Reiner menjauhkan diri dari Jasmine, lalu menjatuhkan kepalanya di atas lengan sofa. Jasmine yang melihat Reiner frustasi pun hanya meringis prihatin, tapi mau bagaimana lagi? Anak-anaknya sedang butuh Jasmine sekarang.
"Aku ke kamar dulu ya." Jasmine mengelus rahang Reiner yang tengah memejamkan mata.
"Hmm." Reiner hanya menyahut dengan gumaman. Dia mendengar derap langkah kaki Jasmine yang semakin lama semakin menjauh.
Setelah cukup lama menenangkan diri, Reiner akhirnya membuka mata. Dia terlonjak kaget sambil mengumpat keras begitu melihat adegan di televisi yang mulai memasuki adegan panas.
"Sialan. Tidak sopan sekali kalian!" gerutunya sambil menekan tombol power pada remote dengan kasar.
Diraihnya botol minum air mineral, lalu dia tenggak air itu sampai habis setengah botol. Lima belas menit lamanya Reiner menenangkan diri sebelum akhirnya memasuki kamar. Hatinya mendadak terasa menghangat begitu melihat pemandangan di atas ranjang.
J
Lagi-lagi Jasmine merotasi matanya dengan malas, tangannya memukul lengan Reiner dan berkata, "Salah kamu sendiri main nyosor-nyosor. Kesiksa, kan, sekarang?""Yang salah di sini itu kamu, Honey. Bukan aku.""Loh, kok aku?" Jasmine tidak terima. Matanya setengah membulat sebagai tanda protes darinya."Ya jelas lah kamu, Jasmine. Suruh siapa kamu terlihat sangat menggoda? Jadinya aku tergoda dan tidak bisa berhenti nyentuh kamu."Jasmine mendecakkan lidahnya pura-pura kesal. Bisa-bisanya Reiner menyalahkan Jasmine. Padahal Reiner-lah yang tidak bisa menahan diri."Dasar maniak," kelakar Jasmine sambil terkekeh.Jasmine hendak bangkit dari tidurnya untuk pergi ke kamar mandi.Tapi kaki dan tangan Reiner mengunci tubuhnya. Sehingga Jasmine mau tidak mau mengikuti kemauan Reiner untuk tetap berbaring.Hingga setengah jam kemudian, barulah Reiner mau melepaskan Jasmine meski dengan berat hati.Reiner lantas masuk ke kamar bay
Jasmine membolak-balik kartu nama Wisnu di tangannya. Sebelum pergi sore tadi, Wisnu sempat memberinya kartu itu.Katanya, jika Jasmine membutuhkan Wisnu, Jasmine bisa menghubungi nomor teleponnya atau datang langsung ke alamat tempat kerjanya."Sudah siap?" Reiner keluar dari kamar mandi.Jasmine mengangguk. Lantas memasukkan kartu nama Wisnu ke dalam dompet. Setelah itu Jasmine menghampiri Reiner dan menerima uluran tangannya. Jasmine merasakan genggaman tangan Reiner cukup erat."Titip dulu anak-anak ya, Mei. Kalau mereka nangis tidak mau minum ASI di botol, telepon aku saja," ujar Jasmine pada Mei di ruangan bayi. "Aku cuma jalan-jalan di luar kok.""Siap, Bu. Jangan khawatir." Mei mengangguk patuh.Jasmine lantas membawa sebelah tangannya yang terbebas untuk merangkul lengan Reiner. Mereka keluar dan berjalan santai menyusuri jalanan di halaman rumah Reiner yang sangat luas.Udara malam terasa menyegarkan. Lampu-lampu yang berjaj
