernah melihat pendekar utama Bharaloka berlatih di alun-alun. Ger

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-02
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Membangun Pasukan

    Dari balik jendela dapur, Kirana berdiri diam, tangan masih memegang mangkuk adonan. Tatapannya menusuk ke arah sekelompok gadis muda yang berseru pelan sambil menyembunyikan wajah di balik kain selendang. Seorang di antaranya bahkan menunjuk ke arah Rajendra dan menggigit bibirnya sambil terkikik pelan.“Iishh!” desis Kirana, kembali mengaduk adonan dengan tenaga berlebih. “Lihat suami orang sampai seperti itu…”Ranjani, yang sedang menumbuk rempah, melirik sekilas. “Sudahlah, Kirana. Mereka cuma anak-anak…”“Anak-anak yang matanya seperti mau menelan mentah-mentah suamiku,” geram Kirana, walau tetap tak keluar dari dapur. Ia tahu, sebagai istri pangeran, seharusnya ia tak cemburu karena hal sepele. Tapi darahnya mendidih melihat perempuan-perempuan itu menatap Rajendra seperti pahlawan dalam cerita rakyat.Sementara itu, Rajendra menuruni tangga dengan tenang. Surapati segera menghampirinya, wajahnya berseri-seri.“Paman, sejak kapan mereka berkumpul?” tanya Rajendra.“Mereka datan

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-02
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Penuh Semangat

    Sebenarnya, aroma asam yang menguar dari mangkuk itu tidaklah terlalu menyengat. Hanya saja, hidung Kirana memang lebih sensitif terhadap bau-bau yang kurang sedap. Ia terbiasa dengan aroma rempah segar dan bunga-bunga yang selalu menghiasi kediaman mereka.Bau ragi itu, meskipun samar, cukup untuk membuatnya merasa tidak nyaman.“Yang Mulia bilang ini akan membuat roti menjadi nikmat?” tanya Kirana dengan nada skeptis, sedikit menjauh dari mangkuk. “saya akan percaya kalau sudah mencobanya nanti.”Ranjani, yang baru saja selesai memotong beberapa bahan masakan, menghampiri mereka karena penasaran dengan percakapan itu.Mata Ranjani meneliti isi mangkuk dengan seksama. Alih-alih merasa jijik, ekspresinya justru menunjukkan ketertarikan.Aroma asam itu seolah tidak mengganggunya sama sekali, mungkin karena ia lebih terbiasa dengan proses pembuatan makanan tradisional yang melibatkan fermentasi.“Oh, ini toh rahasianya,” gumam Ranjani sambil mengangguk-anggukkan kepala, seolah menemukan

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-03
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Jauh Lebih Baik

    Setelah berbincang-bincang , para warga warga yang antusias mengikuti latihan bela diri telah membubarkan diri, kembali ke rumah masing-masing dengan tubuh yang lelah namun hati yang bersemangat. Namun, di tengah lapangan yang mulai lengang, tampak dua sosok remaja yang masih enggan beranjak.Yang pertama adalah seorang anak laki-laki bernama Aji. Tubuhnya tergolong kurus, namun tampak memiliki struktur tulang yang kokoh dan gerakan yang lincah saat tadi mencoba menirukan gerakan bela diri. Di samping Aji, berdiri Danu, seorang remaja dengan tubuh tambun dan pipi bulat kemerahan. Meskipun terlihat sedikit kesulitan mengikuti beberapa gerakan, semangatnya tampak tak kalah membara dari Aji. Mereka berdua seolah terpaku di tempat itu, betah berlama-lama di area yang baru saja menjadi saksi bisu semangat persatuan warga desa.Dengan ragu-ragu, Aji memberanikan diri menghampiri Rajendra yang sedang mengawasi beberapa prajurit merapikan peralatan latihan.“Kak Rajendra,” panggilnya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-03

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Roti Manis

    Untuk menjaga keamanan desa malam itu, Rajendra menunjuk enam orang pengikutnya untuk berjaga secara bergilir. Ia sendiri memilih untuk tidak ikut berjaga. Kekhawatiran akan kondisi kedua istrinya yang tampak ketakutan membuatnya ingin segera pulang dan memastikan mereka baik-baik saja.Rajendra kembali ke rumah bersama Banyu dan dua orang pengikut lainnya. Mereka akan berjaga besok pagi sampai sore hari.Sesampainya di rumah, Rajendra disambut oleh Ranjani dan Kirana dengan tatapan mata yang penuh tanda tanya dan kecemasan.“Yang Mulia, apa yang terjadi?” sapa Ranjani dengan nada sedikit tegang.Rajendra tidak langsung menjawab. Dia merasakan aura ketakutan yang menyelimuti rumahnya.“Aku takut, Yang Mulia,” lirih Kirana sambil memeluk lengan Rajendra erat-erat.Rajendra mengusap lembut kepala Kirana dan juga Ranjani secara bergantian. “Tidak ada apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir.”“Bagaimana bisa baik-baik saja, Yang Mulia? Bambu keramat itu telah di

