ログインDayang Chu mempersilakan Rhanora maju terlebih dulu, sementara Linlin dan Yiyi mengikuti di belakang dengan membawa kotak hadiah —sebuah tradisi kecil sebagai ramah tamah ketika mengunjungi seseorang yang lebih tua.Lorong menuju paviliun Selir Agung Wen tenang namun atmosfernya berbeda jauh dari area kediaman Rhanora. Semakin jauh mereka melangkah, semakin banyak pelayan yang berhenti, membungkuk dalam-dalam, lalu menyingkir ke samping. Status calon Permaisuri benar-benar terasa di sini.Namun, Rhanora tidak membiarkan hal itu memengaruhi langkahnya.Begitu mereka berhenti di depan pintu besar berlapis kayu gelap, Dayang Mi membungkuk dalam sebelum berbicara.“Yang Mulia, Selir Agung Wen telah menanti kehadiran anda.”Rhanora mengangguk, tangan halusnya mengepal kecil di balik lengan hanfu untuk meredakan gugup yang tak ingin ia tunjukkan.Dayang Mi mengetuk dua kali lalu mendorong pintu perlahan.Aroma bunga osmanthus lembut keluar dari dalam ruangan.Rhanora melangkah masuk dengan
“Yang Mulia, hamba Dayang Chu mulai sekarang akan menjadi kepala dayang yang akan melayani anda. Saya juga membawa beberapa dayang dan kasim atas perintah Yang Mulia Kaisar.”Keesokan paginya ketika Rhanora sedang sarapan pagi, Dayang Chu datang membawa beberapa dayang dan kasim yang berjajar rapi di belakang Dayang Chu.Sesaat setelah Dayang Chu berkata, para dayang dan kasim yang dikirim melayani Rhanora pun berlutut dan berkowtow memberi salam kepada calon Permaisuri Kekaisaran Thagon.“Salam kepada kekasih jiwa Kaisar Naga, panjang umur ratusan tahun!”Mau sampai kapanpun Rhanora tidak akan terbiasa dengan cara penghormatan seperti ini.Seperti yang diajarkan oleh Dayang Chu, Rhanora menunggu sebentar sebelum membiarkan para pelayan untuk berdiri. Rhanora lalu menatap Dayang Chu, “kau bisa mengatur mereka sesuai keahlian mereka masing-masing.”“Hamba mengerti Yang Mulia.”****“Yang Mulia bagaimana dengan warna kain ini?”“Yang Mulia bunga-bunga yang dikirim Perbendaharaan sudah d
“Yang mulia.”Suara Linlin membuat Rhanora yang melamun menatap ramainya ibukota Kekaisaran Thagon pun menoleh. Setelah pelajaran tata krama yang melelahkan itu, akhirnya Rhanora pun diizinkan untuk menapaki kaki ke Istana Dalam dan bersiap untuk pernikahannya yang hanya tinggal menghitung hari saja.Pernikahan yang tidak didasari cinta.Sungguh mahal sekali kata cinta itu di kehidupan Rhanora. “Sebentar lagi kita akan memasuki Istana.” Linlin mengingatkan dengan lembut meski wajahnya masih sedatar biasanya, ada kekhawatiran yang terpampang jelas di manik mata segelap tinta itu. Rhanora tersenyum kecil. Senyum yang lebih seperti pengakuan pahit daripada ketenangan, ia menarik napas dan membuangnya perlahan. Ia mengangguk. “Aku tahu Linlin.”Rhanora mengerti dengan jelas begitu melewati gerbang utama itu, kebebasannya akan berakhir. Ia tidak akan bisa keluar lagi tanpa izin dari sang Kaisar—lelaki yang bahkan belum benar-benar ia kenal.Kekaisaran Thagon jauh berbeda dari Valory. Di
Pada malam hari ketika semua orang tidur terlelap, beberapa hari setelah pelatihan tata krama yang dilakukan Rhanora. Di istana dalam Kekaisaran Thagon. Seorang pria duduk di kursi dengan pakaian berwarna hitam bersulam naga emas, sementara itu dihadapan meja kerjanya seorang wanita paruh baya menunduk dalam memberi laporan.“Hamba sudah melatih Yang Mulia kekasih jiwa Kaisar Naga mengenai tata krama, namun hamba belum yakin beliau sudah bisa masuk ke istana atau belum.”“Dayang Chu, kau adalah dayang senior istana dan juga dayang yang telah mengikuti mendiang ibunda semasa ia masih hidup, tapi bahkan kau tidak bisa melatih seseorang yang merupakan Putri Kekaisaran Valory dalam satu minggu?” Dayang Chu segera berkowtow, tubuhnya gemetar hebat. “Hamba memohon maaf Paduka Kaisar. Bukan karena hamba tidak berusaha, tetapi Yang Mulia Rhanora memiliki kebiasaan yang berbeda. Beliau tidak terbiasa dengan cara membungkuk sedalam yang dilakukan di Thagon, dan terkadang ia terlalu berani men
Beberapa jam setelah pertemuan dengan pria bertopeng rubah itu, suasana kediaman Rhanora berubah hening. Udara sore terasa berat ketika pintu geser terbuka perlahan dan beberapa dayang melangkah masuk dengan langkah serempak. Mereka mengenakan jubah sutra warna pucat dengan sabuk biru langit. Di antara mereka, seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun berjalan paling depan. Langkahnya tenang, penuh wibawa, namun gerakannya menunjukkan penghormatan yang sangat ketat terhadap tata krama. Begitu ia sampai di hadapan Rhanora, sang dayang segera berkowtow menyentuhkan dahinya ke lantai sebelum bersuara dengan lembut namun tegas.“Hamba Dayang Chu, diperintahkan untuk melatih Yang Mulia dalam tata krama dan perilaku keluarga kekaisaran sesuai aturan bangsa Thagon.”Rhanora yang semula duduk santai di kursi kayu berukir sederhana itu spontan menegakkan punggungnya. Ia sempat menatap dayang-dayang di belakang Chu, semuanya menunduk dalam-dalam, tidak berani menatap langsung.“Melatihku
“Apakah kau bisa mempertemukanku dengan orang yang telah menyelamatkanku?” Tanya Rhanora sehari setelah penyergapan yang jelas-jelas tujuannya adalah untuk membunuh Rhanora.Sehari telah berlalu sejak penyergapan itu—serangan mendadak yang jelas ditujukan untuk menghabisinya. Kini, ia dan rombongannya sudah tiba di ibu kota Thagon. Dengan pertimbangan keamanan, Rhanora setuju untuk memasuki kota secara diam-diam tanpa arak-arakan, tanpa dentuman genderang penyambutan yang seharusnya menggema di jalan utama. Mereka kini beristirahat di kediaman sementara yang telah disiapkan sebelum ia resmi masuk ke istana.Namun, dalam hati Rhanora ada keraguan yang sulit diabaikan. Ia merasa penyergapan itu bukan sekadar upaya pembunuhan. Mungkin seseorang menginginkan agar ia tiba di ibu kota tanpa kemegahan, tanpa sorak rakyat yang menyambut calon permaisuri mereka agar kedatangannya terlihat seperti aib, bukan kehormatan.Bai Heng terdiam cukup lama, ia tampak berhati-hati memilih kata yang palin







