LOGIN:-0
Pagi menyapa Jakarta dengan cuaca yang mendung, seolah mewakili suasana hati Luis yang kelabu. Tanpa sepatah kata pun, bahkan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Shakira yang masih terlelap di sofa kamarnya tanpa selimut, Luis bangun dan bersiap dengan kecepatan penuh.Ia mengenakan setelan jas navy terbaiknya, merapikan dasi dengan cekatan, lalu segera keluar dari kamar.Ia butuh udara segar. Ia butuh kembali menjadi CEO yang memegang kendali, bukan pria yang terjepit di antara dua wanita.Tujuan utamanya hanya satu.Kantor Pusat Hartadi Group.Di sana, seseorang yang memiliki wajah yang identik dengannya tengah duduk di kursi kebesarannya. Lewis, saudara kembarnya.Begitu Luis melangkah masuk ke lobi kantor, para karyawan menunduk hormat. Mereka tidak menyadari bahwa ‘Luis’ yang mereka lihat selama beberapa hari terakhir sebenarnya adalah Lewis.Luis berjalan cepat menuju lift dan langsung menuju lantai teratas. Dengan David yang sudah menunggu di lobi lalu mengikutinya dari belakang.
Bu Tatik tertegun mendengar permintaan Shakira."Tapi Nona ... barang-barang mendiang Non Belliza itu satu-satunya kenangan yang—""Lakukan aja!" potong Shakira cepat dengan pandangan sedih yang berusaha ia tutupi. "Belliza udah bahagia di sana. Dan aku … juga harus bisa bahagia tanpa dia. Lihat barang-barangnya cuma bikin aku makin sedih."Bu Tatik tertunduk mengerti mengapa Shakira sampai nekat melakukan ini.Shakira ingin move on dan satu-satunya cara adalah menghapus semua kenangan tentang Belliza. Dia tahu, Shakira terpaksa melakukan ini demi kebaikannya sendiri.Lalu Bu Tatik segera beranjak menuju kamar lama Shakira.Dari ambang pintu kamar Luis, Shakira memperhatikan asisten rumah tangga yang masih muda, mulai memasukkan boneka beruang favorit Belliza dan baju-baju mungil itu ke dalam kantong plastik hitam besar.Setiap kali satu barang dimasukkan, hati Shakira terasa seperti disayat sembilu.Bukan karena ia tidak lagi mencintai anaknya yang telah tiada, bukan karena ia ingin
Langkah Luis mendadak terhenti seolah kakinya terpaku ke lantai bandara.Di ujung lobi kedatangan, di antara kerumunan orang yang menjemput, berdiri seorang wanita cantik dengan pakaian modis dan kacamata hitam yang bertengger di kepalanya.Itu Nadine.Wajah Luis yang tadinya hanya tegang, kini berubah pucat pasi. Ketakutan akan terbongkarnya rahasia besar ini di depan Nadine membuat naluri pelindungnya bangkit secara brutal.Tanpa peringatan, Luis menyentak tangannya dengan kasar. Genggaman Shakira terlepas begitu saja hingga tubuh wanita itu sedikit terhuyung."Lepas!" desis Luis tajam, suaranya rendah namun penuh ancaman. Matanya terus menatap ke arah Nadine yang mulai celingukan mencari keberadaannya.Shakira tertegun, menatap tangannya yang baru saja dilepaskan secara paksa."Den Mas, ada apa—""Nadine di sana," potong Luis cepat, ia membalikkan badan membelakangi lobi, menghalangi pandangan Nadine ke arah Shakira. "Masuk lagi ke dalam. Jangan keluar sekarang. Tunggu sepuluh atau
Pendaratan semakin dekat, dan pengumuman dari kabin pesawat mulai terdengar. Di tengah suasana tenang itu, Shakira mendongak, menatap mata Luis dengan sorot yang tidak lagi memberontak, namun penuh tuntutan yang tenang."Den Mas, aku mau sesuatu.""Apa?"Tangan Shakira bermain di jemari kiri Luis. "Mulai hari ini, aku mau kita satu kamar. Aku nggak mau lagi ada sekat di antara kita di rumah. Cukup sekat itu ada saat kita di luar."Luis sempat tertegun. Permintaan itu berarti ia akan kehilangan ruang privasinya, tempat di mana ia biasanya menghubungi Nadine atau memikirkan strateginya sendirian."Satu kamar?" Luis mengulang kalimat itu dengan nada rendah, seolah mencoba mencerna konsekuensinya. "Kamarku itu satu-satunya wilayah pribadiku, Ra.""Aku sering melakukan panggilan rahasia, rapat larut malam, dan ... maaf, aku perlu menjaga komunikasiku sama Nadine tetap privat. Kalau kita satu kamar, nggak akan ada lagi rahasia. Kamu bisa dengar setiap kata yang kuucapkan, dan aku akan
Shakira benar-benar menjalankan rencananya. Ia membawa Kenji ke pusat perbelanjaan kelas atas di Tanukikoji Shopping Arcade.Tanpa ragu, ia memasuki butik-butik mewah, membeli mantel desainer terbaru, sepatu bot kulit, dan perhiasan yang bahkan tidak ia butuhkan.Setiap kali membayar, ia dengan sengaja menggunakan ponselnya yang terhubung dengan dompet elektronik Luis. Ia ingin ponsel Luis terus berbunyi, memberikan notifikasi transaksi yang seolah-olah berteriak …“Aku lagi menghabiskan uangmu bersama pria lain!”Kenji hanya bisa mengikuti di belakang, membawa kantong belanjaan dengan wajah kagum sekaligus bingung."Anda benar-benar suka berbelanja, ya?" tanya Kenji canggung.Shakira hanya tersenyum sinis sambil menyesap cokelat panas."Begitulah perempuan, Kenji."Di sisi lain, Luis masih berada di dalam kamar hotel. Wajahnya gelap, matanya terpaku pada setiap notifikasi transaksi yang masuk. Setiap bunyi ping di ponselnya terasa seperti tamparan.“Dia sengaja,” gumamnya pelan. “Dia
Shakira bangkit, tersenyum lebar dan puas. Tidak peduli dengan rasa sakit di punggungnya.“Kenapa? Lagipula, kamu terlihat sangat menikmati.”Wajah Luis memerah. Ia tidak bisa menyangkal rasa nikmat yang ia rasakan, tetapi risikonya terlalu besar. Ia mencengkeram lengan Shakira, memaksa wanita itu menatapnya.“Aku udah bilang, kalau kamu sampai bikin kacau hubunganku sama Nadine, jangan harap aku bakal kasih kamu waktu!”“Kamu harus tahu kalau suatu saat nanti, Nadine bakal aku nikahi! Dia adalah masa depanku! Bukan kamu!”“Jadi jangan pernah punya pikiran mengacaukan hubunganku sama Nadine pakai ide konyol kayak gitu, Shakira! Karena aku nggak akan pernah jatuh cinta sama kamu! Sampai kapanpun!”“Jangan kamu pikir ini lelucon! Aku serius!”Shakira hanya menatapnya tanpa gentar.“Aku tahu, kalau sampai kapanpun kamu nggak akan pernah jadi milikku. Tapi aku juga ingin kamu merasakan apa itu kehilangan, Den Mas. Aku juga udah bilang, kalau selama di Jepang, kamu harus memprioritaskan aku







