Moreau berdecih. Semua keputusan ada di tangannya: terutama mengenai tawaran Abihirt tentang bagaimana pria itu ingin memberikan bantuan.
“Tidak perlu repot – repot. Aku tidak berharap akan menjadi atlit. Lagi pula, bukankah kau sendiri yang bilang kalau pendidikan jauh lebih penting? Aku akan melanjutkan pendidikan-ku. Jadi tolong, jangan kembali lagi atau mencoba membujukku untuk memaafkan-mu, karena itu adalah hal terakhir yang tidak ingin kulakukan.” “Kau akan keluar dari Spanyol?” Moreau bicara sebanyak itu dan Abihirt hanya mengajukan pertanyaan singkat, yang membuat dia secara naluriah mengembuskan napas kasar. “Itu bukan urusanmu!” “Di mana kau akan melanjutkan pendidikanmu?” “Kau bertanya seperti ini agar kau bisa mendatangiku dan membuat hidupku kembali menjadi kacau? Aku bahkan belum selangkah untuk merasa baik – baik saja dari semua rasa sakit yang kau berikan. Tolong, Abi, mengertilah ... jangan menggangguku. Jangan mencampuri apa pun kehi“Jadi, kau hanya memikirkan keponakanmu. Kau seharusnya memikirkan-ku sebagai pabriknya.” Moreau bisa tertawa kecil, setidaknya, dan dia ingin itu terjadi tanpa dibayangi oleh pelbagai hal yang merusak suasana hati saat sedang bersama Juan. “Tentu saja, pabrik selalu menjadi yang utama. Tapi komponen-mu tidak akan jadi tanpa Mr. Lincoln, bukan?” Sekarang Juan tertawa sekeras – kerasnya, seolah kata – kata barusan adalah lelucon yang paling bisa dimaklumi. Rasanya Moreau ingin menjambak rambut pria itu dengan sepenuh tenaga. Dapat membayangkan bagaimana Juan akhirnya botak; mungkin tidak akan memberi banyak pengaruh pada wajah pria itu. “Kau jangan konyol. Pria di dunia ini banyak. Aku bisa mencari orang lain yang mau, katakanlah yang bersedia menikahiku,” ucapnya membantah pernyataan Juan dengan tegas. Butuh jeda beberapa saat di mana pria itu berusaha mengendalikan suasana menghibur di dalam diri sendiri. Tepat ketika merasa tenang, ekspresi Juan tampak—be
Moreau berdecih. Semua keputusan ada di tangannya: terutama mengenai tawaran Abihirt tentang bagaimana pria itu ingin memberikan bantuan. “Tidak perlu repot – repot. Aku tidak berharap akan menjadi atlit. Lagi pula, bukankah kau sendiri yang bilang kalau pendidikan jauh lebih penting? Aku akan melanjutkan pendidikan-ku. Jadi tolong, jangan kembali lagi atau mencoba membujukku untuk memaafkan-mu, karena itu adalah hal terakhir yang tidak ingin kulakukan.” “Kau akan keluar dari Spanyol?” Moreau bicara sebanyak itu dan Abihirt hanya mengajukan pertanyaan singkat, yang membuat dia secara naluriah mengembuskan napas kasar. “Itu bukan urusanmu!” “Di mana kau akan melanjutkan pendidikanmu?” “Kau bertanya seperti ini agar kau bisa mendatangiku dan membuat hidupku kembali menjadi kacau? Aku bahkan belum selangkah untuk merasa baik – baik saja dari semua rasa sakit yang kau berikan. Tolong, Abi, mengertilah ... jangan menggangguku. Jangan mencampuri apa pun kehi
