Pagi ini, Yerin terbangun lebih awal dari Arsen. Ia menatap pria yang sedang memeluknya ini. Wajah Arsen nampak begitu damai. Meski suka marah-marah dan mengomelinya, tapi Arsen sangat tulus menemaninya di rumah sakit. “Kau sudah bangun?” Arsen memeluk Yerin. Meski memeluk Yerin hangat, Arsen tetap berhati-hati. Jangan sampai menyakiti kaki Yerin yang masih belum sembuh. “Butuh waktu berapa lama ya sampai kakiku sembuh?” tanya Yerin. “Santai saja. Jangan buru-buru ingin pergi ke sekolah.” Arsen bergumam di ceruk leher Yerin. “Lebih baik mengajar dan kelelahan daripada istirahat tapi tidak bisa melakukan apapun.” Yerin menyipitkan mata. “Jangan bilang kau berharap aku sakit saja supaya tidak bertemu dengan pak Rudy?” tanyanya. Arsen menggeleng. “Tidak!” jawabnya keras. “Siapa yang bilang begitu?” “Siapa tahu…” lirih Yerin. “Aku juga ingin kau juga cepat sembuh. Tapi, aku memang tidak suka kalau kau kembali bekerja ke sekolah dan bertemu dengan Rudy. Lalu, kau
“Akh!” bastian mengeluh lagi. Kali ini tekanan yang dari Eve yang begitu kuat. Eve segera menjauh. “So-sorry. Aku tidak sengaja.” “Kau pasti tidak tulus mengobatiku!” Bastian menatap Eve dengan kesal. “Hei! Kalau begitu obati saja lukamu sendiri. jangan menyuruhku!” Eve melempar kapas dengan kesal. Bastian mengerjap. Ia membangunkan singa yang ada di dalan diri Eve. Seperti dirinya yang tidak mau membayar uang kas. Bukannya tidak mau, tapi memang sengaja menjahili bendahara. Namun, jika Eve yang turun tangan memarahinya—teriakan Eve bisa membuat telinganya berdenging. “Aku minta maaf.” Bastian menatap Eve. “Maafkan aku, Eve…” Bastian pelan. Eve menyipitkan mata. Kemudian melirik laki-laki itu. sempat melihat wajah Bastian apakah tulus meminta maaf atau tidak. Tapi sepertinya Bastian memang tulus. “Aku akan mengobatimu, tapi kau harus diam. Jangan banyak protes!” Eve mengambil lagi kapas yang sudah ia buang. Eve menatap Bastian. laki-laki itu sedang ters
“AAAA!” teriak perempuan itu saat Bastian menariknya masuk bersama Aurel. Bastian segera menutup mulut Eve yang berteriak. “Aku Bastian! Cepat tutup pagarmu!” Eve melotot. Karena begitu panik—ia langsung menuruti perintah Bastian dengan menekan tombol otomatis agar pagarnya kembali terkunci. Bastian terjatuh dengan nafas yang tersenggal. Begitupun dengan Aurel yang melepaskan Melepaskan masker dan topinya. “Aaa—” Eve segera menutup mulutnya sendiri. Ia mengerjap—melihat wajah Bastian yang babak belur. Ada banyak keterkejutan yang tidak dimengerti oleh Eve. Ia juga hampir melupakan perempuan yang bersama Bastian. Bukankah itu kakak kelas mereka? “Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Eve. Bastian mendongak. “Bisakah kau membawa kita ke dalam sebentar? Aku haus.” Eve menatap Bastian yang kurang ajar. Ngelunjak lama-lama. Tapi untungnya orang tuanya tidak dirumah karena melakukan perjalanan bisnis. Kedua orang tuanya memang sangat sibuk. Ayahnya yang seorang
“Fuck!” umpat Bastian pelan. Jumlah preman itu sangat banyak. Tidak mungkin melawannya. Bastian mengeratkan genggamannya pada tangan Aurel. “Satu dua tiga!” Bastian memilih berlari. Membawa Aurel berlari daripada menghadapi banyaknya preman. Aurel mengikuti Bastian berlari meski susah payah. Ia melihat tangan mereka yang saling menggenggam. Bastian yang menggenggam dan menarik tangannya dengan erat. Aurel menoleh ke belakang. Preman itu masih mengerjar mereka. bahkan kekuatan mereka bertambah. Bastian menoleh ke belakang sebentar. “Shit!” umpatnya lagi. “Aku akan menyerah saja!” teriak Aurel. “Kita akan tertangkap!” “Jangan gila!” teriak Bastian. Bastian semakin erat menarik Aurel. Bastian melihat ada belokan di depan. Ia memilih untuk berbelok di sebuah gang lagi. Menaiki tangga yang begitu banyak. Berbelok dan berbelok lagi. Terus berlari mereka sempat berhenti. Aurel mengatur nafasnya yang terengah. “Aku tidak sanggup… hoos hoos!” kedua tangan Aurel
Bastian yang bertanggung jawab atas Aurel di rumah. Bastian yang selalu memastikan Aurel berada di Mansion. Tapi Bastian tidak menemukan keberadaan Aurel di manapun. Bahkan maid dan Satpam pun tidak tahu keberadaannya. Setelah dicari tahu ternyata, Aurel pergi diam-diam melewati pagar belakang. Menuliskan satu kertas yang membuat Bastian kesal. [Aku pergi sebentar. Hanya sebentar aku akan kembali lagi] Untungnya, di ponsel baru yang diberikan oleh Arsen memiliki pelacak. Sehingga Bastian bisa melacak kepergiaan Aurel. Pasti perempuan itu pergi karena ada hubungannya dengan James. Benar saja. Ketika Bastian sampai di sebuah gang sempit dengan pencahayaan yang remang-remang. Di sanalah Aurel sedang diseret oleh James kasar. Aurel yang memberontak dan berteriak meminta tolong membuatnya semakin geram. Bastian meregangkan ototnya sebentar sebelum berlari. Membuat tembok sebagai pijakan dan menedang punggung James dari atas. BUGH! Tubuh James yang tidak siap dengan
Aurel meremas tangannya sendiri. Ia nekat pergi dari rumah Bastian untuk menemui James. Aurel ketakutan. Tapi ia lebih takut kalau video percintaan mereka tersebar. “Kau datang sendiri?” tanya James. Di sebuah gang sempit yang gelap dengan minim pencahayaan. Aurel memberanikan diri untuk menatap James yang berada di hadapannya. Gang ini terletak di pinggir sebuah bangunan tinggi dan padatnya lingkungan. Beberapa lampu mati yang membuatnya nampak seram. Sehinga dihindari oleh orang. “Aku akan mencabut semua laporanku asal kau menghapus video itu!” Aurel mengepalkan tangannya. James mendekat. Namun Aurel segera melangkah mundur. James tertawa… Mulutnya terbuka dengan lebar. sehingga, tawanya terdengar semakin keras. “Kau menjadikanku seperti penjahat….” James mencengkram bahu Aurel. “Kau lupa? Kau memohon padaku agar aku selamatkan? Tapi apa balasanmu? Kau berusaha memenjarakanku?” Aurel berusaha melepaskan tangan James dari bahunya. Tapi tidak bisa. Ten