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Keputusan Rajendra

    Mendengar cerita mengerikan dari pria tua itu tentang orang yang menghilang setelah menebang bambu keramat, bulu kuduk para pengikut Rajendra langsung meremang. Mereka tanpa sadar mempercepat langkah untuk segera kembali ke desa, menjauhi hutan yang kini terasa angker.Namun, di benak mereka, terlintas kekhawatiran yang sama: bagaimana dengan Dipa yang masih terpaku di luar desa?“Cepat masuk ke rumah kalian semua! Jangan ada yang berani keluar malam ini!” seru pria tua itu dengan nada panik sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu dengan tergesa-gesa.Para pengikut Rajendra saling bertukar pandang dengan ekspresi kebingungan dan ketidakpastian. Mereka semua menunggu keputusan apa yang akan diambil oleh sang pangeran.“Jangan tinggalkan aku di sini, kumohon…” lirih Dipa dengan suara bergetar, air mata mulai membasahi pipinya.Ia kemudian menoleh ke arah Rajendra dengan tatapan memelas. “Yang Mulia … jangan tinggalkan saya. Sungguh, saya sangat takut.”Hati pa

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Semakin Mencekam

    Mendengar teriakan panik Dipa, langkah Rajendra yang sedang memeriksa bambu-bambu yang sudah ditebang terhenti. Ia segera menghampiri Dipa yang masih mematung dengan wajah pucat pasi. “Ada apa, Dipa? Tenanglah,” tanya Rajendra berusaha menenangkan. “Y-Yang Mulia … a-aku … aku baru saja menebang pohon keramat,” jawab Dipa dengan suara bergetar hebat, matanya memandang nanar ke arah bambu yang mengeluarkan cairan merah pekat. Rasa dingin langsung menjalar di tulang belakang para pengikut Rajendra yang lain. Mereka membayangkan hal-hal mengerikan yang mungkin terjadi setelah melanggar pantangan desa. Banyu yang merupakan sepupu Dipa langsung menyalahkan pemuda itu dengan nada panik. “Bodoh kamu, Dip! Kenapa tidak hati-hati! Sekarang bagaimana ini?!” Surapati mendekati bambu yang mengeluarkan cairan merah itu. Ia mengamatinya dengan seksama, namun raut wajahnya menunjukkan kebingungan. “Ini aneh. Aku tidak pernah melihat bambu yang mengeluarkan darah. Mungkin benar, bambu ini t

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Bambu Keramat

    Arwan menghela napas panjang, raut wajahnya menggambarkan beban berat yang selama ini ia pikul bersama warganya. “Kami harus menyetor upeti sebesar lima belas Orun emas setiap empat bulan sekali, Yang Mulia. Itu artinya, tiga kali dalam setahun kami harus menyerahkan total empat puluh lima Orun emas kepada kerajaan.”Mendengar nominal tersebut, Rajendra yang tidak familiar dengan mata uang di zaman itu, dia hanya bisa menerka-nerka nilainya.Namun, dari nada bicara Arwan yang penuh keputusasaan dan ekspresi wajahnya yang menggambarkan penderitaan, ia tahu pasti bahwa jumlah itu sangatlah besar dan memberatkan bagi perekonomian desa.“Dengan jumlah penduduk yang sedikit dan sebagian besar warga hidup dalam kondisi pas-pasan, upeti sebesar itu benar-benar mencekik kami, Yang Mulia,” lanjut Arwan dengan nada lirih.Rajendra mengerutkan keningnya, merasa iba dengan nasib warga Desa Gunung Jaran.“Apakah kalian sudah pernah mencoba meminta keringanan kepada raja?” tanya Rajendra dengan nad

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Penolakan

    Suryakusuma yang mendengar nada bicara Kepala Desa Arwan yang penuh keramahan, mencoba meluruskan kesalahpahaman yang mungkin timbul. Ia tidak ingin dianggap tidak menghargai pemimpin desanya.Namun, alasan sebenarnya di balik penolakannya untuk berkenalan dengan Rajendra adalah prasangka buruk yang sudah mengakar di benaknya.“Bukan begitu maksud saya, Kepala Desa,” kata Suryakusuma dengan nada dibuat-buat menyesal. “saya sangat menghormatimu. Hanya saja, saya sudah terlalu sering bertemu dengan orang-orang seperti dia, orang asing yang datang dengan wajah polos namun menyimpan niat tersembunyi.”Kepala Desa Arwan mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan ucapan Suryakusuma.“Memangnya apa yang salah dengan Rajendra, Juragan? Saya melihatnya sebagai orang yang sopan dan memiliki niat baik untuk membantu desa kita,” tanya Arwan.“Mereka itu penuh dengan kemunafikan, Kepala Desa,” balas Suryakusuma dengan nada sinis. “mereka berpura-pura baik dan peduli pada awalnya, tapi pada akhir