Pelukan mereka terlepas. Moreau tersenyum lamat ke arah Juan. Sudah cukup membicarakan sesuatu yang hanya akan melubangi jantung. Dia tidak ingin terus tersulut oleh suasana menyedihkan sekarang ini. Semua percuma. Mereka tidak akan pernah bisa membawa saat – saat di mana semua masih berjalan baik – baik saja dari masa lalu. Sudah telanjur. Moreau akan menganggap setiap bentuk peristiwa ini sebagai bentuk penebusan dosa—kesalahannya yang tidak termaafkan. “Tadi aku seperti melihat seseorang mengintip dari jendela-mu, Amiga.” Tiba – tiba Juan bersuara. Itu secara naluriah menarik perhatian Moreau. Dia menoleh. Tidak melihat siapa pun dari kaca tembus pandang, tetapi kebutuhan ingin tahu tidak dapat ditranformasikan ke dalam situasi pengabaian. Ada dorongan ... terus mendesak supaya langkahnya terbawa sampai pada pemandangan lebih jelas.Abihirt.Amarah segera termasak di puncak kepala Moreau, setelah mengetahui pria itu berdiri persis dengan perasaan canggung saat m
“Setelah semua urusan dengan Bibi Barbara selesai. Kau yakin akan ikut bersama Robby, Amiga?”Berulang kali, Juan selalu menanyakan hal serupa. Sesuatu yang jelas belum Moreau selesaikan bersama pria itu. Dia lebih sering menghindari topik seperti ini, tetapi jika Juan terus memaksa ingin tahu ... sebaiknya memang memberi pria tersebut petunjuk.“Aku harus. Hanya Robby dan ayahnya yang bisa memberiku tempat terbaik menghindari Abi saat ini. Aku harus tetap menyembunyikan kehamilanku darinya, atau Abi bisa melakukan sesuatu untuk mengambil anakku dariku.”Napas Juan terdengar kasar setelah mendengar pengakuan—ntah apakah menurut pria itu terdengar masuk akal atau tidak. Moreau sudah tidak bisa memikirkan cara terbaik. Robby bersama Mansilo Hubber merupakan prospek cukup menjanjikan. Mereka harus melakukan tindakan dengan cepat sebelum menyesali keterlambatan.“Jika kau memang sangat yakin dengan Robby dan ayahnya. Tapi bukankah Mr. Lincoln berhak tahu tentang anaknya?
Tidak pernah ada saat – saat di mana dia akan membayangkan bertemu pria itu di sini; di gedung pengadilan ketika semua harus segera diselesaikan. Moreau menelan ludah kasar persis menengadah menatap wajah yang menunduk lamat ke arahnya.Mata kelabu itu menyiratkan banyak hal; seperti tertimbun segerombol rasa sakit, tetapi tidak diungkapkan secara gamblang. Dia tahu. Abihirt harus menanggung segala sesuatu—cenderung tidak adil. Begitu juga dirinya. Ini semacam permainan takdir dan anak – anak menjadi korban terhadap krisis keegoisan. Moreau bisa menebak bahwa Abihirt masih cukup kecil untuk menerima kenyataan bahwa Barbara telah merenggut kebahagiaan, yang seharusnya pria itu rasakan. Ironi. Ini bukan lagi tentang masa lalu. Mereka di sini. Menghadapi situasi baik dan buruk secara bersamaan.“Bagaimana kabarmu?”Suara serak dan dalam Abihirt memulai pertama kali. Moreau tak bisa menyangkal bahwa dia sangat merindukan pria ini; begitu dekat di hadapannya, tetapi juga
“Kau dan ayahmu sangat membantuku. Aku sangat berterima kasih kepada kalian,” ucap Moreau setelah mereka mengatur sabuk pengaman di tubuh masing – masing. Robby hanya tersenyum. Prospek yang tidak dimungkiri memberi banyak pengaruh di benaknya. “Apa aku boleh bertanya?”Itu yang Moreau katakan; dia tak akan bisa menahan diri lebih lama. Terus menimbun rasa ingin tahunya justru akan menciptakan racun untuk menyebar ke rongga dada. Pada akhirnya, akan ada saat di mana dia mulai merasa sangat sesak sekadar menghirup udara segar.“Selama menurut-mu aku bisa menjawabnya, tanyakan saja apa yang kau mau.”Robby menyalakan mesin mobil. Demikian pria itu tidak lupa memberi lampu hijau kepadanya. Walau Moreau harus meyakinkan diri atas situasi yang mereka hadapi—mungkin memang tidak apa – apa membicarakan seseorang yang lain di sini. “Bagaimana kau bisa mengenal Abi?” Dia segera menahan napas setelah mengajukan satu pertanyaan tersebut. Tidak ada yang salah, tetapi