Luna melirik ke arah penjaga. Setelah memastikan mereka tidak memperhatikan mereka, Luna semakin memajukan badannya.Dia membisikkan sesuatu kepada Alvin. Yang membuat kedua alis Alvin terangkat dan tersenyum usai mendengar penuturan Luna."Woww ...." Alvin berdecak kagum. "Aku sangat terkesan oleh keberanianmu.""Aku sudah menyiapkan hal ini sejak dulu. Jadi, kamu bisa membantuku?""Aku mau bekerja denganmu, bukan untuk membantumu. Tapi untukku sendiri." Alvin tersenyum miring. "Jadi hal pertama yang harus kulakukan, adalah menghubungi seseorang di Paris?" tanyanya mengonfirmasi."Ya. Kamu harus ingat baik-baik nama dan alamatnya," pungkas Luna. Sebelum akhirnya petugas memberitahu bahwa waktu berkunjung sudah habis.**Jasmine menatap Wisnu dengan tatapan setengah tak percaya. Pasalnya, penampilan sang kakak angkat itu terlihat jauh berbeda dengan yang terakhir kali Jasmine lihat. Tubuh Wisnu tampak gagah. Persis seperti tubuh seora
Kaki Reiner melangkah keluar kamar dengan terburu-buru. Dia khawatir ada sesuatu yang terjadi kepada Jasmine di bawah sana.Di jam segini biasanya Mbak Ninik sudah kembali ke tempatnya. Hal itu berarti Jasmine sedang sendirian di lantai bawah."Jasmine?!" panggil Reiner.Dia tidak melihat Jasmine ada di dapur. Jadi kemungkinan perempuan itu ada di perpustakaan. Reiner lantas membuka pintu ruangan perpustakaan yang ternyata terlihat gelap."Jasmine Kamu di dalam?" Jemari Reiner menekan-nekan saklar lampu, tapi rupanya tidak berfungsi."Reiner ... aku di sini.""Astaga."Buru-buru Reiner menghampiri sumber suara yang ada di sudut kanan perpustakaan. Hanya mengandalkan cahaya dari pintu yang terbuka, Reiner bisa melihat Jasmine sedang berjongkok sambil bersandar ke rak.Begitu Reiner ada di dekatnya, Jasmine langsung menghambur ke pelukan pria itu dan memeluknya erat."Tidak apa-apa, Jasmine. Ada aku di sini. Jangan takut y
Reiner mengendurkan ikatan dasinya sambil bersandar di punggung kursi. Dia kesal karena waktunya terbuang percuma oleh orang-orang seperti mereka."Cari kandidat lain. Aku tidak suka dengan tiga perempuan tadi. Kurang kompeten." Reiner mengembuskan napasnya kasar.Bayu memaklumi, Reiner memang ingin yang sempurna. Apalagi setelah Elis berkhianat. Reiner jadi lebih selektif.Padahal menurut Bayu, tiga perempuan tadi sangat cantik dan menarik. Tapi Bayu tahu bahwa Reiner tidak melihat mereka dari tampilan luar."Baik, Pak. Iklan lowongan pekerjaan akan dipasang lagi di website secepatnya.""Hm." Reiner menyahut dengan gumaman. "Sudah dapat informasi kapan jadwal persidangan Luna?" tanya Reiner beralih pada topik lain"Belum, Pak. Kemungkinan hari ini akan keluar jadwalnya.""Oke. Segera kabari kalau sudah ada. Sekarang kamu boleh keluar."Bayu menurut dan segera keluar tanpa menunggu Reiner memerintah dua kali.Reiner mula
"Aku cuma bercanda, Sayang," ralat Reiner, "kamu kenapa? Mau cerita sama aku kenapa kamu sensitif banget pagi-pagi?"Jasmine menggigit bibir bawah, ragu untuk cerita pada Reiner. Padahal Jasmine bukan orang seperti ini sebelumnya. Meminta Reiner untuk lebih perhatian padanya pun Jasmine tidak berani. Tapi sekarang Jasmine merasa khawatir pria itu akan berpaling darinya."Reiner ... selain jelek, aku juga gendut, ya? Perut aku juga tidak selangsing dulu. lya, kan?""Hah?"Reiner terperangah usai mendengar pertanyaan Jasmine yang menurutnya sangat aneh. Ternyata ini yang membuat Jasmine sensitif, pikir Reiner."Hei, siapa yang bilang kamu gendut? Kamu sama sekali tidak gendut, Honey." Reiner menggeleng yakin sembari mengamati tubuh Jasmine."Bohong. Kamu pasti cuma mau buat aku senang, kan?""Ast