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berkeliling Desa

    Pertanyaan Rajendra menggantung di udara, menciptakan keheningan yang mencekam di antara mereka.Ranjani dan Kirana saling pandang, raut wajah mereka dipenuhi dengan kesedihan dan keprihatinan. Mereka tahu, ingatan Pangeran mereka perlahan mulai kembali, membawa serta luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.“Apakah aku … punya empat istri?” tanya Rajendra sekali lagi, nadanya penuh harap namun juga tersirat ketakutan akan jawaban yang mungkin ia terima. “aku baru saja mengingat kilasan masa lalu di mana ada 4 wanita di sampingku.”Ranjani menghela napas pelan sebelum menjawab dengan suara lirih, “Iya, Yang Mulia memiliki empat orang istri.”“Di mana … di mana yang dua lagi?” tanya Rajendra dengan wajah yang kini dipenuhi kepanikan.Bayangan samar-samar tentang kejadian mengerikan di malam kudeta mulai berputar lagi di benaknya.Tiba-tiba, air mata Kirana mengalir deras membasahi pipinya. Ia terisak pelan, mengingat kedua sahabatnya yang kini tidak lagi bersama mereka. Kenangan akan ma

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Kilasan Masa Lalu

    Melihat nada bicara dan tatapan mata Suryakusuma yang merendahkan, Surapati yang berdiri di belakang Rajendra tidak bisa tinggal diam.Insting seorang prajuritnya kembali muncul. Ia khawatir jika Pangeran Rajendra yang menanggapi langsung, emosi masa lalunya bisa saja kembali menguasai. Lebih baik ia yang maju dan menghadapi orang sombong ini.Dengan langkah mantap, Surapati mendekat ke arah Suryakusuma. Matanya menatap dengan tajam.“Maafkan kelancangan saya, Tuan,” ucap Surapati dengan nada sopan namun tegas. “kami datang ke desa ini tidak dengan niat mengganggu. Sebaliknya, kami justru ingin memberikan kontribusi yang baik bagi kemajuan dan keamanan desa ini.”Suryakusuma menoleh dengan tatapan merendahkan ke arah Surapati.“Siapa kau berani bicara denganku? Apa kau salah satu anak buah orang asing ini?” tanya Suryakusuma dengan mata melotot sambil menunjuk wajah Rajendra dengan jari telunjuknya.“Benar, Tuan. Saya adalah salah satu pengikut Tuan Rajendra. Dan saya bertanggung jawa

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Ancaman Dari Suryakusuma

    Mendengar kata-kata Wira yang penuh dengan racun dan hasutan, telinga Suryakusuma terasa panas. Julukan “idola baru” bagaikan duri yang menusuk hatinya yang selama ini haus akan pengakuan dan puja-puji. Ia merasa terancam, seolah ada seseorang yang berani merebut tahta popularitasnya di desa ini.“Siapa orang itu? Di mana rumahnya?” tanya Suryakusuma dengan nada suara yang meninggi, menyiratkan kemarahan yang mulai membara.Wira merasakan kegembiraan yang luar biasa dalam hatinya melihat reaksinya. Rencananya untuk memanfaatkan kekayaan dan pengaruh Suryakusuma untuk menjatuhkan Rajendra tampak berjalan sesuai harapan. Namun, di hadapan Juragan, ia tetap mempertahankan ekspresi datar dan penuh keprihatinan palsu.“Namanya Rajendra, Juragan. Dia tinggal di rumah kosong yang dulu ditempati oleh preman Baron. Mereka merebut rumah itu setelah berhasil mengalahkan Baron dan anak buahnya,” jelas Wira dengan nada hati-hati, seolah takut menyinggung perasaan Suryakusuma.Mata Suryakusuma mem

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Dukungan

    Rajendra akhirnya hanya bisa tertawa saja untuk merespon harapan kepala desa itu. Arwan tampak sedikit bingung melihat reaksi Rajendra yang tidak terduga. Ia khawatir kalau perkataannya tadi menyinggung perasaan pemuda itu. “Maafkan saya jika perkataan saya kurang pantas, Rajendra,” ucap Arwan dengan nada menyesal. “saya hanya memikirkan yang terbaik untuk desa ini…” Belum sempat Arwan melanjutkan perkataannya, tiba-tiba muncul Dipa, seorang pemuda berbadan tegap yang merupakan sepupu Banyu. Dipa datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah piring berisi dua potong roti pipih yang masih hangat. Aroma gurih yang bercampur dengan aroma Bakaran, langsung menyeruak, membuat perut Arwan yang belum terisi sejak pagi bergejolak. “Tuan, ini rotinya,” kata Dipa dengan sopan sambil menyodorkan piring tersebut kepada Rajendra. Rajendra menerima piring itu dan tersenyum kepada Dipa. Kemudian, ia mengulurkan piring itu kepada Arwan. “Kepala Desa, perkenalkan, ini adalah makanan buata

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status