Moreau sengaja mengambil jeda sesaat, ingin lebih puas menyaksikan kekhawatiran di wajah Barbara. Dia benar – benar ingin tertawa. Hanya memutuskan segera menahan diri, kemudian meneruskan, “Pembuluh darahmu akan pecah, kecuali kau menerima penawar racun ini.” Moreau langsung merenggut botol kecil itu, sebelum Barbara dapat melakukannya. Wanita itu tampak putus asa setelah kegagalan melakukan tindakan demikian. “Apa maumu sebenarnya?” Dengan nada bicara nyaris tercekat, Barbara mengajukan pertanyaan secara langsung. Sederhana. Moreau hanya ingin keadilan terhadap kehancuran keluarganya. “Katakan semua kejahatan-mu sekarang juga. Katakan bagaimana kau membunuh ibu dan saudara kembarku. Selesaikan juga cerita-mu hari itu, bagaimana kau membuat kematian ayahku seperti sebuah insiden kecelakaan.” Dia segera mengeluarkan ponsel. Ingin memastikan apa pun yang terungkap dari mulut Barbara terekam secara penuh. Ini akan menjadi bukti untuk menjebloskan wa
“Kau sudah berani menampakkan batang hidung-mu di sini?" Betapa suara Barbara begitu sinis setelah apa yang dia hadapi beberapa waktu terakhir. Ini merupakan hari ulang tahunnya, tetapi semua peristiwa yang terjadi memberi kejutan tidak diinginkan. Lama tidak melakukan kontak apa pun, dan tadi ... satu jam lalu, Abihirt datang hanya untuk memastikan dia menerima hadiah paling menyedihkan. Pria itu benar – benar membuatnya memborong kebodohan, karena pernah percaya begitu saja bahwa akan hadiah terbaik dari Dubai. Sial. Dipaksa menandatangani surat cerai. Barbara mendengkus. Mereka akan segera bercerai. Ya, itu masalah pertama. Sementara prospek terburuk muncul saat mata birunya harus menyaksikan bagaimana langkah Moreau terlalu berani menyingkirkan sisa jarak di antara mereka. Moreau seolah tahu kapan dan di mana dia seharusnya berada, kemudian duduk cukup dekat di hadapannya. “Kau membesarkanku selama ini, mengapa aku harus tidak berani? Lagi pula, i
“Pergilah. Kau tidak disambut di sini. Juan hanya keluar berbelanja sebentar. Sebelum dia kembali, kau sebaiknya tinggalkan tempat ini,” ucap Moreau sinis. Dia menyingkirkan sentuhan tangan Abihirt dengan kasar. Seandainya, cukup tega mendorong pria itu tanpa memikirkan kemungkinan yang lain. Mungkin dia sudah melakukannya dari awal. “Tidak. Kau harus mendengar penjelasanku,” Abihirt menyangkal. Itu membuat Moreau harus menarik napas dan mengembuskan dengan putus asa. Hanya membiarkan waktu berjalan beberapa saat, kemudian dia meneruskan, “Tidak ada yang perlu kudengar. Semua sudah cukup. Tidakkah kau mengerti jika kita memang tidak ditakdirkan bersama?” “Aku turut berduka cita atas kepergiaan ibumu. Sekali lagi, apa pun yang terjadi dengan masa lalu-mu, itu sama sekali bukan urusanku. Sekarang pergilah. Aku tidak pernah ingin melihat wajahmu lagi. Pastikan kau tidak pernah kembali atau berusaha membujukku untuk sesuatu yang—“ “Tidak, Moreau.” Kata – kata d