로그인"Darrius, berhenti merajuk. Kau kaisar, bukan balita yang permennya diambil."Rania memijat pelipisnya yang berdenyut. Di sudut ruang kerja, Kaisar Darrius—pria yang sanggup merobek dimensi dengan tangan kosong—sedang melakukan handstand satu jari sambil menghadap tembok. Itu adalah hukuman karena dia hampir meluncurkan rudal nuklir taktis hanya karena seorang pangeran asing menyentuh bahu putrinya semalam."Mereka menyentuhnya, Rania," gumam Darrius, suaranya bergetar karena emosi, meski posisinya tidak goyah sedikit pun. "Hukum Aethelgard Pasal 1: Sentuh Putri Kaisar, hilang satu benua. Itu sangat adil.""Itu bukan hukum, itu delusimu," bantah Rania tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya.Layar hologram di depan Rania menampilkan grafik gelombang energi di sekitar Royal Academy. Semalam, sensor Mana miliknya mendeteksi lonjakan frekuensi yang asing. Bukan sihir gelap, bukan juga energi Void. Frekuensi itu terasa seperti... sinyal transmisi yang mencoba menembus Firewall dunia me
Lampu gantung kristal di Grand Ballroom Royal Academy tidak hanya bersinar karena lilin; itu adalah Mana-Core yang dimodifikasi dengan filamen tungsten, memancarkan cahaya yang bisa diatur spektrum warnanya sesuai mood musik. Mewah, berlebihan, dan sangat Aethelgard. Di sudut ruangan, jauh dari lantai dansa yang dipenuhi gaun sutra dan seragam militer kadet, dua remaja berdiri dengan canggung. "Dasi ini mencekikku," keluh Alaric—atau "Rick" malam ini. Dia menarik kerah kemeja murahannya. Meski mengenakan jas diskonan, tubuhnya yang setinggi 185 cm dengan bahu lebar hasil latihan gravity chamber membuat jas itu terlihat seperti busana haute couture. Di sebelahnya, Nova—"Vee"—hanya memutar bola matanya. Lensa kontak di mata birunya berkedip samar, menampilkan aliran data hijau yang hanya bisa dilihatnya. "Berhenti mengeluh, Rick. Detak jantungmu naik 15%. Kau gugup?" suara Vee terdengar datar, tapi ada nada jahil di sana. "Aku tidak gugup! Aku hanya takut... kau tahu, merusak sesuat
Gerbang Akademi Royal Winterhold Junior menjulang tinggi, terbuat dari besi tempa yang dilapisi emas. Ini adalah sekolah paling elit di benua, tempat para duke, count, dan jenderal menyekolahkan anak-anak mereka.Di depan gerbang, kereta-kereta kencana mewah antre menurunkan murid-murid. Ada yang ditarik oleh Griffin, ada yang menggunakan Kuda Unicorn.Namun, di pojok antrean, ada sebuah kereta kayu sederhana (yang sebenarnya dilapisi baja tank tak terlihat dan ditarik oleh Golem Kuda Tipe-X).Di dalamnya, Rania sedang merapikan kerah seragam Alaric."Dengar baik-baik," kata Rania tegas. "Di sekolah ini, nama kalian adalah Rick dan Vee. Ayah kalian adalah pedagang rempah-rempah dari perbatasan. Ibu kalian adalah akuntan.""Kenapa kita harus bohong, Ibu?" tanya Alaric (Rick), menarik-narik dasinya yang terasa mencekik. "Kenapa Rick nggak boleh bilang kalau Ayah bisa meledakkan sekolah ini kalau Rick nggak suka PR-nya?""Karena kita ingin kalian punya teman yang tulus, bukan teman yang
[TIME SKIP: 3 TAHUN KEMUDIAN]BRAAAAK!Pintu kayu mahoni Ruang Makan Istana (yang baru diganti minggu lalu) terbang lepas dari engselnya, mendarat di atas meja prasmanan, menghancurkan tumpukan pancake.Di ambang pintu yang kini bolong, berdiri seorang bocah laki-laki berusia tiga tahun. Rambut hitamnya berantakan, pipinya gembil, dan matanya berbinar polos."Maaf, Ibu," cicit Alaric, memegang gagang pintu yang patah di tangan mungilnya. "Pintunya macet. Ric cuma mau dorong sedikit."Rania, yang sedang menyesap kopi hitam (cangkir ketiga pagi ini), memejamkan mata. Urat di pelipisnya berdenyut."Itu pintu kayu Ironwood, Alaric," kata Rania tenang namun menakutkan. "Butuh kapak untuk memecahkannya. Kau mendorongnya 'sedikit'?""Dia kuat! Itu anakku!" seru Darrius dari ujung meja, tertawa bangga sambil bertepuk tangan. "Teknik dorongan bahu yang bagus, Jagoan! Nanti Ayah ajari cara mendobrak benteng musuh!""Darrius, jangan menyemangatinya!" bentak Rania. "Minggu lalu dia tidak sengaja
Hujan telah berhenti, tapi langit di atas Aethelgard masih merah membara sisa energi kelahiran si kembar.Di dalam kamar tidur yang atapnya bolong, suasana hening dan sakral.Rania bersandar lemah di bantal, rambutnya lepek oleh keringat, tapi wajahnya bersinar. Di lengan kanannya, dia menggendong bayi laki-laki yang montok dengan rambut hitam tebal seperti ayahnya. Di lengan kirinya, bayi perempuan mungil dengan rambut perak halus seperti ibunya.Darrius berlutut di sisi ranjang, menatap kedua makhluk kecil itu dengan takut-takut. Tangannya yang biasa meremukkan leher musuh kini gemetar saat menyentuh jari-jari mungil mereka."Mereka... sangat kecil," bisik Darrius. "Apa mereka akan pecah kalau aku pegang?""Mereka anak-anakmu, Darrius. Tulang mereka sekeras titanium," Rania terkekeh pelan. "Lihat Pangeran ini... dia sudah mencoba meremas jariku."Bayi laki-laki itu menggeliat, tinju kecilnya bersinar Emas samar. Dia tidak menangis, tapi menggeram pelan, seolah kesal karena popoknya
[WARNING: REACTOR OUTPUT AT 120%][HEAT LEVEL: CRITICAL][HULL INTEGRITY: 45%]Di dalam kokpit Imperius, Darrius bermandikan keringat. Bukan karena panas mesin, tapi karena dia sedang bergulat dengan Dewa Kematian.Imperius sedang ditahan. Empat tentakel raksasa Void Mother melilit tubuh robot itu, mengangkatnya dari permukaan laut."Lepaskan aku, cumi-cumi sialan!" teriak Darrius, menarik tuas kendali untuk menggerakkan lengan gergaji robotnya.ZRRRT!Gergaji itu berputar, tapi kulit Void Mother itu mengeras seperti berlian hitam. Percikan api berhamburan, namun tidak ada luka berarti."Khek... khek..." Makhluk itu mengeluarkan suara tawa yang memuakkan.Tentakel kelima meluncur keluar, ujungnya berbentuk jarum penyedot, menusuk langsung ke dada Imperius, tepat di atas reaktor nuklir.[ENERGY DRAIN DETECTED][OUTPUT DROPPING... 80%... 60%...]"Dia menyedot reaktorku!" Darrius memukul panel instrumen. "Jika reaktor ini mati, aku akan jadi peti mati besi di dasar laut!"Darrius bersiap







